Leonardo da Vinci, pelukis "Mona Lisa" dan simbol Renaisans, hanya setengah berdarah Italia, sedangkan ibunya seorang budak dari Kaukasus. Demikian kesimpulan sebuah penelitian terbaru yang diungkap pada Selasa (14/3).
Ibu Da Vinci selama ini dianggap sebagai petani dari Tuscan, tetapi profesor Universitas Naples Carlo Vecce, peneliti spesialis karya-karya Old Masters, percaya bahwa kebenarannya lebih rumit. "Ibu Leonardo adalah seorang budak Sirkasia yang diambil dari rumahnya di Pegunungan Kaukasus, dan dijual beberapa kali di Konstantinopel, lalu Venesia, sebelum tiba di Florence," katanya, kepada AFP saat peluncuran buku barunya.
Di kota Italia itu, lanjut Vecce, ibu da Vinci bertemu dengan seorang notaris muda, Piero (Peter) da Vinci, lalu mereka menikah dan putra mereka diberi nama Leonardo.
Temuan Vecce, yang telah menghabiskan puluhan tahun mempelajari silsilah da Vinci dan mengurasi karya-karyanya, didasarkan pada arsip Kota Florence. Data-data itu telah menjadi dasar dari sebuah novel baru "The Smile of Caterina, ibu dari Leonardo", sekaligus memberi pencerahan baru tentang sang seniman .
Setiap penemuan baru tentang da Vinci selalu jadi bahan perdebatan sengit oleh para ahli yang mempelajari silsilah kehidupannya, tetapi Vecce bersikeras bahwa buktinya ada. Di antara dokumen yang dia temukan adalah salah satunya yang ditulis oleh ayah da Vinci sendiri, sebuah dokumen hukum tentang peran Caterina, "untuk memulihkan kebebasannya dan memulihkan martabat kemanusiaannya".
Dokumen ini bertarikh 1452, dan dipresentasikan pada Selasa lalu pada konferensi pers di kantor pusat penerbit Giunti di Florence. “Dokumen itu ditulis oleh pria yang mencintai Caterina ketika dia masih menjadi budak, yang memberinya anak bernama Leonardo dan (juga) orang yang membantu membebaskannya,” kata Vecce.
Penemuan bikti baru ini menawarkan perubahan perspektif yang radikal tentang da Vinci, yang selama ini diyakini lahir dari perselingkuhan antara Peter da Vinci dan wanita lain, petani muda Tuscan, Caterina di Meo Lippi.
Lahir pada 1452 di pedesaan di luar Florence, da Vinci menghabiskan hidupnya berkeliling Italia sebelum meninggal di Amboise, Prancis pada 1519, di istana Raja Francis 1.
Vecce percaya kehidupan sulit ibunya yang "migran" berdampak pada bakat putranya yang brilian. "Caterina meninggalkan Leonardo sebuah warisan besar, tentunya, semangat kebebasan. Itu yang mengilhami semua karya ilmiah intelektualnya,” ujar Vecce.
Da Vinci adalah seorang polymath, seorang seniman yang menguasai beberapa disiplin ilmu termasuk patung, musik, dan lukisan. Ia juga menguasai teknik, anatomi, botani, dan arsitektur. "Dia tidak membiarkan apa pun menghentikannya," kata Vecce.
Paolo Galluzzi, seorang sejarawan yang juga meneliti da Vinci dan anggota akademi ilmiah bergengsi Lincei di Roma, mengatakan “Sejauh ini itu bukti yang paling meyakinkan". Namun, dia menyoroti kualitas dokumen yang ditemukan oleh rekannya itu. "Harus ada sedikit keraguan, karena kami tidak dapat melakukan tes DNA,” ujarnya.
Galluzzi mengatakan periode di mana da Vinci lahir menandai awal modernitas, pertukaran budaya antarmanusia, dan peradaban yang melahirkan dunia modern. (AFP/M-3)