Ilustrasi: Theresa Mackintosh
Kekasihku
Dik, kau adalah buku-buku
yang kubaca sebelum jelang kesepian
kupahami ceritamu serupa karang laut
tabah bentuknya menolak kehancuran.
Sedang kepiluan kau tawarkan
kukubur rapat ke dalam tanah
biar suatu waktu ia meledak
jadi pasir tak terhitung jumlah.
Cukup aku saja yang mencintaimu
agar kubaca sampai halaman terakhir
setelah itu akan kuceritakan pada ibu;
kita ialah kisah yang dirancang Tuhan
sebagai sepasang aktor di muka bumi.
Jogja, Juli 2023
Di Bibirmu
Di bibirmu,
kucatat setiap kalimat
simpan dalam ingatanku
sebagai pekerjaan penting
yang tak bisa ditinggalkan.
Di bibirmu,
aku menyukai suara-suaramu
yang menyentuh lembut dadaku
menjadi lagu-lagu yang kerap kuputar
apabila kesepian meraba-raba ingatanku.
Di bibirmu
ketika kau berkata; hancurlah batu-batu
meretakkan kaca-kaca
termasuk gugur pohon di tempat lain
mengundang gemuruh topan;
lantas ingin kucium keningmu
menyudahi malapetaka.
Dan kelak di bibirmu
kuingin mendengar suaramu
dari alunan amin doa-doaku.
Jogja, Juli 2023
Dalam Mimpi Kurayakan Memilikimu
Tuhan, jika bersama perempuan itu
ialah melawan sebuah kemustahilan
maka tidurkanlah aku melebihi ashabulkahfi
agar kurayakan memiliki dia dalam mimpiku.
Kegagalan mencintai serupa gerimis kecil
jatuh berkali-kali mengundang petir
mungkin akan datang bencana besar
bawa duka untuk kuurus berhari-hari.
Dalam mimpi kurayakan memilikimu
meski benda-benda tak dapat kita sentuh
selain abu-abu pada ruang menebal
mengubur tubuhku pelan-pelan
tak apa kekasih, temani lelap tidurku
yang bertahun-tahun di gua lain.
Jogja, Juli 2023
Kupahami ceritamu serupa karang laut tabah bentuknya menolak kehancuran.
Tangisan Perempuan
Mendengar tangismu
kepenyairan ini takluk
tunduk pada bahasa apapun
buku-buku terbakar dan
huruf-huruf berjatuhan di kepala
segala, tiba-tiba kacau.
Mendengar tangismu
aku khawatir angin kehilangan riuh
daun-daun gugur dari reranting
matahari berhenti merangkak
sebab, bila kau mengucur kepedihan
benda-benda lain terkutuk hancur.
Biarkan kuteguk saja tetes air mata
sebab jika mencintai ialah kehancuran
aku sanggup binasa sia-sia mencintaimu.
Jogja, 24 Juli 2023
Wujud Cinta
Jika kau api
aku adalah panasnya
Jika kau sungai
aku adalah arusnya
Jika kau matahari
aku adalah sinarnya
Jika kau suara
aku Adalah bunyinya
Jika kau rumah
aku adalah penghuninya
Jika kau pohon
aku adalah buahnya
Jika kau ladang
aku adalah tanamannya
Jika kau Tuhan
aku adalah hamba-Nya
Karna mencintaimu
aku bisa berwujud apapun.
Jogja, Juli 2023
Baca juga: Sajak-sajak Shabrina Adliah
Baca juga: Sajak-sajak Inggit Putria Marga
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Syafiq Rahman, pemuisi, lahir di Sumenep, Jawa Timur, 22 Agustus 2002. Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bergiat menulis di Majelis Sastra Mata Pena (MSMP). Puisi-puisinya disiarkan di berbagai media massa. Ilustrasi header: Theresa-Anne Mackintosh, Eye of our storms, cat minyak pada kanvas, 75 x 950 cm (dua panel), 2021. (SK-1)