Lembaga Swadaya Masyarakat, Pantau Gambut, yang berfokus pada riset serta advokasi dan kampanye untuk perlindungan dan keberlanjutan lahan gambut nasional, mengajak masyarakat Jakarta dan sekitarnya untuk mengenal dan memahami isu tentang gambut melalui acara Pameran dan Diskusi Gambut di Kala Senja, Kalijaga, Jakarta Selatan, Sabtu (14/1)
"Acara ini bertujuan untuk membangun sebuah ruang interaksi antara pegiat ekosistem gambut dengan publik yang belum pernah menjumpai gambut secara langsung," ujar Dimas Hartono, Campaign Manager Pantau Gambut seperti dilansir dari press release yang diterima Media Indonesia pada Minggu (15/1).
Pameran ini, kata dia, ditujukan terutama untuk warga pulau Jawa dan kota-kota besar lainnya yang ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang isu lahan gambut dan pentingnya pelestarian ekosistem gambut serta menyoroti komitmen restorasi gambut oleh pemerintah, organisasi independen, dan pelaku usaha.
Pameran dan Diskusi Gambut yang diselenggarakan oleh Pantau Gambut bersama dengan LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta itu dibagi menjadi dua sesi kegiatan.
Acara pertama diisi dengan diskusi tentang gambut dan pertunjukan komedi tunggal yang dibawakan oleh Mamat Alkatiri. Kemudian dilanjut pada sesi kedua dengan aksi teatrikal dan mimbar bebas dimana mitra jejaring Pantau Gambut dari tujuh provinsi bercerita mengenai realitas kondisi ekosistem gambut yang ada di wilayah masing-masing.
Dalam diskusinya, Pantau Gambut bersama dengan WALHI Eksekutif Nasional memberikan wawasan tentang pelibatan anak muda dalam upaya penyelamatan ekosistem gambut. Isu gambut yang sebarannya setara luasan Korea Selatan ditambah 51 kali luasan Jakarta, penting dikemukakan lantaran sering dianggap terlalu kompleks untuk dipahami.
Selain mengundang seniman dan aktivis untuk mengampanyekan perlindungan ekosistem gambut, Pantau Gambut juga menggelar pameran lukisan digital untuk menggambarkan dinamika yang terjadi di atas ekosistem gambut menggunakan model ilustrasi yang jenaka.
Lewat pameran ini, Dimas berharap bisa memberikan pandangan baru terkait gambut dengan medium yang lebih atraktif dan humanis sehingga dapat diterima secara logis oleh publik.
Sementara itu, Koordinator Nasional LSM Pantau Gambut, Lola Abas beraharap warga Jakarta dan sekitarnya bisa turut serta dalam gerakan meningkatkan kesadaran publik mengenai pentingnya perlindungan dan pemulihan gambut
"Mudah-mudahan teman-teman yang lokasinya jauh dari gambut bisa tahu apa itu gambut, apa pentingnya gambut, kenapa gambut itu harus kita lindungi," katanya seperti dilansir dari Antara pada Sabtu (14/1).
Menurut Lola, gambut belum menjadi isu penting dalam upaya pelestarian lingkungan, bahkan belum banyak yang mengetahui mengenai ekosistem gambut, dimana Indonesia sebenarnya adalah pemilik dari luasan gambut tropis terbesar di dunia.
"Padahal, gambut mempunyai peranan sangat penting dalam upaya pelestarian global. Pada acara ini kita menggunakan ilustrasi untuk menyuarakan keresahan mengenai lahan gambut," ujar Lola.
Lebih lanjut, Lola jmenjelaskan saat ini telah banyak alih fungsi lahan gambut yang berdampak negatif terhadap pelestarian lingkungan karena sebagain besar tidak lagi memikirkan tentang tata kelola lahan gambut yang berkelanjutan.
Menurut Lola, alih fungsi lahan tersebut akan menghilangkan karakteristik asli dari lahan gambut yang dapat menyerap senyawa karbon dalam jumlah besar. Jika kerusakan gambut terus berlangsung, akan berdampak pada kerusakan lingkungan.
"Kalau misalnya gambut dialihfungsikan, dibuka, dikeringkan, itu emisi karbon yang terlepas akan besar sekali dan itu sangat berpengaruh pada perubahan iklim," kata Iola.
Menurutnya gambut mampu menampung sekitar 30% total jumlah karbon global agar tidak terlepas ke udara, dan mempunyai banyak fungsi lainnya bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat.
Selain itu, rusak-nya lahan gambut juga akan membuat kehidupan masyarakat di sekitarnya terganggu karena kehidupan sehari-hari mereka bergantung pada lahan tersebut. Lahan gambut yang rusak juga dapat mengganggu habitat satwa liar dan mengancam kelestarian keanekaragaman hayati.
"Habitat satwa-satwa liar juga akan terganggu, kemudian hilangnya keanekaragaman hayati. Sebenarnya cukup banyak masalahnya kalau misalnya gambut itu dirusak," kata Iola.
Da berharap melalui pameran dan diskusi ini dapat menyuarakan keresahan para aktivis lingkungan tentang pentingnya lahan gambut.
Dalam diskusi tersebut, Lola juga menyerukan agar seluruh pemangku kebijakan bisa memproduksi peraturan yang pro terhadap perlindungan ekosistem gambut dan bisa disosialisasikan lebih lanjut secara proaktif kepada seluruh publik secara luas. (M-3)