"MAAF, izin tanya bu ibu. Biar mudah bagaimana pengucapan lockdown? #seriustanya)" tulis Muji di percakapan grup WhatsApp ibu PKK RT1/RW1 Kampung Merdeka.
Pertanyaan itu dibalas pada tiga jam berikutnya, "Lauk Daun," tulis Bu As.
Percakapan ibu-ibu PKK itu membuka novel berjudul Lauk Daun karya Hastari. Novel yang mendapat predikat ‘Naskah yang Menarik Perhatian Juri’ dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta itu mengambil momentum pagebluk sebagai latar waktu. Namun, cerita justru sudah dimulai dari masa sebelum covid-19 mewabah.
Usai mengungkap asal usul Lauk Daun, pembaca lantas disajikan dengan latar belakang munculnya Kampung Merdeka, Kelurahan Campursari. Wilayah yang dulunya dikenal dengan Kompleks Perumahan Merdeka lantas berganti penyebutan menjadi kampung yang letaknya bersisian dengan pusat kota.
Layaknya kampung beserta kebiasaan di dalamnya yang penuh keriuhan tertuang dalam barisan awal cerita. Penduduknya pun beragam, mulai tentara, polisi, dokter, hingga yang tak tercantum dalam KTP seperti dukun, tukang gali kubur, hingga penjaja cinta. Alhasil, tingkat sosial ekonominya pun berjenjang mulai ekonomi atas hingga bawah.
Keriuhan selanjutnya dimulai dari cerita tentang pemilihan ketua RT, ada yang menghindar, ada juga yang mengincar posisi tersebut. Adalah Bu As yang semangatnya membuncah tatkala nama suaminya masuk ke nomine pemilihan Ketua RT1/RW1 Kampung Merdeka. Ya, bagi Bu As, jabatan suaminya tersebut akan serta-merta menjadikan dirinya sebagai Ketua PKK, jabatan strategis dan ajang untuk tampil.
Benar saja, Bu As yang dikenal sebagai sosok membumi lantaran jika berjalan selalu menunduk, memperhatikan tanah yang dipijak, berganti menjadi seseorang yang tegas cenderung diktator.
Banyak program yang dibuat, semua warga harus mengikuti tanpa kecuali. Siapa yang berani menolak, maka sanksi mengintai. Salah satunya program kampung hijau dengan pilot proyek menanam cabai. Bagi mereka yang tidak mengikuti instruksi menanam cabai, denda Rp50 ribu membayangi hari-hari mereka.
Percakapan antara Bu As dan warga kampong, khususnya ibu-ibu PKK mendominasi jalan cerita. Ada-ada saja kosakata baru yang dilontarkan Bu As hingga membuat warga mengelus dada hingga menggerutu berjemaah. Usai program kampung hijau yang pontang-panting dijalani warga, kini Bu As kembali dengan 'ulah' kegiatan di hari kemerdekaan 17 Agustus. Rentetan acara sudah disusun kemudian disampaikan kepada warga yang mau tidak mau harus dipatuhi.
Perjalanannya sebagai Ketua PKK ditutup dengan kekecewaanya lantaran terong ungu miliknya dipetik oleh dua bocah cilik, tetangga kampung sebelah. Selesai Bu As purnatugas, barulah pagebluk terjadi. Ketika itu PKK sudah berada di tangan Bu Rusdi, tetapi Bu As belum lah legowo dan ingin terus menyetir ketua PKK anyar. Percakapan di grup perpesanan instan menjadi lebih banyak dihiasi seputar kesehatan hingga cara menghindar dari tularan virus.
Salah satu yang lekat dengan kebijakan lockdown atau pembatasan adalah memasang portal. Tujuannya untuk meminimalisasi keluar-masuk orang-orang yang bukan warga setempat. Akan tetapi, berbeda dengan Kampung Merdeka, pembuatan portal itu justru didasarkan pada dendam pribadi seorang warga bernama Yayuk kepada beberapa orang tetangganya. Ia ingin menunaikan dendam dengan beralasan portal bisa menjadi gerbang utama penularan penyakit covid-19.
MI/Duta
Humor dalam relasi kuasa dan asmara - - subjudul
Hartari begitu luwes mengalirkan cerita. Alhasil, fiksi setebal 140 halaman ini sangat ringan dan bisa diselesaikan dalam satu hari. Pemilihan diksi yang ringan, humor yang begitu melekat di masyarakat, kekhasan sebuah kampung yang diceritakan begitu detail seperti beragam intrik hingga kasak kusuk di antara warga.
Problem yang dihadirkan pun begitu nyata seperti penuturan tentang relasi kuasa hingga kisah petualangan asmara yang melibatkan beberapa tokoh. Meski ada sentilan kisah perselingkuhan, merebut suami orang hingga dua sahabat yang pada akhirnya saling unjuk diri, tetap dibumbui humor lugas dan celetukan-celetukan berbalut pepatah yang dimodifikasi.
Penggunaan istilah yang tak sesuai juga mewarnai alur cerita. Hal itu mengingatkan kita tentang seseorang yang sangat percaya diri berlebih dengan tingkah laku dan tutur kata yang kerap menimbulkan tawa geli. Seperti Bu As dengan istilah kontrasepsi padahal yang dimaksud konsentrasi. Pun sebutan notula menjadi notaris hingga hafal yang diistilahkan sebagai otak di luar kepala.
Novel Lauk Daun bisa disebut sebagai hasil observasi dengan penuturan begitu sederhana dan jenaka. Tutur setiap tokoh pun tak jauh dari kehidupan sehari-hari. Pandemi yang identik dengan pembatasan pergerakan dituangkan dalam kisah Yayuk yang memiliki dendam pribadi pada sebagian warga kampung. Keinginan membuat portal bukan ditujukan mencegah penyebaran virus, tetapi justru membuat orang-orang yang selama ini berseteru dengannya kelimpungan.
Meskipun diakhiri dengan kisah yang agak gelap lantaran keegoisan dan permufakatan jahat Yayuk, tetap novel ini menghadirkan nuansa satir yang bernas. (M-2)
Judul: Lauk Daun
Penulis: Hartari
Penerbit: Banana
Terbit: September 2022