14 December 2021, 15:57 WIB

The Untold Story: Kopassus untuk Indonesia


AM Putut Prabantoro | Weekend

Dok. Red&White Publishing
 Dok. Red&White Publishing
Kover buku "Kopassus untuk Indonesia -- Profesionalisme Prajurit Kopassus".

Karena merasa dipecundangi, di Merauke, Irian Barat, Belanda mengumumkan, hadiah 500 gulden bagi yang berhasil menangkap Kapten Benny Moerdani yang tengah melaksanakan Operasi Naga. Tidak hanya itu saja! Saking kesalnya, Belanda menjadikan jaket Benny Moerdani yang berhasil disita sebagai sasaran lempar pisau.

Kisah tahun 1960-an ini termuat dalam buku Kopassus untuk Indonesia – Profesionalisme Prajurit Kopassus. Buku terbitan tahun 2021 ini digagas oleh Danjen Kopassus Mayjen TNI Mohamad Hasan dan dituliskan oleh Iwan Santosa dan EA Natanegara. Tidak ada kata-kata “The Untold Story” dalam kover buku tersebut. Hanya saja kata-kata itu keluar dari Mohamad Hasan ketika bertemu di Cijantung, Jakarta Timur pada 27 November lalu.

Mohamad Hasan yang segera menjadi Pangdam Kodam Iskandar Muda (IM), Aceh, ini menuturkan bahwa buku tersebut memuat kisah tak terceritakan para komandan, komandan jenderal (danjen) dan juga para pahlawan Kopassus yang gugur di medan pertempuran. Kompilasi berbagai kisah-kisah heroik ini dikatakannya akan menjadi jejak jelas yang kelak berguna bagi para penerus dan pasukannya. 

‘Kalian adik-adik dan anak-anakku adalah penerus kami para senior yang hidup bersamamu di masa kini yang sudah lewat. Kalian semua hidup di masa kini dan masa yang akan datang,’ ungkap Jend. TNI (Purn) AM. Hendropriyono di salah satu halaman. Dengan pesan itu, dapat dipahami ketika cerita “Kopassus Masa Depan” diletakkan di bagian awal buku ini.

Penempatan kisah pasukan komando dari generasi milenial  di awal buku ini seakan ingin menegaskan bahwa “Kopassus Akan Selalu Menjadi Bagian Dari Solusi Untuk Indonesia”  masa kini dan masa depan. Oleh karenanya, regenerasi dan kaderisasi pasukan komando ini merupakan tradisi dari generasi ke generasi. Penghormatan, sebagai contoh,  tidak hanya berlaku bagi junior kepada senior, tetapi juga sebaliknya.

Ada kisah menarik digelar dalam buku ini tentang Kapten (Purn) Wardi. Atas penunjukan Kapten Sandihardjo pada tahun 1950-an, Wardi yang bintara (onder officier) diangkat sebagai salah satu dari 40 pelatih pasukan RPKAD. Pada waktu itu, pasukan RPKAD memiliki peran penting meredam gerakan radikal dan separatis yang merongrong keutuhan NKRI.

Setelah empat tahun menjadi pelatih, Wardi ingin juga menyandang brevet seperti anak didiknya. Oleh karena itu, ia pun mengikuti pendidikan dasar komando dan digambleng oleh pelatih muda dari angkatan kedua komando generasi LB Moerdani, yakni Dading Kalbuadi dkk,yang tidak lain adalah anak didiknya sendiri.

Tidak hebat, tapi terlatih

Kopassus akan selalu menjadi solusi Indonesia juga ditegaskan oleh Jenderal TNI (Pur) Agum Gumelar. Komandan Kopassus ke-13 (1993-1994) ini menegaskan, “Satuan Baret Merah harus menjadi satuan yang dibanggakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Jadilah prajurit Komando yang mencintai dan dicintai seluruh rakyat Indonesia.”

Komandan Kopassus ke-12, Letjen TNI (Purn) Tarub berujar, “Kami tidak hebat. tetapi terlatih. Semangat ini harus dipertanggungjawabkan demi keberhasilan tugas.” Oleh karena itu, selain menang tanpa harus ada pertumpahan darah, menjadi pasukan Komando berarti siap untuk diturunkan dalam operasi darat, laut dan udara. Mereka dilatih secara khusus dan ditempa latihan tempur di hutan dan gunung bersuhu ekstrem.

Sejarah panjang nama besar Kopassus diawali dari usulan Letkol Ignatius Slamet Riyadi pada 1950 yang merasa perlu dibentuk pasukan khusus. Ide itu sejalan dengan cita-cita atasannya yakni  Kolonel Alex Evert Kawilarang saat menjabat Panglima Tentara & Teritorium I/Sumatera. Hubungan erat keduanya mewujudkan gagasan pembentukan pasukan komando dengan ditandatangani surat keputusan pembentukan pasukan komando oleh Kolonel Kawilarang pada 16 April 1952. Mayor. Inf. Mochammad Idjon Dhambi, eks perwira commando didikan Inggris dan sekaligus veteran Perang Dunia II menjadi komandan pertama.

Dengan berspiritkan “Lebih Baik Pulang Nama, Daripada Gagal Di Medan Laga”, berbagai medan pertempuran ditundukkan oleh pasukan khusus. Sebut saja, DI/TII,  Aceh, PRRI, Permesta, Operasi Woyla, Operasi Tinombala, Operasi Simpang Angin, dll.

Danjen Kopassus Ke-15 (1995-1998), Letjen TNI (Pur) Prabowo Subianto mengatakan, “Keberhasilan yang telah dicapai selama ini harus dipupuk, dipelihara dan ditingkatkan dalam rangka menghadapi dinamika perkembangan situasi global, regional dan nasional yang bergulir dengan kompleksitas yang tinggi. Semua itu perlu diantisipasi dengan cepat, tepat, dan akurat dari setiap anggota Kopassus baik dalam hubungan perorangan maupun satuan. Komando !”

Memang tidak semua berjalan mulus, ada beberapa anggota Kopassus yang meninggal di medan yuda. Sebut saja, Mayjen TNI (Anumerta) IGP Danny karya Nugraha yang tewas di Papua, RA Fadillah, Mayor Inf. Tatang Sutresna, Kopda (Anumerta) Suparlan, Lettu (Anumerta) Ahmad Kirang dll, Sebagai tanda penghormatan, nama-nama mereka diabadikan di Kopassus dalam berbagai bentuk.

Nama harum Kopassus yang melegenda tidak hanya memberikan kebanggaan kepada para anggotanya, tetapi juga menjadi “kesakralan” bagi seluruh anggota termasuk purnawiranya. Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, sebagaimana dikutip dalam buku ini, mengatakan, “Saya tidak akan pernah abuse my power, karena saya percaya Tuhan telah mengatur hidup ini. Selama masih sehat dan bisa mengabdi pada pemerintah mengabdilan. Sekarang ini saya tidak mau bikin cacat, karena saya tidak mau mencederai Korps Baret Merah ini. Saya tidak akan mengkhianati Korps Baret Merat. I promise you. Sesuaikan kata dan perbuatan.”

 

Buku setebal 333 halaman in diterbitkan oleh Red&White Publishing.  Diawali  dengan “Janji Prajurit Komando”, buku ini ditutup dengan pernyataan Mohamad Hasan sebagai penggagas buku dengan mengguratkan keyakinannya bahwa bertempur dengan senjata merupakan hal biasa bagi prajurit. Akan tetapi, memenangkan pertempuran tanpa menumpahkan darah dan berhasil mencapai tujuan operasi adalah ilmu tertinggi.

Ada pesan yang sangat bijak yang juga diguratkan dalam buku ini, yakni hubungan harmonis antara alam dan pasukan komando. “Jangan Mencari Keuntungan Dari Alam, Kita Harus Bisa Mencari Manfaatnya. Alam Bisa Kita Pelihara Dan Salah Satunya Bisa Menjadi Sarana Edukasi,” tulis Hasan di halaman akhir buku ini. Penegasan ini untuk menyatakan bahwa Kopassus tidak hanya berperang melawan musuh tetapi juga menghidupkan alam dan lingkungan hidup sebagaimana dicontohkannya dalam salah satu cerita tentang “2018, Revitalisasi Telaga Saat.”

Buku ini dilengkapi dengan bar code yang dapat dipindai pembaca agar dapat mengakses langsung tautan dari YouTube. Kopassus Untuk Indonesia bukanlah buku strategi perang, tetapi lebih bercerita tentang pengalaman para tokohnya. Satu pesan inti dari buku ini dan hal itu mengingatkan pada satu ungkapan heroik, If you don't fight for what you want, then don't cry for what you lose  (Jika dirimu tidak mau bertempur untuk sesuatu yang kamu inginkan, jangan menangis jika kamu kehilangan). (AM Putut Prabantoro, Taprof Bidang Ideologi dan Sosbud Lemhannas RI. Alumnus PPSA XXI/M-2))

 

INFO BUKU:

Judul                : Kopassus Untuk Indonesia – Profesionalisme Prajurit Kopassus

Penulis            : Iwan Santosa dan EA Natanegara

Penerbit          : Red & White Publishing

Tahun Terbit   : 2021

Hal                   : 333 Hal

 

BERITA TERKAIT