20 May 2023, 14:00 WIB

Puisi-puisi Aditya Billy


Sajak Kofe | Sajak Kofe

Ilustrasi: Obed Luitnan
 Ilustrasi: Obed Luitnan
   

Ibu Kota 

Tak ada yang lain dari ibu kota 
kecuali tubuh alun-alun hampa 
yang disiksa oleh banyak mata. 
Gelanggang nasib tak berpeta 
di mana rapuh, harap, dan pesta 
menghadirkan gelombang air mata. 
Tak ada! Tak ada kontraktor saga 
yang dapat membangun surga 
tak ada yang lain dari ibu kota. 
Mimpi-mimpi berembus dari desa 
membawa beribu-ribu gerbong asa 
dan nasib yang terbalut serpihan doa 
tak ada yang lain dari ibu kota. 

2023 


Roda Waktu 

Bila sampai kepada waktu yang terus-menerus berjalan, 
kau dan aku tak lagi saling sanggup melangkahkan kaki 
di atas roda-roda waktu, melihat nasib yang tua; 
sedih dan tangis terlantar. 

Kau dan aku menikmati wisata roda-roda waktu 
memandang rumput-rumput yang menguning 
dan hutan-hutan yang perlahan rontok. 
Kau dan aku tak sanggup lagi menikmati waktu 
mata-mata cekung memeluk bumi 
rasa getir menyulam di bibir, mengalir ke urat zaman. 

Kau dan aku tak kuat lagi bermimpi 
remuk di jantung pengharapan, 
dunia semacam narasi yang memanjang 
kesedihan dan kebahagiaan yang gemar bertukar. 
Pada lintasan roda-roda waktu; 
kebenaran menjelma suara yang sepi, 
kau dan aku semakin samar saling mendengar. 

2023 


Pekat di Ingatan 

Jika kau dan aku tak lagi menggenggam, 
kuharap ada hati yang baru 
menyulam kerunyaman hatimu. 
Ketika aku tak lagi mendekatmu 
semoga kau mampu berjalan di kepingan rindu 
yang dibuat untuk menyambut pergiku. 
Jika habis sudah semua rasa ibaku 
kuharap kau terbiasa dengan luka. 
Ketika aku tak lagi berada di sini 
semoga kau bisa bergulat dengan air mata 
yang pertama kali menetes saat awal kau melihatku. 

2023 


Pada lintasan roda-roda waktu, kebenaran menjelma suara yang sepi. Membuat kau dan aku semakin samar saling mendengar. 


Akhir 

Kalau pulang rasanya hanya derita yang kubawa  
kini tak kulihat raut wajah indah dan binar bola mata 
barangkali aku biang, tapi akan kubuktikan kau keliru. 
Maret berlalu melibas pilu yang hampir menjadi debu 
sedang April datang dan berlabuh memikul lara. 

Rasanya aku ingin diam selamanya 
mengakhiri kepergian meski membawa luka. 
Kini aku pun berani bersaksi; 
akulah biang dari semua yang kau bilang. 
Perjalanan panjang menuju diam ialah doa 
yang sudah kupersiapkan untukmu, sayang. 

2023 


Ujung 

Pagi ini aku teringat akan dirimu 
kisah panjang mengiring tangis tuk sampai padaku. 
Lautan bak berenang dalam pikiran yang gamang. 
Seluruhnya ada padamu; 
“Ingatanmu kini apakah masih padaku?” 

Jujur, aku terlena saat menjagamu 
terluka, sampai-sampai kau tak lagi ingat padaku. 
Kalau waktu bisa memberiku satu kesempatan 
kujaga dan kuberi seribu kebahagiaan untukmu. 
Sampai kelak yang akan kau timang 
ialah bagian dariku dan dirimu. 

2023 


Baca juga: Puisi-puisi Ridho Kayambo  
Baca juga: Puisi-puisi Valentina Senduk  
Baca juga: Sajak Kofe, Ruang Puisi di Media Indonesia 

 

 

 

 


Aditya Billy, mahasiswa, lahir di Cirebon, Jawa Barat, 14 November 2002. Sedang menekuni dunia tulis-menulis dan membaca. Puisi dan esainya tersebar di sejumlah media daring. Kini, tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Sejarah, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jawa Tengah. Ilustrasi header: Obed Luitnan, Kaki, kopi pada kertas, 30 x 40 cm, 2023. (SK-1) 

BERITA TERKAIT