Ilustrasi: Oesman Effendi
Induk
Cahaya surya melingsir
di antara anyaman lontar
terdengar tangis dan lapar
dari bibir kecil yang getir
Pelamun diarak ke pelaminan
ibu enggan mau merugi
dan bapak yang takut bertaruh
kiamat kecil masa depan nafsi
Semangat muda kandas
terbakar bersama kayu di tungku
mimpi ditanak bersama butiran beras
disuapi ke mulut-mulut yang selalu lapar
malam kita akhiri dalam sesuap nasi hangus
Kupang, 1 Mei 2023
Lamun
Bila nanti kita bertemu
di bahu jalan yang sama
dengan langkah tak seirama
jangan menyapaku seperti tamu
Kebersamaan jemu
dalam kegembiraan semu
keseharian kita mulai jenuh
bahkan ruang dada penuh
dengan jemari; tak perlu menyentuh
jika rasa kita tak menentu
Kupang, 23 Mei 2022
Tertulang
Wong cilik...
kenyataan pahit bagi yang benar
keuntungan bagi manipulator
siapa kecil dan siapa besar
begitu rancu maknanya
hingga perempuan bermandi emas
bisa duduk menunggu antrian
komoditas yang dijajakan
oleh para pemulung suara
dulu miskin bercita-cita kaya
kini berjuang tuk diaku miskin
Ketika negara berusaha merubah
si empunya menipu seperti rubah
negara sedang berjalan mundur
karena kejujuran yang kendur
siapa lagi yang mau belajar
jika tak ada penghargaan
siapa mau berjuang demi masa depan
jika digagalkan karena belum miskin
Pada akhirnya negara ini
merosot ekonomi dan minim moralitas
terbatas dalam setiap lipatan kertas
Kupang, 8 September 2021
Manusia dibatasi usia dalam usaha yang sia-sia. Ada harapan tersisa meski selalu saja tersisihkan.
Gadis Sawi
Di dalam kantong kresek
kau menenteng hari esok
berpindah pintu ke pintu
berharap hasil yang tak tentu
Jauh semakin jauh
hingga kian menjauh
kerikil bebatuan jauh
lebih baik dari bantuan
kelaparan jadi tamparan
bangun dan terus berjalan
Kupang, 18 Agustus 2022
Kala Bercerita
Kematian itu gamang
hidup bagai di ambang
kisah ini cepat selesai
cerita itu tak pernah usai
manusia dibatasi usia
dalam usaha yang sia-sia
ada harapan tersisa meski
selalu saja tersisihkan
Tanyakan Gie, siapa yang lebih beruntung?
baru lahir dan mati
muda dan mati
atau tua dan mati?
Sebelahku pemuda
semua harapan
banyak kesempatan
terhimpit kematian
di depanku tetua
nihil harapan
hidup bukan miliknya
terpelihara kehidupan
Siapakah paling beruntung;
mereka yang singkat ceritanya
atau yang tak pernah bercerita?
Ini hidup tak beda dari ironi
tak jauh dari keajekan takdir
tak usah kita bermain angka
Kupang, 3 Juli 2023
Baca juga: Puisi-puisi Anam Mushthofa
Baca juga: Puisi-puisi Yustinus Jehamun
Baca juga: Puisi-puisi Dien Wijayatiningrum
Defrida Suzana Lukuaka, lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur, 2 Desember 1994. Menulis puisi, artikel, dan karya jurnalistik. Alumnus program studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Nusa Cendana (2018). Karya-karya, baik puisi maupun prosa tersiar di sejumlah media digital. Kini, bergiat dan bekerja sebagai penulis lepas di Kupang. Ilustrasi header: Oesman Effendi (1919-1985), Untitled, 92 x 126 cm, Koleksi Galeri Gajah. (SK-1)