08 November 2022, 19:39 WIB

Syarat Kompetisi Dilanjutkan: Tuntaskan Tragedi Kanjuruhan


Akmal Fauzi | Sepak Bola

Antara
 Antara
Ilustrasi

KELOMPOK suporter dan DPR RI mendesak Polri mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan sebelum kompetisi Liga 1 digelar kembali. Polri diminta untuk menjerat tersangka lain yang bertanggung jawab atas tragedi yang menyebabkan 135 jiwa meninggal dunia.

Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi X DPR RI bersama perwakilan suporter di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (8/11). 

Polisi sebelumnya telah menetapkan enam orang sebagai tersangka terkait tragedi Kanjuruhan. Mereka dianggap bertanggung jawab atas tragedi yang terjadi setelah dihelatnya pertandingan Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10).

Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda menjelaskan, UU Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan belum maksimal diterapkan dalam insiden di Kanjuruhan. Menurutnya, sejak UU itu disahkan pada Februari 2022 lalu, belum terlihat penerapan sanksi terhadap tragedi meninggalnya suporter sepak bola di Indonesia. 

Padahal aturan soal suporter juga tertuang dalam Pasal 55 UU Keolahragaan, mulai dari peran hingga hak-haknya. Dalam aturan itu, suporter berhak mendapat perlindungan hukum, baik di dalam maupun di luar pertandingan olahraga.

Selain itu, Syaiful Huda juga menilai PSSI sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kompetisi sepak bola di Indonesia. Hal itu tertuang dalam pasal 50 ayat 1 yang menyebut Induk Cabang Olahraga bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan kejuaraan olahraga tingkat internasional, nasional dan wilayah.

Sementara dalam Pasal 103 ayat (1) dijelaskan ancaman pidana dua tahun dan denda Rp1 miliar bagi penyelenggara kejuaraan olahraga yang tidak memenuhi persyaratan teknis kecabangan, kesehatan, keselamatan, ketentuan daerah setempat, keamanan, ketertiban umum, dan kepentingan publik.

Syaiful menjelaskan, saat ada dua orang kelompok suporter Persib Bandung, Bobotoh meninggal dunia pada Juni lalu di Bandung karena berdesakkan. Namun, UU Keolahragaan tidak ditetapkan padahal ada ancaman pidana di dalamnya. Hal itu kembali terjadi saat tragedi Kanjuruhan.

"Tidak ada penegakan dari Undang-undang yang sudah ditetapkan ini.  Termasuk dalam kasus Kanjuruhan saya minta ini ditegakkan. Karena di dalam UU itu jelas dijelaskan siapa yang bertanggung jawab, dan ada pidana di sana. Saya merasa UU itu sampai hari ini belum ditegakkan untuk merespon peristiwa Kanjuruhan," kata Syaiful.

Syaiful mendorong agar ada perbaikan tata kelola dari PSSI untuk kompetisi sepak bola di Indonesia. Syaiful meminta agar kompetisi Liga 1 tidak digulirkan sebelum ada perubahan.

Hal yang sama diungkapkan Ketua Umum The Jakmania, Dicky Sumarno. Menurutnya, kelompok suporter sudah kehilangan kepercayaan terhadap perangkat pertandingan kompetisi. Dicky meminta agar ada perubahan tata kelola kompetisi sebelum digulirkan kembali kompetisi Liga 1.

"Kami juga berharap Komisi X berkoordinasi dengan Komisi III untuk usut tuntas tragedi ini. Kita jangan bicara sepak bola jalan dulu kalau memang usut tutuntas ini masih seperti. Ini sangat bahaya. Mereka harus bertanggung jawab," kata Dicky.

Perwakilan Aremania, Sam Dindin mengatakan, tim gugus tugas atau Task Force transformasi sepak bola nasional yang dibentuk PSSI dan pemerintah harus membuat jaminan agar tragedi Kanjuruhan tidak terulang kembali.

"Persoalannya ini ada di sistem pembinaan keolahragaan. Kalau mau menggelar segera kompetisi tentu kami suporter sangat ingin ke tribun. Tapi persoalannya bukan kami ingin dan tidak ingin, persoalannya siapa yang akan menjamin tidak akan terulang kembali," ujarnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengatakan Komisi X akan meminta masukan suporter ini masuk dalam pembahasan tim Gugus Tugas Transformasi sepak bola nasional. "Kami akan kawal masukan suporter ini," ujarnya. (OL-8)

BERITA TERKAIT