02 September 2022, 20:57 WIB

Ada Predator Seksual di Ruang Digital, Edukasi dan Pendampingan pada Anak Diperlukan


Mediaindonesia.com | Teknologi

Freepik.com
 Freepik.com
Ilustrasi mendampingi anak gunakan internet

PERKARA pelecehan seksual kini makin merebak dan seringkali menjadi isu yang viral di media sosial. Tidak hanya orang dewasa tetapi hal ini turut menimpa anak-anak. Dengan demikian, pentingnya edukasi kepada masyarakat terkait bentuk dan jenis pelecehan seksual di ruang digital agar para korban sadar bahwa hal yang terjadi kepada dirinya termasuk ke dalam kategori pelecehan seksual.

Hal itu mengemuka dalam webinar bertajuk  “Jaga Dirimu dari Pelecehan Seksual di Ruang Digital” di Makassar, Sulawesi Selatan, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi 

Dosen PKTTYME Universitas Tujuh Belas Agustus Semarang Andhika Nanda Perdhana menjelaskan, sesuatu hal dapat dikatakan sebagai pelecehan seksual apabila tindakan-tindakan yang berkaitan dengan kebutuhan seksual tidak dilakukan atas dasar kesukarelaan sehingga menimbulkan permasalahan dan keresahan.  

Tidak hanya itu Andhika turut menuturkan bentuk dan jenis pelecehan seksual di ruang digital, diantaranya yaitu cyber stalking, cyber harassment, sexting, non-consensual dissemination of intimate images, body shaming, dan scammer. 

“Penting untuk mengenali berbagai bentuk pelecehan-pelecehan seksual di ruang digital agar dapat segera melaporkan apabila seseorang menyadari dirinya tengah menjadi korban dari tindakan pelecehan seksual di ruang digital,” ujar Andhika. 

Dosen Fakultas Psikologi Universitas YARSI Nuri Sadida mengungkapkan, dampak pelecehan seksual bagi korban, baik secara kesehatan fisik dan mental maupun kehidupan sehari-hari, salah satu yang memengaruhi kehidupan sehari-hari yakni seperti menarik diri dari pergaulan. 

Terdapat juga dampak yang ditimbulkan bagi pelakunya meliputi terganggunya konsentrasi, menormalisasi tindakan kekerasan seksual, dan mengganggu kualitas hubungan dengan orang-orang terdekat.

Baca juga : Developer Indonesia Mampu Kembangkan Inovasi Teknologi Blockchain

“Faktor yang mempengaruhi besarnya dampak pelecehan seksual digital adalah sebagai berikut. Pertama, perbedaan gender, dimana dampak terhadap perempuan lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki. Kedua, karakteristik permisif. Ketiga, frekuensi terpapar stimulus seksual online. Terakhir, kualitas kedekatan hubungan dan frekuensi interaksi pelaku dan korban," kata Nuri.

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pejuang Republik Indonesia Husnul Hidayah menekankan apabila modus grooming kebanyakan memakan korban anak-anak di bawah umur. Modus yang dilakukan adalah pelaku menggunakan akun palsu dengan mengatasnamakan orang yang familiar dengan korban lalu ia sering menarik simpati dan perhatian dari korban. 

Setelah hubungan keduanya sudah dekat, pelaku mulai beraksi dengan meminta foto atau video cabul dengan cara yang sopan maupun penuh ancaman. 

“Agar dapat melawan pelecehan seksual di era digital, pengguna media digital harus lebih berani speak up apabila mengalami tindak pelecehan seksual, harus memahami cara berinternet dengan aman, melindungi privasi diri sendiri dan menghindari konten yang berkaitan dengan pornografi,” pesannya.

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. 

Kegiatan itu khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Sulawesi dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0. 

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan pada kebutuhan masyarakat. (RO/OL-7)

BERITA TERKAIT