KOMITE BPH Migas, Abdul Halim, menegaskan, pihaknya menurunkan tim guna menyelidiki dan mengurai benang kusut persoalan distribusi BBM di Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Sudah puluhan tahun, antrian BBM di Lembata menjadi pemandangan rutin. Pihak SPBU nekat menjual BBM kepada pengecer dengan harga yang ditetapkan sendiri. Akibatnya, pengecer BBM menjamur seperti cendawan di musim hujan, harga eceran BBM subsidi dan non subsidi pun melangit.
Tak hanya itu, kuota harian BBM Lembata juga tidak semuanya diangkut dengan armada angkut yang layak. Padahal, distributor BBM Lembata, PT Hikam sendiri telah menyediakan kapal tangker, 9 Pilar. Namun anehnya, kapal tersebut tidak beroperasi.
Akibatnya, warga Lembata sudah terbiasa membeli BBM eceran dengan harga mahal, dibanding harus menghabiskan waktu berjam-jam mengantri di SPBU.
Penjabat Bupati, Marsianus Jawa berkali kali menyitir pernyataan, ada mafia migas yang menyusahkan masyarakat memperoleh BBM di Lembata. Tujannya untuk memperkaya diri sendiri
"Kami tidak serta merta menerima laporan, terus gegabah menetapkan salah dan benar. Kami bawa tim, dari Kepolisian ada, ada PPNS, kami lagi gerilya di lapangan mencari bukti dan fakta, betul gak laporan itu. Kalau betul, akan ditindak sesuai dengan peraturan yang ada," ungkap
Ketua komite BPH Migas, Abdul Halim kepada pers di Lembata, kemarin.
Kehadiran tim lengkap BPH Migas di Lembata, atas undangan Penjabat Bupati Lembata, Marsianus Jawa yang gerah dengan persoalan BBM yang terus menghantui Lembata puluhan tahun belakangan.
"Tentunya sanksinya pasti ada. Mana BBM nya, dari mana dapatnya, kemana larinya, dijual berapa, itu nanti kita telisik semuanya. Nanti kalau diserahkan ke Kejaksaan kita udah punya bukti konkrit. Ketika penetapan tersangka, bukti sudah diambil semuanya," ungkap Ketua Komite BPH Migas, Abdul Halim.
Urai Pelangsir
Pihaknya tidak mau lagi menghimbau masyarakat tidak boleh menjadi pelangsir, kita akan terapkan CCTV, jadi kalau pelangsir akan ketahuan orang-orang ini saja.
Kita akan koordinasi dengan kepolisian setempat bahwa ini ada potensi penyalahgunaan, kepolisian yang punya wewenang untuk melidik. Disinyalir, persoalan akut BBM di Lambata telah merugikan keuangan Negara.
"Jadi BBM yang dijual itu ada pajak, PPN 11 %. Ada juga pajak daerahnya, namanya PBBKB,5-10 %. Ada juga iuran BBH, begitu dijual ke customer end customer itu sifatnya sudah final. Kalau komponen ini tidak ada, artinya pusat juga kehilangan, daerah juga kehilangan," ungkap Abdul Halim.
"Oleh karena itu, kami cari tau dulu, jaringannya dimana ini. Intelkam dari pusat hadir saat ini. Jadi akan dicari, kemana barang-barang ini, siapa yang bermain disini. Insyaallah kalau ketemu, Kita lakukan pembinaan dulu, kepada masyarakat, karena subsidi itu harus tepat
sasaran, tepat volumenya," ungkap Abdul Halim.
Sementara itu, Ketua DPRD Lembata, Petrus Gero berharap kehadiran BPH Migas dapat mengatasi masalah BBM di Lembata yang sudah puluhan tahun. "Saya harap masalah BBM dapat diatasi dan Lembata bisa merayakan kemerdekaan dari belenggu," ungkap Gero.
Warga Lembata, Yosep Ruing mengatakan, BPH Migas jangan hanya mencari masalah yang terjadi di Lembata, namun yang terpenting adalah memastikan seluruh kuota BBM dapat masuk seluruhnya ke Lembata, agar pelayanan BBM di SPBU juga ditingkatkan menjadi 24 jam. (N-3)