PERJALANAN metaverse sebagai teknologi baru yang digadang-gadang akan menjadi andalan di masa depan masih terus bergejolak. Selama dua tahun terakhir sejak konsep metaverse menjadi sangat populer, perwujudan metaverse seperti yang dicita-citakan para pengembangnya masih belum banyak mengalami kemajuan.
Lambatnya progres metaverse diakui Mark Zuckerberg, CEO Meta, yang menjadi salah satu pionir perusahaan pengembang metaverse global. Bulan ini, Zuckerberg mengumumkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada pegawai Meta di berbagai negara. Setidaknya 11 ribu karyawan diinfokan akan dirumahkan.
Zuckerberg mengaku terlalu optimistis akan perkembangan dunia digital. Pihaknya berasumsi pemanfaatan dunia virtual yang masif akan terus terjadi meski pandemi mereda. Karena itu, selama dua tahun belakangan, ia melakukan pengembangan besar-besaran pada Meta. Namun, perkembangannya ternyata belum berjalan sesuai dengan harapan.
“Sayang sekali semua tak berjalan sesuai dengan prediksi. Bukan hanya tren ekonomi digital yang mulai kembali menurun seperti semula, ekonomi global juga melemah, kompetisi mengetat, dan iklan digital juga menurun. Semuanya membuat pendapatan kami anjlok. Saya mengaku salah atas keputusan-keputusan yang dibuat,” ujar Zuckerberg, dalam laman resmi Meta, Fb.com, Rabu (9/11).
Meski begitu, Zuckerberg tetap meyakini potensi metaverse. Kesalahannya, menurut dia, ialah tak memfokuskan kerja perusahaan pada pengembangan infrastruktur. Karena itu, setelah perampingan sumber daya manusia, alokasi dana akan dimaksimalkan untuk mengembangkan infrastruktur, seperti aplikasi, program, hingga perangkat pendukung lainnya.
Sejak pertama mengumumkan pengembangan metaverse pada 2021, Meta memang belum banyak merilis progres terbaru. Salah satu progres besar diumumkan pada Februari 2022, Zuckerberg memperlihatkan teknologi pemanfaatan perintah suara pada metaverse yang mereka bangun.
Pada Oktober lalu, CEO Apple, Tim Cook, sempat menunjukkan pesimismenya pada konsep metaverse. Ia menilai metaverse tak memiliki konsep yang jelas dan signifikansi.
"Dalam berbisnis, saya selalu memastikan masyarakat tahu apa produk yang dibuat. Saya sangat yakin saat ini sebagian besar masyarakat tak paham apa sebenarnya metaverse itu," ujar Cook, dilansir dari Cnbc.com, Senin, (3/10).
Cook mengatakan teknologi virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) memang memiliki potensi besar dalam beberapa tahun ke depan. Namun, konsep yang dihadirkan harus jelas serta memiliki target yang signifikan dan fungsi yang strategis.
Apple diinfokan tengah menyiapkan peluncuran perangkat teknologi VR dan AR mereka pada 2023. Meski belum ada pernyataan resmi, laman-laman berita asing menyebutkan Apple akan meluncurkan aplikasi dan metaverse versi mereka sendiri untuk melengkapi perangkat VR dan AR tersebut.
Senada dengan Cook, mantan CEO Google, Eric Schmidt, juga beranggapan konsep metaverse saat ini belum jelas. Hal itu menyebabkan kebingungan di masyarakat. "Belum ada semacam kesepakatan tentang apa itu metaverse sebenarnya," ujar Schmidt.
Tren
Meski di kancah global metaverse terus mengalami pasang surut, di dalam negeri trennya justru merekah. Saat ini, berbagai perusahaan hingga lembaga pemerintah berupaya membangun metaverse versi mereka masing-masing.
Berbagai pihak juga berinvestasi pada metaverse buatan lokal. Bank Rakyat Indonesia (BRI), contohnya, mengumumkan akan berinvestasi dengan membuka cabang digital di salah satu metaverse lokal, Metaverse Indonesia. Bulan lalu, ajang Jakarta Fashion Week (JFW) ikut membuat peragaan busana digital pertama mereka lewat Metaverse Indonesia.
Pada acara G-20 di Bali, pemerintah juga secara khusus menyiapkan area pameran digital, Digital Transformasi Expo (DTE). Metaverse-metaverse lokal menjadi salah satu yang turut ditampilkan pada pameran tersebut.
Chief of Sales and Marketing WIR Group, Gupta Sitorus, mengatakan, meski berbagai gejolak di ranah global, ia tetap optimistis pengembangan metaverse di Indonesia akan berjalan progresif. Saat ini, konsep besar Metaverse Indonesia yang mereka kembangkan diklaimnya terus mengalami kemajuan.
"Di G-20, WIR Group menghadirkan Nusameta Pavillion yang menampilkan prototipe Nusameta, ekosistem metaverse yang merupakan representasi dari Indonesia secara digital yang dikembangkan dengan kearifan lokal," ujar Gupta ketika diwawancarai Media Indonesia, Kamis (17/11).
Ia yakin, teknologi digital, termasuk metaverse, akan memiliki peran esensial bagi kehidupan masyarakat, terlepas dari dinamika yang saat ini terjadi.
Butuh perjuangan
Associate Professor School of Economic and Business Telkom University, Andry Alamsyah, mengatakan pengembangan metaverse bukan hal mudah. Pengembangnya harus bisa menciptakan sebuah komunitas yang aktif di dalamnya. Untuk bisa mewujudkan itu, dibutuhkan ketersediaan teknologi yang mumpuni, terjangkau, dan konten yang beragam.
"Jadi, memang idenya sudah ada dan luar biasa, tapi konten dan teknologinya masih mahal dan tak bisa terlalu cepat dikembangkan," ujar Andry ketika dihubungi, Selasa (15/11).
Andry mengatakan pembuat konten untuk metaverse masih sangat minim. Sejauh ini konten-konten yang sudah hadir di berbagai jenis metaverse juga masih belum sesuai dengan ekspektasi banyak orang.
"Belum benar-benar imersif, masih banyak kagoknya, masih belum mendekati realitas. Jadi, wajar kalau perusahaan pengembang metaverse seperti Meta melemah karena sudah membuat konsep besar, banyak program, dan sebagainya, tapi ternyata adopsinya lama," tutur Andry.
Meski diakuinya masih memiliki banyak ganjalan, konsep metaverse dan pemanfaatan teknologi VR/AR dan artificial intelligence (AI) ialah sebuah keniscayaan. Dalam beberapa tahun ke depan, pemanfaatan teknologi-teknologi tersebut diyakininya akan semakin masif di berbagai bidang.
"Jadi, sebenarnya kalau konsep besar metaverse-nya masih akan melesat. Saya yakin big company seperti Apple, Microfost, dan Google itu pada akhirnya akan merujuk ke metaverse," tuturnya.
Di dalam negeri, Andry yakin teknologi metaverse di dalam negeri akan bisa bertahan asalkan pengembangnya memiliki target yang relevan dan strategis. Misalnya, mereka memfokuskan pembuatan teknologi metaverse dengan VR/AR untuk bidang-bidang spesifik.
"Fokus ke membuat simulasi-simulasi dengan teknologi VR yang dibutuhkan berbagai lembaga. Misalnya untuk sekolah, kesehatan, dan kepolisian. Itu kebutuhannya akan terus bertumbuh karena pemanfaatan teknologi VR ini akan terus meningkat. Nantinya kalau sudah matang dan siap, baru diluaskan untuk aktivitas masyarakat yang lebih umum," pungkas Andry. (CNBC /M-2)