Ilustrasi: Karmentyev
Serikat dan Sarikat
: Kepada Semaoen
Hilang takut hilang usia
kau melaju di jalan perjuangan
tak gentar menghadap Belanda
jiwamu merdeka di usia belia
bersarikat dengan Tuhan
dan kepingan-kepingan suara:
lawan!
Nalarmu serdadu perang
kabar yang kau unggah
penyeru semangat kebangkitan
dari akar yang dalam
tumbuh memugar jiwa juang
meskipun akhirnya
kau pulang tanpa punya serikat
Lampung, Agustus 2022
Ada Apa dengan Hujan?
Hujan enggan meninggalkan langit
tapi tanah rindu kepedihan
dari tangisan rumput-rumput liar
Hujan benar-benar ingin pulang
tetapi langit mereksa
memaksa tinggal
Lalu tiba-tiba hujan jatuh
tersungkur dengan tubuh luka-luka
rambutnya basah
Jalanan iba, dipeluknya hujan
dengan debu debu dan kenangan
Lampung, Agustus 2022
Membaca Museum
Di museum itu
catatan-catatan dirawat
hingga lahir goresan baru
waktu diukir pada memorabilia
kenangan disadur pada kotak kaca
dan cerita-cerita dikisahkan tanpa suara
Di museum itu
kepingan sejarah terurai
menjadi kepingan puzzle
yang harus kau rangkai
menjadi cerita utuh
tuk kau ajarkan kepada anak-cucumu
Di museum itu:
adakah kau dengar batu-batu itu bercerita?
adakah kau lihat lukisan itu bersedih?
adakah kau rasakan rahasia sedang dibuka?
Lampung, Agustus 2022
Kau melaju di jalan perjuangan tak gentar menghadap Belanda dan jiwamu merdeka di usia belia.
Istirahat Dulu, Ya!
Setelah ini, istirahatlah dulu
simpan diksi di kantong kecil bajumu
kelak jika engkau sudah siap
kau bisa mengutipnya satu per satu
Kau perlu menarik langkah sejengkal
lalu berhenti seraya rebahkan dirimu
kita akan mulai ketika semesta punya waktu
Kau tak perlu muluk-muluk
semua lajur untuk pulang sudah dibuka
rumah yang nyaman menantimu
istirahat dulu, ya!
Bandar Lampung, November 2022
Pesan Kepada Hujan
Kepada hujan, yang turun menunggu musim
sambil sesekali mengganggunya
kuberi tahu sesuatu
ihwal mendung pagi tadi
yang sebenarnya tak menginginkanmu
Kepada hujan, yang bercerita kepada angin
tentang suara parau gemuruh
yang ia cintai, serta petir yang sungguh
begitu ia rindukan
kuperdengarkan kau, doa anak perempuan
yang meminta hujan turun tanpa guntur
supaya ia bisa berhujan-hujanan
Lampung, Februari 2022
Nasib Kata
Aku kembali ke sudut perpustakaan
pojok yang tak pernah sepi
oleh kata-kata yang menyuarakan
nasibnya dalam buku yang mulai renta
Kutemukan dirimu dalam beberapa puisi
aku membacanya lalu kau pergi
Kugali liang kubur pada bait
kupendam dalam kata-kata di sini
tempatmu mati sebagai sebuah nama
yang khusyuk dalam pembacaan ini
Lampung, Januari 2020
Baca juga: Puisi-puisi Eddy Pranata
Baca juga: Puisi-puisi Aleksei Pleshcheyev
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Imam Khoironi, pemuisi, lahir di Cintamulya, Lampung Selatan, Lampung, 18 Februari 2000. Puisi-puisinya tersebar di sejumlah media daring dan buku antologi puisi bersama. Buku kumpulan puisi tunggalnya berjudul Denting Jam Dinding (Penerbit Al Qalam Media Lestari, Pati, 2019). Kini tercatat sebagai mahasiswa program S1 Pendidikan Bahasa Inggris, UIN Raden Intan Lampung. (SK-1)