30 August 2023, 17:00 WIB

Puisi-puisi Syafiq Rahman


Sajak Kofe | Sajak Kofe

Ilustrasi: Theresa-Anne Mackintosh
 Ilustrasi: Theresa-Anne Mackintosh
    

Ilustrasi: Theresa Mackintosh

Kekasihku

Dik, kau adalah buku-buku 
yang kubaca sebelum jelang kesepian 
kupahami ceritamu serupa karang laut 
tabah bentuknya menolak kehancuran.

Sedang kepiluan kau tawarkan
kukubur rapat ke dalam tanah 
biar suatu waktu ia meledak 
jadi pasir tak terhitung jumlah. 

Cukup aku saja yang mencintaimu
agar kubaca sampai halaman terakhir
setelah itu akan kuceritakan pada ibu;
kita ialah kisah yang dirancang Tuhan 
sebagai sepasang aktor di muka bumi. 

Jogja, Juli 2023


Di Bibirmu

Di bibirmu, 
kucatat setiap kalimat 
simpan dalam ingatanku
sebagai pekerjaan penting
yang tak bisa ditinggalkan. 

Di bibirmu, 
aku menyukai suara-suaramu
yang menyentuh lembut dadaku
menjadi lagu-lagu yang kerap kuputar
apabila kesepian meraba-raba ingatanku.

Di bibirmu
ketika kau berkata; hancurlah batu-batu
meretakkan kaca-kaca 
termasuk gugur pohon di tempat lain 
mengundang gemuruh topan;
lantas ingin kucium keningmu
menyudahi malapetaka.

Dan kelak di bibirmu 
kuingin mendengar suaramu
dari alunan amin doa-doaku. 

Jogja, Juli 2023


Dalam Mimpi Kurayakan Memilikimu

Tuhan, jika bersama perempuan itu 
ialah melawan sebuah kemustahilan 
maka tidurkanlah aku melebihi ashabulkahfi 
agar kurayakan memiliki dia dalam mimpiku. 

Kegagalan mencintai serupa gerimis kecil 
jatuh berkali-kali mengundang petir 
mungkin akan datang bencana besar 
bawa duka untuk kuurus berhari-hari. 

Dalam mimpi kurayakan memilikimu 
meski benda-benda tak dapat kita sentuh 
selain abu-abu pada ruang menebal 
mengubur tubuhku pelan-pelan 
tak apa kekasih, temani lelap tidurku 
yang bertahun-tahun di gua lain. 

Jogja, Juli 2023 


Kupahami ceritamu serupa karang laut tabah bentuknya menolak kehancuran. 


Tangisan Perempuan

Mendengar tangismu  
kepenyairan ini takluk 
tunduk pada bahasa apapun 
buku-buku terbakar dan 
huruf-huruf berjatuhan di kepala 
segala, tiba-tiba kacau. 

Mendengar tangismu 
aku khawatir angin kehilangan riuh
daun-daun gugur dari reranting
matahari berhenti merangkak
sebab, bila kau mengucur kepedihan 
benda-benda lain terkutuk hancur. 

Biarkan kuteguk saja tetes air mata 
sebab jika mencintai ialah kehancuran 
aku sanggup binasa sia-sia mencintaimu. 

Jogja, 24 Juli 2023


Wujud Cinta

Jika kau api
aku adalah panasnya

Jika kau sungai
aku adalah arusnya

Jika kau matahari
aku adalah sinarnya

Jika kau suara
aku Adalah bunyinya

Jika kau rumah
aku adalah penghuninya

Jika kau pohon 
aku adalah buahnya

Jika kau ladang
aku adalah tanamannya

Jika kau Tuhan
aku adalah hamba-Nya

Karna mencintaimu
aku bisa berwujud apapun.

Jogja, Juli 2023


Baca juga: Sajak-sajak Shabrina Adliah
Baca juga: Sajak-sajak Inggit Putria Marga
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia

 

 

 


Syafiq Rahman, pemuisi, lahir di Sumenep, Jawa Timur, 22 Agustus 2002. Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bergiat menulis di Majelis Sastra Mata Pena (MSMP). Puisi-puisinya disiarkan di berbagai media massa. Ilustrasi header: Theresa-Anne Mackintosh, Eye of our storms, cat minyak pada kanvas, 75 x 950 cm (dua panel), 2021. (SK-1) 

BERITA TERKAIT