O, Switzerland!
Hamparan danau sejauh mata memandang
rumah-rumah di lembah dan pebukitan
padang rumput, hutan pinus, serta lahan
hijau pertanian buat mataku enggan
berkedip sepanjang perjalanan kereta
dari Lausanne ke Interlaken.
O, negeri kecil di kaki Alpen
elok nian kau tata dirimu dari pusat
perkotaan hingga sudut pedusunan
kau memberi ekosistem yang nyaman
dan rakyat hidup berlimpah kemakmuran.
O, negeri kecil yang melampaui imaji
masa kanakku tentang keindahan
kau pupus lelahku, basahi jiwaku
setelah perjalanan panjang.
O, negeri kecil Switzerland!
Pesona alammu dan kesungguhanmu
merawat anugerah Tuhan, jauh lebih indah
dari cerita yang pernah kudengar.
Lausanne, Agustus 2023
Menara Eiffel
Di sepertiga abad kedua usiamu ini
kau masih saja kokoh berdiri
orang-orang datang dan pergi
yang pernah singgah kini tak kau lihat lagi,
yang kemarin pulang mungkin takkan kembali.
Para penjual miniatur berganti-ganti generasi
dan Gustave Eiffel, lama tak berkabar lagi
Seine dan gigil musim dingin jadi teman abadi.
Di sepertiga abad kedua usiamu ini
beratus musim telah kau lalui
didera angin sepanjang hari
ditusuk dingin dan sengat matahari
namun masih saja kokoh berdiri.
Seakan ingin terus jadi saksi
kefanaan hidup manusia
dalam rahasia mautnya
sendiri-sendiri.
Paris, Agustus 2023
Mataku enggan berkedip sepanjang perjalanan kereta dari Lausanne ke Interlaken.
Berkawan Maut
Jangan takut mendekap maut sekarang
sebab ia takkan terlambat atau lekas datang
meski berulangkali kau rapalkan
ia adalah tenggat waktu yang lekat di badan
sejak ruh ditiupkan.
Lebih baik berkawan dengan maut sekarang
karena dengan begitu, ia akan mengajarimu
tentang apa yang perlu dipersiapkan
sebelum ia jadi tamu tak diundang.
Banyak mengingat maut
membuat hati jadi lembut
luruh rasa cemas dan takut
pada segala yang bikin jiwa mengkerut.
Tengoklah para kesatria itu:
mereka yang syahid di medan perang,
sabar dalam kesempitan, ikhlas berbagi
di tiap kesempatan, selalu bermuhasabah
di keheningan malam, atau mereka
yang menahan langkah, kecuali untuk kebajikan.
Betapa cerdas! Menukar kefanaan dengan keabadian,
memilih maut dalam senyuman Tuhan.
Bogor, Agustus 2023
Penjajah dan Penghianat
Menyusuri kota-kota di Belanda
terbersit rasa heran di benakku:
ini negeri cuma sepertiga luas Jawa,
mengapa dulu menjajah begitu lama?
Di taman Kota Amsterdam
kuhapus pelan-pelan sisa dendam
atas luka tiga setengah abad kelam.
Sebab mereka yang hidup kini
bukanlah pemikul beban masa silam,
pun karena penjajahan itu sendiri
tak semata ulah musuh dari luar,
melainkan selalu ada penghianat
yang menikam dari dalam.
Kulirihkan doa dan suratulfatihah
tuk mereka yang berjasa
membebaskan negeriku dari penjajah.
Pulang ke negeri tercinta
rasa sesak membuncah di dada
sekomplotan penghianat berwajah beda
kulihat berseliweran di mana-mana.
Mereka obral lahan, tambang, kebijakan
dan apa saja pada sesiapa
yang mau turuti nafsu angkaranya.
Si penjajah pun kini tak lagi tenteng senjata,
mereka cukup datangi para penguasa
yang bersedia mencekik batang leher rakyatnya.
Amsterdam-Jakarta, Agustus 2023
Baca juga: Cerita dan Utopia di Batavia
Baca juga: Puisi-puisi Konstantin Simonov
Baca juga: Feminitas Abadi dalam Puisi Alexander Blok
Zahid Ilyas, dosen dan penulis lepas. Tulisannya berupa opini, kolom, cerpen, dan puisi pernah dipublikasikan di sejumlah surat kabar nasional dan daerah serta media daring. Sehari-hari bekerja sebagai dosen mata kuliah epidemiologi di Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis, Institut Pertanian Bogor. Ilustrasi header: Wiwik Oratmangun, A Day in The Village of Switzerland (2021), cat akrilik pada kanvas, 60 x 80 cm. (SK-1)