Memasuki ruang serba gelap dengan tata cahaya merah, Media Indonesia disambut sebuah sumur tua yang diselimuti sarang laba-laba. Tidak jauh dari sumur tersebut, ada sebuah tenda yang bergerak-gerak. Saat didekati, ternyata muncul sosok pocong di dalamnya.
Sensasi kengerian horor itu, tidak berhenti di situ. Di ruang pojok, ada komplek kuburan yang dingin, dipenuhi bunga tujuh rupa yang membuat bulu kuduk berdiri. Ditambah ada suara-suara aneh yang terdengar.
Itu adalah gambaran kehororan dari pameran wahana Merinding di Spotify yang berlokasi di Ashta District 8, Jakarta Selatan. Wahana yang dibuka dari tanggal 27 hingga 30 Oktober tersebut menyajikan instalasi yang diterjemahkan dari enam kisah siniar (podcast horor) eksklusif platform Spotify.
Enam kisah horor yang ada di wahana Merinding di Spotify adalah Bisikan dalam Sumur dari Do You See What I See, Diintip Hantu Saat Camping dari Jurnalisa, Akper dari Yang Tak Terlihat, Main Jelangkung Siang-siang dari Bagi Horor, Rumah Aditya dari Jagat Arwah, dan Warung Si Mbok dari Malam Kliwon.
“Pengalamannya seru. Karena kalau di rumah hantu biasanya kan cuma jump scare. Jadi cuma lewatin aja, karena ketakutan. Ini berbeda, karena pengunjung bisa menikmati, dapat pengetahuan juga karena ada informasinya,” kata salah satu pengunjung wahana tersebut, Ardhellia Vega Astary, saat dijumpai Media Indonesia di lokasi, Kamis, (27/10).
Perempuan yang akrab disapa Mega itu menilai saat ini konten hiburan horor Indonesia menjadi lebih variatif. Ditambah dengan hadirnya konten-konten siniar, menurutnya banyak kisah nyata horor yang bisa disampaiakan.
“Masyarakat Indonesia itu lebih senang dengan kisah nyata. Jadi jauh lebih menarik,” katanya.
Pemilik akun siniar Do You See What I See, Mizter Popo, mengatakan wahana Merinding bisa memberikan pengalaman baru bagi penggemar konten cerita horor. Jika selama ini mereka hanya menikmati kontennya lewat audio, dengan Merinding mereka bisa merasakan suasana horor secara imersif.
“Di sini kami juga menyediakan booth rekaman. Pengunjung bisa ceritakan pengalaman horor mereka, lalu akan kami kurasi dan diolah. Dengan memberikan efek suara, sensor, ambience, dan suara latar,” tutur Mizter Popo.
(M-4)