02 January 2023, 14:21 WIB

PSSI Dikritik Usai Lalai Jaga Kelancaran Laga Indonesia vsThailand


mediaindonesia.com | Sepak Bola

Antara
 Antara
Kantor PSSI di Senayan, Jakarta

PENGAMAT sepak bola nasional Rikki Daulay menyoroti pernyataan Ketua Umum PSSI Mochammad Iriawan yang mengaku lalai mengawal skuat Thailand dari aksi kekerasan di area Stadion Gelora Bung Karno saat berhadapan dengan Timnas Indonesia di laga lanjutan Piala AFF 2022, beberapa waktu lalu. 

Menurutnya, PSSI tidak belajar dari tragedi Kanjuruhan yang mengorbankan 135 nyawa. PSSI disebutnya tetap lalai sehingga muncul aksi kekerasan serupa yang menimpa pemain Thailand. 

Rentetan aksi kekerasan dalam sepak bola Indonesia, kata Rikki Daulay, merupakan kelalaian PSSI yang terus diulang. Masalahnya terletak dari pimpinan di tubuh PSSI yang diisi orang yang tidak profesional. 

“Saya lebih setuju dengan kalimat kelalaian. Saya berpendapat PSSI itu lalai sehingga banyak terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Kenapa bisa lalai? Karena PSSI belum diisi kalangan profesional,” kata Rikki Daulay lewat keterangan tertulis, Senin (2/1).

Menurut mantan pemain Persikota Tangerang itu, aksi kekerasan dalam sepak bola Indonesia sudah sering terjadi. PSSI, sebagai penanggung jawab utama sepak bola Indonesia, harusnya mengetahui hal tersebut dan bisa meminimalisasi kejadian-kejadian tersebut agar tidak lagi terulang.

“Memang tidak mudah mengontrol semua aksi supporter, tetapi harusnya itu sudah bisa diminimalisir. Minimal ada skenario mitigasi kerumunan supporter,” ucapnya.

Untuk itu, Rikki Daulay sepakat dengan desakan publik agar dilakukan revolusi total kepada organisasi dan khususnya pengurus PSSI sekarang. Sebab, ia ragu perubahan yang signifikan dapat terwujud apabila orang-orang yang mengurus sepak bola di Indonesia ke depannya adalah orang-orang yang sama yang mengabaikan standar keselamatan dan keamanan sebelumnya.  

“Sudah sangat layak PSSI direvolusi total secara menyeluruh, agar sepakbola Indonesia tidak identik dengan kerusuhan dan jatuhnya korban,” tegasnya.

Dilanjutkan Rikki, sebelum aksi kekerasan dalam sepak bola Indonesia ini terjadi di kasus Kanjuruhan Malang hingga pelemparan bus pemain Timnas Thailand, aksi serupa juga sudah terjadi sejak lama seperti yang kejadian di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, dengan suporter masuk ke lapangan dan merusaki fasilitas lapangan. 

Aksi ini tidak menelan korban jiwa atau korban luka, tetapi aksi-aksi semacam ini harusnya sudah bisa dipetakan atau dimanilisasi oleh PSSI agar tidak terulang ke depan. Namun, hal itu tidak mampu dilakukan oleh PSSI hingga terjadi lagi di Stadion Kanjuruhan Malang yang menelan 135 korban jiwa, dan pelemparan bus pemain Timnas Thailand di area stadion GBK.

“Aksi di kandang Persebaya dan Kanjuruhan, menurut saya, distimulus oleh hal yang sama, yakni tim tuan rumah kalah dengan tim tamu, sehingga supporter tuan rumah mengamuk. Untuk itu, perlu sosialisasi edukasi terhadap supporter tim untuk menegakkan fairplay,” ujarnya.

“Dan ini tugas utama PSSI untuk mengedukasi para supporter. Serta dengan pola seperti diatas, PSSI harus lebih menyiapkan skenario yang lebih baik lagi untuk penanganan supporter tuan rumah yang mengamuk jika timnya kalah,” jelasnya. 

Untuk itu, rentetan kejadian kekerasan di sepak bola Indonesia selama ini bukan saja terjadi di kepengurusan PSSI saat ini, tetapi sudah lama dan itu belum bisa diselesaikan. (RO/OL-1)

BERITA TERKAIT