Lagu Jaleuleu, tercatat ke dalam album Jaomal Kiamat dari milik Orkes Nada Kentjana. Di album itu, Jaleuleu terhimpun bersama daftar trek Jaomal Kiamat, Atjlog Bangkong, Patjublek Tjublek Uang, Hihid Kabujutan, Tjir Gobang Gotjir, Trang Trang Kolentrang (juga kemudian dibawakan White Shoes and The Couples Company di Tam Tam Buku), dan Prang Pring. Jaomal Kiamat merupakan album ketiga dari orkes pimpinan Moh Jasin, yang dirilis di bawah label Bali Records pada medio 1960-an.
Sebagai lagu tema untuk film Nana garapan Dini, tentu Jaleuleu sudah memiliki dua unsur kuat. Satu, lagu itu merupakan lagu rakyat berbahasa Sunda. Kedua, lagu itu direkam pada medio 1960-an dalam versi yang dibawakan Nada Kentjana. Film Nana, adalah film berbahasa Sunda yang juga memiliki latar waktu era 60-an.
Sejak awal, Dini memang bertekad lagu Jaleuleu harus masuk menjadi salah satu lagu tema filmnya. Direktur musik film Nana, Ricky Lionardi mengungkapkan hal itu kepada Media Indonesia. Namun, ia sempat kesulitan untuk menelusuri siapa pemilik hak cipta, pemegang lisensi karya, serta penerbitnya.
“Dari awal Dini memang datang ke saya sudah mau ada lagu itu (Jaleuleu). Yang menurut kami saat itu pun lagu ini bisa merepresentasikan dari keseluruhan film. Sampai kemudian kami coba mencari-cari soal lagu ini, izinnya dan segala macamnya. Ternyata ada di Musica. Kami dekati lah, dan mereka menyambut baik,” cerita Ricky kepada Media Indonesia saat dijumpai seusai penayangan khusus film Nana di XXI Plaza Indonesia, Jakarta, Kamis, (18/8).
Pada saat awal ditemukan Ricky, master dari Jaleuleu kondisinya sudah tidak terlalu bagus, tipikal rekaman karya lama. Saat itu, di awal-awal Ricky sempat menggunakan lagu Jaleuleu yang muncul di Youtube sebagai panduan saat mengisi scoring filmnya.
“Lalu dikasih masternya sama Musica, dan kemudian dimastering ulang dalam beberapa hari. Memang yang lebih susah itu sebenarnya menelusuri lagu ini. Kami cari ke sana ke mari, mencari siapa komposernya, karena itu lagu rakyat. Sampai kemudian bertemu dengan Musica,” sambung Ricky.
Selain Jaleuleu, beberapa lagu dari medio 60-an juga masuk menjadi lagu tema dari film Nana, seperti Sabda Alam (ciptaan Ismail Marzuki yang dibawakan Theresa Zein), Di Wadjahmu Kulihat Bulan dan Di Sudut Bibirmu (ciptaan Mochtar Embut yang dibawakan Sam Saimun).
“Dibandingkan Jaleuleu, menemukan lagu-lagu ini lebih mudah. Untuk menelusuri siapa publishernya segala macam. Lagu-lagu itu sebenarnya untuk menunjukkan periodesasi saja, yang memberikan gambaran periode zaman saat itu. Tapi, secara lirik dan mood juga harus kena. Kayak Sabda Alam itu kan sangat pas banget. Kami cuma pasang itu sebagai background saat karakter lagi ngobrol di teras. Sebagai sentilan kecil aja sedikit. Ini kan filmnya juga tentang women empowerment, dan bagaimana menggambarkan perempuan di masa itu,” lanjut Ricky.
Di luar lagu tema, Ricky menerjemahkan konsep scoring yang dimaui Dini dengan menghadirkan beberapa unsur vokalisasi seriosa sebagai isiannya. Pilihan itu diambil oleh Ricky memang untuk mengejar nuansa klasikal. Scoringnya pun digarap secara live dalam formasi chamber, dengan string quartet, satu vokal, dan klarinet.
“Menurut kami, dari musik-musik daerahnya sudah cukup kental dengan etnik Sunda. Jadi saat menggarap scoring, tidak mau terlalu tradisional. Tapi lebih ke arah klasikal. Namun saat brainstorm-nya, mau banget ada unsur vokal. Jadi lah ada seriosanya. Tapi bagaimana kemudian itu juga tidak terdengar seperti penonton sedang menonton opera. Feelingnya modern, namun dengan cara seperti opera. Nuansanya kecil, agak intim.”
Hal itu juga ditujukan untuk menerjemahkan bagaimana scoringnya tidak mengulang apa yang sudah tergambar di visual secara literal. Misal, saat ada adegan sedih, musik yang ingin dihadirkan bukanlah musik ‘cengeng.’ :"Jadi musik klasik yang bisa merepresentasikan perasaan tersebut. Tanpa harus secara literal.”.(M-4)
19 August 2022, 13:27 WIB
Upaya Menemukan Jaleuleu dan Orkestra dalam Musik Nana
Fathurrozak | Weekend

Insragram Ricky LeonarduliRicky Leonardi
BERITA TERKAIT