Empati merupakan kemampuan manusia untuk berbagi pengalaman emosional dengan orang lain. Kemampuan ini menjadi sangat penting untuk mengembangkan perilaku prososial dan menciptakan hubungan yang lebih intim dan bermakna. Dalam jangkauan yang lebih luas, rasa empati dapat menyatukan masyarakat dan membuat komunitas menjadi lebih erat.
Kemampuan kita untuk berempati bahkan telah terbukti bermanfaat bagi kesejahteraan mental dan berkontribusi terhadap kemampuan kita untuk menangani situasi yang menantang secara emosional. Sikap peduli dan penuh kasih akan kuncul karena adanya empati ini.
Sebuah studi baru-baru ini, yang diterbitkan dalam jurnal PLOS Biology menunjukkan, tidur yang nyenyak menjadi kunci seseorang bisa memiliki empati yang tinggi.
Maka, jika seseorang memiliki kualitas tidur yang buruk, kondisi itu berbanding lurus dengan berkurangnya empati.
Para peneliti dari Neuroscience Institute di University of California, Berkeley mengatakan, kurang tidur membuat kita cenderung enggan atau tidak mau membantu orang lain dan menunjukkan empati, sehingga memengaruhi interaksi sosial.
Lebih lanjut, para peneliti menempatkan sukarelawan ke dalam pemindai MRI. Sekali setelah mereka tidur delapan jam, dan sekali setelah mereka melewatkan waktu tidur malam. Mereka menemukan bahwa bagian-bagian penting dari otak yang terlibat dalam empati menjadi kurang aktif pada kondisi kurang tidur.
Seperti dilansir dari Science Focuss pada Selasa (25/10), bagian-bagian otak yang penting merupakan 'jaringan kognisi sosial' yaitu area otak yang terdiri dari korteks prefrontal, sulkus temporal tengah dan superior, dan persimpangan temporoparietal.
Jaringan ini sebelumnya telah terbukti diaktifkan ketika kita mempertimbangkan keadaan mental, kebutuhan, dan perspektif orang lain. Bukan hanya kuantitas tidur yang tampaknya berpengaruh, tetapi juga kualitasnya.
Selanjutnya, tim peneliti meminta 100 orang mencatat kualitas tidur mereka, termasuk faktor-faktor seperti berapa kali mereka bangun di malam hari, kemudian menguji kesediaan mereka untuk melakukan tugas-tugas tertentu seperti membantu menahan pintu lift untuk orang lain.
Data menunjukkan sekitar 78 persen dari peserta yang diuji cenderung tidak menawarkan bantuan setelah kehilangan waktu tidur. Mereka menemukan bahwa penurunan kualitas tidur seseorang menyebabkan penurunan yang signifikan dalam keinginan mereka untuk membantu orang lain pada hari berikutnya.
Para peneliti juga mencatat berkurangnya waktu tidur dapat menurunkan perilaku seseorang dalam beramal hingga 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa menerapkan kualitas tidur yang baik jelas sangat penting bagi kemampuan kita untuk berempati terhadap orang lain.
Selain itu, para peneliti juga meninjau 10 penelitian sebelumnya mengenai korelasi antara kelelahan profesional pada staf kesehatan dan kemampuan mereka untuk berempati. Hasilnya menunjukkan bahwa 8 dari 10 penelitian mengatakan seseorang yang mengalami burn out cenderung tidak mampu menunjukkan empati.
Studi ini juga menjelaskan ketika kita tidak mampu menjaga rasa empati diri dan kesehatan mental kita maka akan sulit menjaga hubungan dengan orang lain. Alhasil, jika ingin memiliki keinginan untuk bisa lebih banyak berempati, pastikan jangan sampai kurang tidur setiap harinya. (M-2)