24 September 2023, 15:05 WIB

Klarifikasi Hoaks, TikTok Jabarkan Faktanya


Media Indonesia | Teknologi

AFP/Patrick T. Fallon.
 AFP/Patrick T. Fallon.
Logo TikTok ditampilkan di luar kantor perusahaan aplikasi media sosial TikTok di Culver City, California, pada 16 Maret 2023.

SEJAK pertama kali TikTok dirilis di Indonesia pada September 2017, platform media sosial ini sudah digandrungi oleh berbagai kalangan, baik itu remaja, dewasa, bahkan orang tua. TikTok merupakan salah satu platform media sosial yang mengalami pertumbuhan sangat cepat, karena menawarkan fitur-fitur yang memungkinkan setiap penggunanya dapat membuat video singkat dengan musik, filter, dan beberapa animasi lain.

Selain dianggap sebagai platform hiburan, TikTok digunakan banyak orang untuk tujuan pendidikan, khususnya di bidang bahasa dan seni. Data menyebutkan Tiktok memiliki tingkat keterlibatan yang jauh lebih tinggi daripada Instagram, Snapchat, atau Facebook. Pada Januari 2020, sekitar 34% pengguna aktif memposting rata-rata satu TikTok per hari.

Di Indonesia saat ini ternyata tersebar masif misinformasi dan disinformasi seputar TikTok, sehingga perusahaan tersebut merasa perlu membuat laman khusus untuk mengklarifikasi dan meluruskan berbagai pemahaman yang tidak akurat. Mengutip dari laman https://newsroom.tiktok.com/in-id/, berikut mitos-mitos seputar TikTok yang harus diketahui dan faktanya.

Baca juga: Microsoft Ambil Alih Pembuat Gim Call of Duty

Mitos pertama ialah Project S ada di Indonesia. Faktanya, Project S tidak pernah ada di Indonesia dan perusahaan tidak punya rencana untuk memiliki Project S di Indonesia. Perusahaan tidak memiliki bisnis lintas batas dan 100% penjual di TikTok Shop memiliki entitas bisnis lokal yang terdaftar dengan nomor induk berusaha (NIB) atau pengusaha mikro lokal dengan verifikasi KTP/paspor.

Mitos kedua yaitu AS, India, Inggris melarang TikTok dioperasikan sebagai platform media sosial dan e-commerce dalam satu platform. Faktanya, TikTok Shop diluncurkan di Amerika Serikat pada 12 September 2023 dan beroperasi keduanya dalam satu platform. Di India, TikTok sudah tidak beroperasi di negara tersebut sejak 2020 dan TikTok Shop tidak pernah diluncurkan di India. Di Inggris, TikTok Shop dan TikTok dijalankan di dalam satu platform.

Baca juga: Uni Eropa Kurangi Rekor Denda Antimonopoli Intel

Mitos ketiga ialah TikTok memisahkan platform media sosial dan e-commerce di Tiongkok. Faktanya, TikTok tidak beroperasi di Tiongkok.

Mitos keempat yaitu TikTok Shop memiliki sistem logistik dan pembayaran di Indonesia, sehingga melakukan praktik monopoli bisnis. Faktanya, saat ini TikTok tidak memiliki sistem pembayaran dan logistiknya di Indonesia. Untuk logistik, perusahaan bermitra dengan layanan penyedia jasa logistik seperti J&T, NinjaVan, JNE, dan SiCepat untuk mendukung operasionalnya. Untuk sistem pembayaran, perusahaan menerima segala jenis metode pembayaran, termasuk kartu debit/kredit, dompet digital, transfer bank, dan metode pembayaran tunai.

Mitos kelima yakni TikTok tidak memiliki izin operasional e-commerce di Indonesia. Faktanya, perusahaan memperoleh Surat Izin Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (SIUP3A Bidang PMSE) dari Kementerian Perdagangan sebagaimana dimandatkan dalam peraturan perundang-undangan.

Mitos keenam, algoritma TikTok dapat berpihak pada produk-produk dari negara-negara tertentu. Faktanya, TikTok tidak mengumpulkan atau menyimpan data asal produk, sehingga perusahaan tidak memiliki kemampuan memiliki keberpihakan atau memberikan batasan pada produk-produk yang berasal dari lokasi atau negara tertentu.

Mitos ketujuh, TikTok melakukan praktik predatory pricing yang merugikan UMKM lokal. Faktanya, sebagai platform, TikTok tidak dapat menentukan harga produk. Penjual dapat menjual produknya dengan tingkat harga yang mereka tentukan sesuai dengan strategi bisnis mereka masing-masing. Produk yang sama yang dapat ditemukan di TikTok Shop dan platform e-commerce lain memiliki tingkat harga yang serupa.

Mitos kedelapan, TikTok membuat produknya sendiri dan kemudian mempromosikannya di Indonesia. Faktanya, TikTok tidak membuat produknya sendiri dalam platformnya. Perusahaan tidak berniat untuk menjadi peritel atau wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual di Indonesia. 

Walaupun marak dengan berbagai tudingan, popularitas TikTok tetap bertahan dan bahkan terus meningkat di banyak negara di seluruh dunia. Dari jumlah pengguna aktifnya yang sangat besar hingga pengaruhnya pada budaya populer, TikTok terus menjadi salah satu aplikasi media sosial yang paling digemari di dunia. (RO/Z-2)

BERITA TERKAIT