21 April 2023, 03:00 WIB

Berawal dari Hobi, Alumni PBI Universitas Sanata Dharma Jadi Entomologis Internasional


adiyanto | Weekend

dok: pribadi/www.usd.ac.id
 dok: pribadi/www.usd.ac.id
Garda Bagus Damastra

Berawal dari hobi mengamati serangga, Garda Bagus Damastra berhasil menjadi seorang entomologis atau peneliti serangga dengan reputasi internasional.  Bahkan, ketekunannya meneliti serangga membuat namanya diabadikan sebagai salah satu serangga hasil temuannya, Phyllium gardabagusi.

Garda merupakan alumni Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma (USD) Jogyakarta tahun 2011. Minatnya terhadap satwa, khususnya serangga sudah dimulai dirinya berusia 5 tahun. Orang tua dan kakaknya juga mendukung minat Garda.  “Kalau dulu, anak-anak mainan hewan itu dilarang orang tuanya, minat saya malah didukung penuh,” ungkap pria yang kini berdomisili di Bali ini, seperti dikutip dari situs Universitas Sanata Dharma, Rabu (19/4)

Awalnya, ia ingin melanjutkan kuliah yang sesuai dengan minat masa kecilnya. Namun setelah melalui berbagai pertimbangan, Garda akhirnya memilih Pendidikan Bahasa Inggris di Sanata Dharma. Menariknya, pada masa pertengahan perkuliahan, Garda kembali menemukan passion-nya di dunia serangga. Ia merasa Tuhan sudah menggariskan apa yang ada di hidupnya secara baik.

“Kalau saat itu saya ambil jurusan biologi, mungkin hidup saya malah nggak akan seperti sekarang,” guraunya.

Sebagai seorang entomologis, kerja keras dan kesabaran sangat dibutuhkan dalam sebuah penelitian. Garda berkisah tentang proses penemuan spesies baru. Kegiatan Garda yang kerap mengeksplorasi alam dan berkaitan dunia satwa membawanya ke Gunung Argopuro kala itu.

Ia tertarik dengan sebuah spesies serangga yang belum pernah dilihatnya. Serangga yang Ia temukan di Gunung Argopuro ini adalah spesies serangga baru dan belum pernah ditemukan sebelumnya. Namun spesies ini mirip dengan spesies temuan sebelumnya, yaitu Phyllium hauslohner dan Phyllium jacobsoni.

Proses dari penemuan sampai dengan rilis jurnal memakan waktu cukup lama. Pandemi juga menjadi penghambat rilisnya jurnal yang Ia buat. Proses untuk merilis jurnal pun sangat rumit. Garda harus mengirimkan spesimen, bahkan telur serangga yang Ia teliti untuk mengetahui daur hidupnya, dari telur hingga menetas, dan menjadi serangga dewasa. Ini semua Ia lakukan secara mandiri.

“Memakan waktu tiga sampai enam bulan hanya untuk mengetahui proses dari telur sampai menetasnya,” tutur Garda.

Setelah selama tiga tahun melalui berbagai macam proses di atas tadi, kerja kerasnya membuahkan hasil. Spesies serangga yang ia temukan, diberi nama sesuai nama sang peneliti, Phyllium gardabagusi.

Baru-baru ini, Garda kembali mempublikasikan hasil temuannya. Serangga ini bernama Nesiophasma sobesonbaii, yang masih masuk dalam jenis serangga ranting. Satwa ini ditemukan saat ia bekerja sama dengan rekanan di Pulau Timor. Bersama kawan-kawannya dari Berkeley, Amerika Serikat yaitu Frank H. Henneman, Davis Marthin Damaledo, Royce T. Cumming, serta Stephane La Tirant, Garda meneliti serangga ini. Berbeda dengan penemuan Phyllium gardabagusi, kali ini ia ikut bertindak sebagai penulis dalam jurnal yang dirilis oleh Faunitaxys, edisi Maret 2023, volume 11.

Berdasarkan penelusuran di jurnal yang tersedia dalam bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Italia dan Jerman itu, judul lengkap penelitian tersebut adalah Nesiophasma sobesonbaii n. sp. – a new giant stick insect from the island of Timor, Indonesia (Insecta: Phasmatodea). Nesiophasma sobesonbaii adalah serangga jenis ranting dari pulau Timor, yang digambarkan dan diilustrasikan baik dari jenis kelamin maupun telur. Ini adalah spesies pertama dari genus Nesiophasma Günther, 1934 yang tercatat dari Timor dan spesies kedua Phasmatodea yang diketahui dari pulau tersebut.

Meskipun bidang yang ia geluti ini agak berbeda dengan pendidikannya selama kuliah, saat ini Garda bisa mengambil ilmu praktis yang dipelajari, khususnya untuk kebutuhan publikasi jurnal internasional dan komunikasi ke berbagai pihak di luar negeri. Setelah meluncurkan dua artikel penelitian, ada dua bentuk perbedaan apresiasi yang ia peroleh. Apresiasi yang pertama dalam bentuk penamaan dalam spesies dan apresiasi yang kedua tercatat sebagai salah seorang penulis author/penulis dalam jurnal.

Garda tetap menyebut hal yang Ia kerjakan sebagai hobi sehingga dirinya tidak mematok target yang harus dicapai.  “Kalau hobi jadi pekerjaan, nanti saya jadi punya target dan menjalaninya dengan tekanan. Kalau tetap sebagai hobi, kan saya menjalaninya juga enak, nggak ada tekanan,” ujar Garda. (M-3)

 

BERITA TERKAIT