24 November 2022, 12:00 WIB

Sajak-sajak Melan Rambu


Sajak Kofe | Sajak Kofe

Ilustrasi: Toto BS
 Ilustrasi: Toto BS
   

Ilustrasi: Toto BS 

Saat Aku Melihat 

Saat aku melihat, hanya kau yang kukenal; di hari ini, di masa lalu, dan di masa depan. Di jemari kulihat sebuah tanda memerah. Sampai hari senja pun akan tetap saja begitu. Seluruh tanah memanggil-manggil namamu. Aku mendengar, hanya nadamu kuingat. Mengulur waktu dan mengelabui ruang. Satu tujuan telah kugapai erat di sini; mematikan segala harapan yang hampa dan cita-cita anak sekolahan yang terlupakan. 

Saat aku menghampiri, hanya ada kau kini. Termenung di rumah tua warisan Belanda. Kita saling menatap dan menyeruput teh di meja bundar; ada majalah di tanganmu, sedang sepotong roti di tanganku. Memaknai secuil kenangan yang senantiasa berakar keabadian. “Aku suka dinding rumah ini. Begitu banyak kisah, meski tanpa potret hitam putih orang tua kita,” ujarmu. 

2022 


Kudengar Suara Langkahmu 

Kudengar suara langkahmu 
mengikuti diorama, melewati gama 
kau diam; mencipta jarak dan tanya 
tak ada yang tahu, tak ada yang ingat 

Kudengar suara langkahmu 
melewati gelombang, menyentuh 
gamang. Membisik tenang walau 
nafasmu sesekali kurasakan hangat 

Kita berdekatan dan berbeda bahasa 
mengarungi samudra luas bersama, 
namun tak saling menyentuh dan melihat. 

2022 


Penantian 

Datanglah, tutup segala waktu 
melukis tanah, laut, dan sungai 
menyusun tulang yang diambil 
sebelum hilang dalam pusaran 

Datanglah, seperti pada hari pertama 
saat segala sesuatu baru saja tercipta 
sungai mengalir ke taman, dan angin 
berhembus ke padang bersabana 
segala sesuatu sebagai gerakan 
mengisi kehidupan dan kematian 

Pesan-pesan berdetak-detak 
tak bermakna, salah diartikan 
arus-arus cinta bersembunyi 
mencurahkan setetes kesejukan 

Datanglah, seperti satu bahasa  
merapal cinta bersahut-sahutan 
melewati sungai, senantiasa 
berlimpah kasih tak terhitung 

Seekor burung mengepak sayap 
di antara angin basah dan 
langit sore yang sembab. 

2022 


Mimpi 

Kau datang menghampiriku 
memeluk ini tubuh dalam mimpi 
kita saling bertengkar di kenyataan 
aneh, lewat mimpi kita kerap mengasihi 
di dunia, aku pengeluh dan kau pendengar 
aku pengunjung asing dan kau tuan rumah 
kita tak dekat, kita begitu jauh 

Kau datang menghampiriku 
merangkul ini tubuh lewat mimpi 
rumput menghijau di pekarangan 
kita duduk, saling pandang sayang 
menemukan kisah yang telah terpisah 

Barangkali seseorang mengirimkan 
roh-roh ke rumah kita masing-masing 
membuat mimpi-mimpi hilang peduli 
kita tak senang, kita tak sukacita  

Kini bahagia hadir dalam dunia baru  
kau tak lagi menganggap dirimu 
sebagai tuan rumah dan aku 
bukan lagi pengunjung asing. 

2022 


Tentang Seorang Teman 

Aku bermimpi tentang seorang teman 
seharusnya masih terlelap sampai pagi 
tidur lebih lama, lupakan semua derita 

Ada sinar dalam mata tertutup, 
ia sembunyikan paras wajah 
dengan kedua belah tangannya 
hanya menunduk dan mengadu 
mungkin menangis, mungkin tertawa 
rintihannya tak bisa kuartikan 

Aku tak bertanya mengapa 
rasa-rasanya sudah mengetahui jawaban 
lelah menunggu dan terang di tubuh padam 
ia berlari menjauhi apa yang paling dicintainya 

Lonceng gereja terdengar jelas 
serupa lilin, ia meleleh dan mengalir teduh 
pada akhirnya selalu tak terbahasakan 

Aku bermimpi tentang seorang teman 
ia baik-baik saja, seperti yang kukenal 
selalu pulang berselimut kehancuran 
yang tak pernah dimengerti siapa pun. 

2022 

Berikanlah aku kebijaksanaan agar dapat mengecup hasratmu. 

Yudeo 

Aku menulis sepucuk surat untukmu 
agar tak terjerat gedung dan kawat, 
tak lagi terbungkam pada dusta 
ini hanya kertas, ini hanya tinta 
aku yakin kamu tak akan pernah 
menebak makna yang berbeda. 

Cuaca merubah segala sesuatu, 
wajah sembab seperti sore hari 
aku percaya pada peperangan 
yang tersimpan di pelipis matamu 
saat kita bersama-sama melangkah 
menyambut pembebasan dan penderitaan. 

Beri tahu aku cara berlari; 
bagaimana tak kesakitan saat menyusui, 
ajari aku cara berjalan ketika seorang 
membenci dan yang lain mencintai 
bagaimana seharusnya melihat 
bagaimana selaiknya menjaga. 
Seekor kuda berkaki patah 
takut melukai tuannya. 

2022 


Pasar Merdeka 

Setelah zaman membekaskan api 
tak pernah kulihat mawar merah 
tersimpan di saku baju petani 
dan pedagang Pasar Merdeka 

Menutup mata sejenak 
walau barang dagangan tak laku 
tak perlu mengeluh, memaki, 
apalagi mengumpat 

Kita sekadar terjepit angin 
nasihat orang bijak berlalu begitu saja 
aku ingin berbicara dalam bahasa nabi 

Kisah-kisah di peradaban silam 
tentang putri-putri yang setia 
membelai kaki para suami 
setiap kali pulang berdagang 
tapi siapa kau, siapa aku 

Derap langkah mengganggu 
jam tidur dan makan siang 
para pedagang Pasar Merdeka 
tak ada yang berbeda 
tak ada yang berjarak 

Kita adalah pencuri yang 
kehilangan barang rampasan 
dikejar anak-anak dan tunawisma 
dipapah dan dihakimi di sungai 
tapi tak ada satu pun kesalahan 
kita tak pernah salah 

Pasar Merdeka membangunkanku 
orang-orang membutuhkan daging 
disayat dan dipotong secara benar. 

2022 


Jika Pagi Berdarah 

Jika pagi berdarah 
adakah harapan agar hujan turun 
memenuhi sumur-sumur yang kering 
matahari jatuh di kepala pedagang 
ketidakpastian melanda 

Penglihatan perlahan rabun  
tak dapat disentuh dan diredupkan 
desa-desa kebanjiran doa 
ada harapan agar bunga mekar 
pada masa menuai yang panjang 

Aku mendengar lonceng 
kematian di ruang penyucian 
duduk sejenak di pintu bahagia 

Jika pagi berdarah 
kita tahu akhir perjalanan 
tak ada lagi keraguan 
tak ada lagi kegaduhan 
manusia berani sebab 
Anak Domba hidup; 
bukan teman yang dapat 
menyelamatkanmu  

Jika pagi berdarah 
wajah-wajah akan lesu 
air mata tumpah, tergenang 
tetaplah saling mengasihi 
tak perlu meminta. 

2022 


Berikanlah Aku Hasratmu 

Berikanlah aku kemalangan 
dan ceritakanlah tentang apa 
yang tersembunyi di negerimu 
apabila kau mendengar sesuatu 
susuri sabana tanpa keheningan 
sebab hidup ialah perenungan 

Sungai jernih mengalir tenang 
kau akan segera datang kembali 
orang-orang bercermin pada jiwamu 
menjaga hati di balik tulang-tulang 
berikanlah aku kebijaksanaan 
agar dapat mengecup hasratmu 

Seorang lelaki dan putrinya 
mengerang ketika kulit mereka 
menyatu langkah dan hidup abadi 
tapi tanpa suatu tujuan atau pilihan 

Semua mengalir di tanahmu 
janji diucapkan saat malam tiba 
menanti tiga sakramen kehidupan 
berikanlah kepadaku kehausanmu. 

2022 


Kau Mencintaiku Sebab Aku Berpenyakit 

Percayakah kamu kepadaku 
meskipun aku rusak oleh kekeringan; 
setali emas terikat kenestapaan 
membelenggu dan menyekap 
kita goyah ketika namamu disebut 
aku ingin menyembunyikan luka 
ketika terbangun tangan-tanganku lumpuh 

Aku mendapati dirimu 
menyanyikan mazmur pengembaraan 
tentang hari-hari sialku menghitung kemerdekaanmu 
ukurlah panjang kehidupan 
ketika seorang manusia bisa terbang 
aku tidak lagi dapat menyahut 
berhenti menyuapimu makanan 
dan kamu, kamu mengusap-usap 
wajahmu dengan rambutku 

Kamu menangis karena gembira 
mengutarakan perintah sembari mulut terkunci 
kamu ingin dikubur sambil tetap menyayangiku 
apa kamu masih akan tetap percaya; 
aku buta dan tidak lagi menggembiraakan hatimu 
meskipun telah lesu di pembaringan 
sejak hari itu aku memilih tidur di padang 
membiarkan ingatan bahwa kamu menantiku 
ada banyak badai dan angin yang kamu siapkan 

Jiwamu memberiku hidup 
selalu bersedia mengelus tubuhku 
meski pengasuh dan penyembuh tak ada 
kamu menimbang-nimbang penyesalan 
menertawakan kepedihan dan menyambutku 
tanpa memperdulikan kebenaran; 
kekasihku, kamu mencintaiku sebab aku berpenyakit. 

2022 


Baca juga: Sajak-sajak Iwan Jaconiah
Baca juga: Sajak-sajak Acep Zamzam Noor
Baca juga: Sajak-sajak Yevgeny Yevtushenko

 

 

 

 


Melan Rambu, mahasiswi, lahir di Sumba, Nusa Tenggara Timur, 4 April 2000. Menekuni dunia tulis-menulis, membaca, dan sinematografi. Kini sedang menempuh pendidikan S1 Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (SK-1) 

BERITA TERKAIT