Ilustrasi: Anna Resmini
Kudengar Detik Waktu
Kudengar detik waktu
Menganyam pagi jadi malam
Hingga kamu nyenyak
Sesudah Cinta
Memasukkan rembulan
Ke balik awan.
"Jangan punguti silam!"
Bekasi, Juli 2022
Akhirnya Kita...
Akhirnya kita
Seperti dedaun
Runduk pada musim
Di kering Waktu
Kuning-rontok
Terjala ajal
Terjal
Seperti jatuh hujan
Pada aspal
Bersama bunyi langit
Guruh-gaduh
Di gunduk kubur
Sunyi-dengkur.
Bekasi, Maret 2022
Seperti Duka
Seperti duka
Menanam luka
Di bibir Lara
Menyanyikan sunyi
Je suis Malade
Seperti malam
Menggelapkan jalan
Hingga jatuh
Sisa Waktu
Satu.
Bekasi, Juli 2020
Kepada Chairil
Di kelak telak
Seribu tahun
Kenangkan lagi
Menjalang kata
Sastra meronta
Wajahmu tegak
Sepenuh lagak.
Bekasi, 28 April 2022
Selamatkan Indonesia!
Kebodohan adalah kegelapan setiap zaman
Di dalamnya tergumpal kebencian dan kekerasan
Mata dan hati yang dibutakan
Demagogi fanatisme
Fabrikasi kepalsuan Kuasa syahwat dan narkoba
Yang dijual tipu daya: Agama dinista-perkosa!
Di mimbar-mimbar
yang memuliakan kesesatan
Di bendera-bendera
yang mengibarkan perang saudara
Bangunlah wahai kaum beriman!
Tegakkan Kebenaran dengan Kewarasan!
Teguhkan Akhlak Mulia dengan Akal Sehat!
Selamatkan Indonesia Bhinneka!
Indonesia ada karena kita berbeda
Indonesia ada karena kita bersama!
Bekasi, 12 April 2022
Ya, Jakarta kini memang berbeda. Sebuah kota senja kala.
Tuhan: Air Mata
Dalam derita dan bahagia
Tuhan ada
Patahkan ranting rapuh
Tegakkan batang tiang
Tuliskan air mata
Wujud-wujud sujud
Jiwa-jiwa doa
Minta badai reda
Riang panjang
Hapuskan air mata.
Bekasi, Juni 2022
Jakarta Kota Tua
Ah, Jakarta kini memang menua
Anak-anak muda lebih hidup di dunia maya
Tak bicara lagi pesona Ibu Kota
Zaman mengubah pijak dan arah
Teknologi menghilangkan kotak dan petak
Android menelan monumen dan perkamen
Museum-museum dicita para barista
Kerak telor toge goreng tersipu di ruang pameran
Ondel-ondel keliling kampung kehujanan
Ah, Jakarta kini memang berbeda
Orang-orang tua bersengketa mau kudeta
Menjerumuskan agama ke liang hina
Fitnah dan kebodohan jadi berhala
Ya, Jakarta kini memang berbeda
Sebuah kota senja kala.
Mei 2022
Jakarta Magenta
Jakarta membakar usia mudaku
Menjadi bara di setiap api yang menyala
Mematangkan semua buah Cinta
Dengan warna kuning, merah dan magenta
Di lima mata arah peta
Jakarta mengantarkan usia tuaku
Ke bujur timur semua yang akan tidur
Dengan jejak kenang para pemenang
Tentang angan-angan yang pulang
Tentang sejuta rasa senang.
Mei 2022
Aurora
Aurora melukis langit dengan nada tinggi
Gelombang suaranya merah-hijau
Tak terjangkau
Aurora
Bidadari Abad Ke-21
Berlari sejauh Mars
Sihirnya melolong
Hingga Murder Song
Aurora
Menarikan peri kenari
Bermata biru
Terbang pirang
Riang.
Bekasi, April 2022
Sekali Ini
Sekali ini, perjalanan seakan menuju sunyi
Duka tertatih di trotoar-trotoar
Basah mendinginkan jejak
Siang dan malam melingkarkan syal
Bersama dengan tegukan kopi panas
Kita merapatkan jaket, menolak dingin dan gelap
Gedung-gedung tua mengumpulkan dedaun kering
Lampu jalan tak lagi menyalakan Cinta
Bahkan para lansia menjadi siluet di tiap kota
Tak terdengar musik Sunda
Angin hanya menggesek udara lembab, menyiasati keringat
"Tapi kita harus terus berjalan," engkau berkata
"Setiap hari harus ditandai
Agar kenangan bisa memilih tempat."
Lalu kita bergandeng tangan
Menepi
Kan sepi.
Bekasi, Mei 2022
Baca juga: Sajak-sajak Yevgeny Yevtushenko
Baca juga: Mengingat Penyair Intojo di Hari Puisi Sedunia
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Yudhistira Ardi Noegraha Moelyana Massardi, sastrawan, lahir di Subang, Jawa Barat, 28 Februari 1954. Pada 1981, ia pernah mengikuti konferensi Pengarang Asia di Manila, Filipina. Pada 1983, ia mendapatkan beasiswa dan menjadi tamu di Universitas Kyoto, Jepang. Dari sana, ia kemudian diundang untuk mengikuti International Creative Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat. Dalam dunia sastra, ia telah meraih sejumlah penghargaan lewat karya-karyanya, baik novel, sandiwara, maupun kumpulan puisi. Novel: Arjuna Mencari Cinta (1977) dan Mencoba Tidak Menyerah (1978). Sandiwara: Wot atawa Jembatan (1977) dan Ke (1978). Kumpulan puisi: Sajak Sikat Gigi (1976), 99 Sajak (2015), Jangan Lupa Bercinta! (2020), dan Alamatmu Menemukanku (2021). Kini, beraktivitas sebagai Pengelola Sekolah Gratis untuk Dhuafa, TK-SD Batutis Al-Ilmi Bekasi. (SK-1)