Ilustrasi: Toto BS
Saat Aku Melihat
Saat aku melihat, hanya kau yang kukenal; di hari ini, di masa lalu, dan di masa depan. Di jemari kulihat sebuah tanda memerah. Sampai hari senja pun akan tetap saja begitu. Seluruh tanah memanggil-manggil namamu. Aku mendengar, hanya nadamu kuingat. Mengulur waktu dan mengelabui ruang. Satu tujuan telah kugapai erat di sini; mematikan segala harapan yang hampa dan cita-cita anak sekolahan yang terlupakan.
Saat aku menghampiri, hanya ada kau kini. Termenung di rumah tua warisan Belanda. Kita saling menatap dan menyeruput teh di meja bundar; ada majalah di tanganmu, sedang sepotong roti di tanganku. Memaknai secuil kenangan yang senantiasa berakar keabadian. “Aku suka dinding rumah ini. Begitu banyak kisah, meski tanpa potret hitam putih orang tua kita,” ujarmu.
2022
Kudengar Suara Langkahmu
Kudengar suara langkahmu
mengikuti diorama, melewati gama
kau diam; mencipta jarak dan tanya
tak ada yang tahu, tak ada yang ingat
Kudengar suara langkahmu
melewati gelombang, menyentuh
gamang. Membisik tenang walau
nafasmu sesekali kurasakan hangat
Kita berdekatan dan berbeda bahasa
mengarungi samudra luas bersama,
namun tak saling menyentuh dan melihat.
2022
Penantian
Datanglah, tutup segala waktu
melukis tanah, laut, dan sungai
menyusun tulang yang diambil
sebelum hilang dalam pusaran
Datanglah, seperti pada hari pertama
saat segala sesuatu baru saja tercipta
sungai mengalir ke taman, dan angin
berhembus ke padang bersabana
segala sesuatu sebagai gerakan
mengisi kehidupan dan kematian
Pesan-pesan berdetak-detak
tak bermakna, salah diartikan
arus-arus cinta bersembunyi
mencurahkan setetes kesejukan
Datanglah, seperti satu bahasa
merapal cinta bersahut-sahutan
melewati sungai, senantiasa
berlimpah kasih tak terhitung
Seekor burung mengepak sayap
di antara angin basah dan
langit sore yang sembab.
2022
Mimpi
Kau datang menghampiriku
memeluk ini tubuh dalam mimpi
kita saling bertengkar di kenyataan
aneh, lewat mimpi kita kerap mengasihi
di dunia, aku pengeluh dan kau pendengar
aku pengunjung asing dan kau tuan rumah
kita tak dekat, kita begitu jauh
Kau datang menghampiriku
merangkul ini tubuh lewat mimpi
rumput menghijau di pekarangan
kita duduk, saling pandang sayang
menemukan kisah yang telah terpisah
Barangkali seseorang mengirimkan
roh-roh ke rumah kita masing-masing
membuat mimpi-mimpi hilang peduli
kita tak senang, kita tak sukacita
Kini bahagia hadir dalam dunia baru
kau tak lagi menganggap dirimu
sebagai tuan rumah dan aku
bukan lagi pengunjung asing.
2022
Tentang Seorang Teman
Aku bermimpi tentang seorang teman
seharusnya masih terlelap sampai pagi
tidur lebih lama, lupakan semua derita
Ada sinar dalam mata tertutup,
ia sembunyikan paras wajah
dengan kedua belah tangannya
hanya menunduk dan mengadu
mungkin menangis, mungkin tertawa
rintihannya tak bisa kuartikan
Aku tak bertanya mengapa
rasa-rasanya sudah mengetahui jawaban
lelah menunggu dan terang di tubuh padam
ia berlari menjauhi apa yang paling dicintainya
Lonceng gereja terdengar jelas
serupa lilin, ia meleleh dan mengalir teduh
pada akhirnya selalu tak terbahasakan
Aku bermimpi tentang seorang teman
ia baik-baik saja, seperti yang kukenal
selalu pulang berselimut kehancuran
yang tak pernah dimengerti siapa pun.
2022
Berikanlah aku kebijaksanaan agar dapat mengecup hasratmu.
Yudeo
Aku menulis sepucuk surat untukmu
agar tak terjerat gedung dan kawat,
tak lagi terbungkam pada dusta
ini hanya kertas, ini hanya tinta
aku yakin kamu tak akan pernah
menebak makna yang berbeda.
Cuaca merubah segala sesuatu,
wajah sembab seperti sore hari
aku percaya pada peperangan
yang tersimpan di pelipis matamu
saat kita bersama-sama melangkah
menyambut pembebasan dan penderitaan.
Beri tahu aku cara berlari;
bagaimana tak kesakitan saat menyusui,
ajari aku cara berjalan ketika seorang
membenci dan yang lain mencintai
bagaimana seharusnya melihat
bagaimana selaiknya menjaga.
Seekor kuda berkaki patah
takut melukai tuannya.
2022
Pasar Merdeka
Setelah zaman membekaskan api
tak pernah kulihat mawar merah
tersimpan di saku baju petani
dan pedagang Pasar Merdeka
Menutup mata sejenak
walau barang dagangan tak laku
tak perlu mengeluh, memaki,
apalagi mengumpat
Kita sekadar terjepit angin
nasihat orang bijak berlalu begitu saja
aku ingin berbicara dalam bahasa nabi
Kisah-kisah di peradaban silam
tentang putri-putri yang setia
membelai kaki para suami
setiap kali pulang berdagang
tapi siapa kau, siapa aku
Derap langkah mengganggu
jam tidur dan makan siang
para pedagang Pasar Merdeka
tak ada yang berbeda
tak ada yang berjarak
Kita adalah pencuri yang
kehilangan barang rampasan
dikejar anak-anak dan tunawisma
dipapah dan dihakimi di sungai
tapi tak ada satu pun kesalahan
kita tak pernah salah
Pasar Merdeka membangunkanku
orang-orang membutuhkan daging
disayat dan dipotong secara benar.
2022
Jika Pagi Berdarah
Jika pagi berdarah
adakah harapan agar hujan turun
memenuhi sumur-sumur yang kering
matahari jatuh di kepala pedagang
ketidakpastian melanda
Penglihatan perlahan rabun
tak dapat disentuh dan diredupkan
desa-desa kebanjiran doa
ada harapan agar bunga mekar
pada masa menuai yang panjang
Aku mendengar lonceng
kematian di ruang penyucian
duduk sejenak di pintu bahagia
Jika pagi berdarah
kita tahu akhir perjalanan
tak ada lagi keraguan
tak ada lagi kegaduhan
manusia berani sebab
Anak Domba hidup;
bukan teman yang dapat
menyelamatkanmu
Jika pagi berdarah
wajah-wajah akan lesu
air mata tumpah, tergenang
tetaplah saling mengasihi
tak perlu meminta.
2022
Berikanlah Aku Hasratmu
Berikanlah aku kemalangan
dan ceritakanlah tentang apa
yang tersembunyi di negerimu
apabila kau mendengar sesuatu
susuri sabana tanpa keheningan
sebab hidup ialah perenungan
Sungai jernih mengalir tenang
kau akan segera datang kembali
orang-orang bercermin pada jiwamu
menjaga hati di balik tulang-tulang
berikanlah aku kebijaksanaan
agar dapat mengecup hasratmu
Seorang lelaki dan putrinya
mengerang ketika kulit mereka
menyatu langkah dan hidup abadi
tapi tanpa suatu tujuan atau pilihan
Semua mengalir di tanahmu
janji diucapkan saat malam tiba
menanti tiga sakramen kehidupan
berikanlah kepadaku kehausanmu.
2022
Kau Mencintaiku Sebab Aku Berpenyakit
Percayakah kamu kepadaku
meskipun aku rusak oleh kekeringan;
setali emas terikat kenestapaan
membelenggu dan menyekap
kita goyah ketika namamu disebut
aku ingin menyembunyikan luka
ketika terbangun tangan-tanganku lumpuh
Aku mendapati dirimu
menyanyikan mazmur pengembaraan
tentang hari-hari sialku menghitung kemerdekaanmu
ukurlah panjang kehidupan
ketika seorang manusia bisa terbang
aku tidak lagi dapat menyahut
berhenti menyuapimu makanan
dan kamu, kamu mengusap-usap
wajahmu dengan rambutku
Kamu menangis karena gembira
mengutarakan perintah sembari mulut terkunci
kamu ingin dikubur sambil tetap menyayangiku
apa kamu masih akan tetap percaya;
aku buta dan tidak lagi menggembiraakan hatimu
meskipun telah lesu di pembaringan
sejak hari itu aku memilih tidur di padang
membiarkan ingatan bahwa kamu menantiku
ada banyak badai dan angin yang kamu siapkan
Jiwamu memberiku hidup
selalu bersedia mengelus tubuhku
meski pengasuh dan penyembuh tak ada
kamu menimbang-nimbang penyesalan
menertawakan kepedihan dan menyambutku
tanpa memperdulikan kebenaran;
kekasihku, kamu mencintaiku sebab aku berpenyakit.
2022
Baca juga: Sajak-sajak Iwan Jaconiah
Baca juga: Sajak-sajak Acep Zamzam Noor
Baca juga: Sajak-sajak Yevgeny Yevtushenko
Melan Rambu, mahasiswi, lahir di Sumba, Nusa Tenggara Timur, 4 April 2000. Menekuni dunia tulis-menulis, membaca, dan sinematografi. Kini sedang menempuh pendidikan S1 Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (SK-1)