Ilustrasi: Kevin Bolliet
Pesan Ibu
Duduk menghelai rambut
hampir separuh kian memutih
tetapi kasihmu tak pernah memudar
merah hati setiap kali petuah diberi.
"Hati-hati," ucapmu setiap kali aku pulang
sepanjang jalan tak lagi ada kenangan
hanya butiran debu tersapu
tuk sampai jua ke kasihmu.
"Jalan pulang harus dicintai," pesanmu.
Ibu, bantu aku! Bantu aku mencintai jalan pulang.
Banyumas-Brebes, 21 Juni 2022
Sajak L
Cerita si cantik bermata sayu
teduh, syahdu, sedih tatapanmu
bawa aku berjalan-jalan ke arahmu
di bawah mentari mata tetap merayu
apa hanya aku yang memandangmu?
manis merpati dan fikir menanti.
Separuh sukma tertinggal
sisanya melacur secara binal
esok senja akan menutup hari
bunga termekar pernah ia temui.
Membasuh kucuran kasih
menyiram secara hati-hati
tapi, ia pergi dan mati.
Purwokerto, 18 Juni 2022
Bantu Aku Mencintai Jalan Pulang
Bunyi sunyi semakin lirih
apakah jalanmu masih sama?
terik panas, susuri balutan kasih
aku perlahan mendengar alunan nada
kerap kali kau sulut saat diarak debu.
Sama-sama menjaga
matahari sampai tenggelam
bareng-bareng menantikan bulan biar terang.
Masih ingatkah? Aku perlahan mulai lupa.
Di titik nadi saat kupegang,
separuh degupan belum hilang
aku tidak berharap siapapun datang
tapi untukmu saja, tuk mencintai jalan pulang.
Brebes, 2 Mei 2022
Kenapa Aku?
Bagaimana harimu sekarang
apakah masih ingat jalan pulang?
Jujur, perih ini tidak ingin hilang,
ada harap lirih, tak terbilang.
Dunia masih seperti bayang-bayang
yang diharap, semoga kau kelak pulang.
Kita terlalu singkat mempelajari hening
mencari amarah yang gamang
Menemui hal baru, lalu penyakit datang.
menjajal sakit sebelum pesakitan meradang.
Cirebon, 14 Januari 2022
Cucur, Lebur, dan Gusur
Tuan-tuan melotot ke arah sungai
apa nanti kau tak memikirkan kami
bejana-bejana pengelana rakyat jelata
di tubuh ini, telah disisipkan seribu luka,
saat semua diurug dan dilebur rata.
Orang-orang di kampung ikut merasa
air mengalir, rerumputan menguning,
dan hewan lepas jeratan telah tiada.
Tuan-tuan yang gagah perkasa,
menderap langkah menuju muara
menenteng senjata, terselampir di lengan.
Kami menaruh harapan di setiap tangan
menyulam air mata pada seribu rasa
menjahit derita biar menjadi suara.
Jogja, 16 Agustus 2019
Baca juga: Sajak-sajak Ngadi Nugroho
Baca juga: Sajak-sajak Ahmad Ujung
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Aditya Billy, pemuisi asal Cirebon, Jawa Barat. Sedang menekuni dunia tulis-menulis dan tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Sejarah pada sebuah perguruan tinggi di Purwokerto. Kini, tinggal dan beraktivitas di Purwokerto, Jawa Tengah. (SK-1)