Angin Bawa Luka
Angin berembus kencang
menyeret serpihan debu
dari bantaran bibir sungai
di samping rumah. Meluruhkan
kilauan kaca yang terpaksa
lusuh. Bagai waktu tak pernah
pahami perihal sepenggal rasa
yang enggan kembali ada.
Bukan seperti kisah
gugur sekuntum kemboja
di pelataran halaman kita.
Seakan berbisik melafalkan
irama rindu di sela-sela air
yang mengarus di sepanjang
sungai. Menjelma rintihan tawa
di semusim kemarau panjang
yang tak kunjung reda.
2023
Di Batas Kota
Tak ada yang tersisa selain kilauan senja
memancar redup di haribaan batas kota
burung-burung berlalu-lalang di angkasa
turut merasakan sisa kehangatan.
Mataku berpejam menyisakan
pelik lalu menghantarkan luka
senyummu mengalunkan gemericik air
dan gema puji-pujian untuk-Nya
terketuk hatiku seakan menebas duka
menyatakan rindu; adakah harapan
di pertemuan terakhir?
Kau terpencil di selembar hatiku.
2023
Antara Sendu dan Rindu
Duduk aku di teras rumah
malam panjang penuh temaram
alunan angin sepoi membelai.
Suaramu turut mengiring rintikan sendu
yang tersusun rapi di alam bawah sadarku
menyiratkan rindu di setiap embusan napas
keluar dan masuk menembus labirin berliku.
Mataku terpejam membayangkan
aroma hujan berlatar jalanan basah
tanganmu melambai dari seberang sana.
Kau menjelma bulir-bulir rintikan menghujam
sedang aku masih menunggu terang hujanmu.
2023
Senja di Sudut Kota
Daun-daun saling bersenggolan
pergolakan belum terpecahkan
angin pun berembus tak terarah
lalu berbisik beri isyarat
merancang suatu siasat
menguak sisi-sisi syarat
dan makna yang tersirat.
Perasaan dan jalan pikiranku
mendadak menjadi semu;
seribu kapal berlayar di kepalaku
berlalu-lalang tanpa arah
sementara satu hanyut dan karam
tenggelam ke alam bawah sadarku,
tak terbatas merelakannya lepas.
2021
Kau menjelma bulir-bulir rintikan menghujam, sedang aku masih menunggu terang hujanmu.
Sepeda
Dengan sepeda
kususuri lorong resah
sepanjang jalanan basah
melintasi setiap rumah
yang berurai masalah
dan kenangan tak ramah.
Dengan sepeda
kujalan perlahan di antara senja
selintas senyummu merekah
tak ada kata terwakili selain indah
kau tampak begitu menawan:
bisakah kau menjadi angan
yang akan menjelma nyata?
2022
Hujan dan Pohon
Di bawah langit memutih
rintik hujan basahi tanah
kudengar angin ringkih
pada teras maha sepi.
Kupandang pohon berbunga
menikmati sebait puisi Sapardi
menjelma aroma yang basah;
mampukah rintik Hujan Bulan Juni
merekahkan Pohon Berbunga itu?
Di bawah langit memutih
masih saja aku berandai-andai
beralas secarik tisu kutulis
pertanyaan dan hanyut sendiri.
2021
Baca juga: Puisi-puisi Didik Wahyudi
Baca juga: Puisi-puisi Maria Petrovykh
Baca juga: Puisi-puisi Iwan Jaconiah
Muhammad Aqil Siroj Jazuli, biasa disapa Aqil Jazuli, pemuisi, lahir di Mojokerto, Jawa Timur, 5 Juli 2004. Mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. Kini, sedang merasakan geliat bangku perkuliahan Ilmu Kedokteran sembari menyalurkan bakat dan minatnya melalui puisi. Ilustrasi header: Walter Van Oel, Between Heaven and Earth, 200 x 835 cm, Koleksi Museum Agung Rai, Ubud, Bali. (SK-1)