18 March 2023, 08:20 WIB

Dramaturgi dari Tanah Jambi


Pro/M-2 | Weekend

Dok. Banana
 Dok. Banana
Cover buku Lantak La

SATU lagi karya pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2021 diterbitkan dan bisa dinikmati para pencinta sastra nusantara. Novel berjudul Lantak La karya Beri Hanna ini merupakan juara tiga Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2021.

Diterbitkan oleh Penerbit Banana, Lantak La disebut menghadirkan karya fiksi yang kaya akan nuansa sinematik memikat. Terinspirasi dari cerita-cerita rakyat dan folklore asal Jambi, Beri Hanna menghasilkan karya sastra yang meski membutuhkan energi ketika membacanya, akan menghadirkan kepuasan di akhir prosesnya.

"Sejak awal halamannya, buku ini sudah akan membawa pembaca untuk membayangkan gambaran visual yang apik. Bayangkan ada penyihir turun dari atas gunung untuk membuntungi kaki-kaki kuda. Hal-hal seperti itu menjadi kekuatan novel ini," ujar editor Lantak La, Yusi Avianto Pareanom, dalam diskusi virtual melalui Instagram Penerbit Banana dan Patjar Merah, Jumat (3/2).

Yusi mengatakan, setiap halaman dan bagian di novel ini akan mengantarkan pembaca pada imajinasi visual yang dramatis. Meski hanya berwujud teks, Beri layaknya tengah menghadirkan sebuah suguhan sinematik.

"Ini seperti menonton karya sinematik berkualitas tinggi, ada sentuhan teaternya juga yang mengingatkan saya pada misalnya Kapai-kapai dan Sumur tanpa Dasar karya Arifin C Noer," tutur Yusi.

Menurut Yusi, selain gaya penceritaan yang dapat memancing munculnya imajinasi tinggi pembaca, Lantak La juga menjadi karya penting dalam ranah sastra bernuansa folklor Nusantara. Seperti diketahui, hingga saat ini tak banyak karya sastra yang menjadikan Jambi sebagai latar ataupun sumber inspirasinya, terutama dari cerita-cerita rakyat dan tradisi lisannya.

Dengan kehadiran novel ini, diharapkan berbagai hal tentang cerita rakyat, kehidupan sehari-hari, hingga adat dan budaya Jambi bisa lebih diketahui masyarakat.

"Tawarannya memang cukup menarik karena jambi memang tak begitu banyak dibicarakan bahkan dalam konteks apa pun, tak hanya fiksinya bahkan nonfiksinya juga," tutur Yusi.

Meski tak sedikit karya sastra yang mengambil latar maupun inspirasi cerita dari kehidupan dan folklor daerah-daerah di Indonesia, Yusi mengatakan tetap masih banyak daerah yang kurang dibahas atau dijadikan buku. Padahal, jika ditelusuri dan digali lebih jauh, banyak hal menarik dari setiap daerah, yang dapat menjadi sumber inspirasi sebuah karya sastra.

Lebih lanjut, Yusi mengatakan Lantak La merupakan novel fiksi yang ceritanya tidak linier. Dengan kata lain, pembaca akan sering mendapati alur cerita yang saling berlompatan. Pembaca harus lebih bersabar dan teliti untuk bisa menemukan benang merah dari setiap bagian di cerita.

"Kalau dinikmati secara linier mungkin akan kesulitan awalnya, tapi lama-lama pasti akan paham," kata Yusi.

Banyak lompatan cerita di novel yang tebalnya hanya 132 halaman ini. Tak hanya itu, keseluruhan novel ini juga terbangun atas banyak sudut pandang, latar, hingga tokoh. Setiap tokoh memiliki karakter yang kuat. Tak akan mudah bagi pembaca menentukan siapa tokoh paling dominan dalam cerita.

"Ada semangat dekonstruksi yang dihadirkan Beri di novel ini. Saya yakin ketika membaca karya ini banyak orang akan menjumpai pengalaman membaca yang menarik dan bisa memantik kehadiran karya visual setelahnya," ujar Yusi.

Sementara itu, Beri Hanna mengatakan judul Lantak La ia pilih karena dianggap sangat sesuai dengan keseluruhan isi novel ini. Lantak La merupakan sebuah frasa yang lazim digunakan oleh masyarakat Jambi. Maknanya menyerupai kata 'terserah', 'tak peduli', hingga sumpah serapah yang menunjukkan kekesalan dan ketidakacuhan.

Beri tak menampik bahwa novelnya ini dihadirkan untuk memantik imajinasi liar pembaca. Dalam proses penulisannya, ia juga banyak membayangkan hal-hal yang sangat beragam. Lewat Lantak La, Beri banyak menuangkan ingatannya tentang karya-karya sastra hingga film dengan genre serupa.

 

"Saya banyak terinspirasi dari film juga, seperti film-filmnya Alejandro Jodorowsky,” ujar Beri.

Seperti diketahui, Jodorowsky terkenal sebagai sutradara dengan karya-karya yang nyentrik. Ia banyak menghadirkan unsur surealis, mistik, hingga nada-nada provokasi yang sarat akan pemaknaan lewat filmya. Beberapa film Jodorowsky yang populer ialah Dune, El Topo, dan The Holy Mountain.

"Saya memilih pekerjaan yang menurut saya bisa sangat seksi di dunia fiksi, yaitu penyihir. Lewat sosok penyihir banyak hal yang menggoda pikiran untuk dituangkan dalam cerita fiksi, ceritanya jadi bisa lebih kaya," ujar Beri.

Dalam setiap bagian cerita, Beri juga mengaku banyak menyelipkan simbol-simbol yang identik dengan karya folklor, maupun film dan bacaan favoritnya. Itu akan membuat pembaca sesaat teringat akan karya-karya yang mungkin pernah lebih dulu mereka nikmati.

"Proses kreatif saya banyak mengambil dari sastra-sastra lisan atau buku-buku fiksi, tapi bukan semata-mata dipindahkan, hanya sebagai simbol-simbol. Yang sangat menarik bagi saya adalah hal-hal seperti itu, bagaimana buku fiksi yang saya baca dan terngiang-ngiang bisa hadir secara simbolis di buku ini," ujar Beri.

Untuk memperkaya imajinasi pembaca, di dalam novel ini juga dihadirkan beberapa ilustrasi berupa animasi karya Wulang Sunu. Lantak La dapat menghadirkan suguhan yang menyegarkan untuk membuka tahun, khususnya bagi penggemar kisah-kisah fantasi, berbau mistis, cerita laga, hingga sarkastis seputar kehidupan manusia yang berliku dan manipulatif.

Meski terkesan rumit, sesungguhnya cerita Lantak La dibawakan dengan gaya bertutur sederhana. Dengan begitu, pembaca akan bisa merasa lebih dekat dan relevan dengan kehidupan mereka. (Pro/M-2)

 

 

Judul: Lantak La

 

Penerbit: Banana

 

Penulis: Beri Hanna

 

ISBN : 978-623-98249-6-9

 

Tebal buku : 132 halaman

 

 

BERITA TERKAIT