BERBISNIS dengan cara konvensional yang hanya berorientasi pada profit tidak lagi dipandang sebagai cara terbaik dalam berbisnis.
Dalam berbisnis diperlukan suatu keseimbangan untuk mencapai profit sambil menjaga kelestarian lingkungan dan sosial. Hal inilah yang mencetuskan pentingnya Sustainable Enterpreneurship (SE).
Demikian benang merah yang terungkap dalam sharing session Sustainable Enterpreneurship in Achieving SDG's yang diselenggarakan PPM School of Management (PPM SoM), di Jakarta, Rabu (8/2).
Anggun Pesona Intan, Social Entrepreneurship Lecturer Core Faculty PPM School of Management, menyampaikan tren jumlah SE di Indonesia dapat dikatakan paling besar dibandingkan dengan negara lain.
Namun demikian, secara perbandingan antara jumlah SE daripada jumlah total populasi, Indonesia berada sedikit di bawah Filipina (0,13% : 0,16%).
"Hal ini menggambarkan bahwa terdapat potensi pengembangan SE di Indonesia untuk penyelesaiannya permasalahan sosial, ekonomi, dan lingkungan," kata Anggun.
Menurut dia, tren work for impact saat ini akan menjadi masa depan di kemudian hari. "Bisnis akan kembali pada model triple bottom line dan dijadikan solusi dalam permasalahan ekonomi, lingkungan, dan sosial," ujar dia.
Baca juga: Apresiasi untuk Perusahaan yang Jalankan Program CSV dan SDGs
Maka itu, lanjut Anggun, perguruan tinggi dalam hal ini, PPM School of Management (Sekolah Tinggi Manajemen PPM) atau PPM Manajemen sebagai salah satu center of excellent dalam pengembangan ilmu dan diseminasi pengetahuan bagi para calon profesional muda menggelar sharing session Sustainable Enterpreneurship in Achieving SDG's.
Ini adalah salah satu rangkaian acara PPM School of Management yang berkolaborasi bersama dengan Teresa Chahihe (Senior Lecturer in Social Entrepreneurship Yale University).
Tujuannya, menggali tentang social enterpreneurship dan SDG's sustainability. Harapannya bisa menumbuhkan awareness bahwa sustainability dalam mencapai SDG's sudah dilakukan sejak lama, termasuk oleh perguruan tinggi.
"Dengan begitu, nantinya dapat mencetak mahasiswa sebagai agen perubahan setelah lulus kuliah, sehingga bisa peduli terhadap sustainability atau SDG'S," terang Anggun.
Targetnya, tambah dia, hasil sharing session akan dilaporkan ke pihak Aminef serta dipublikasikan kepada pemerintah dan pelaku usaha menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan sebuah kebijakan.
Senior Lecturer in Social Entrepreneurship Yale University, Teresa Chahihe, menjelaskan tidak semua mahasiswa perlu menjadi seorang wirausahawan dan memulai perusahaan mereka sendiri.
"Ada banyak kesempatan bagi mereka untuk bekerja di bisnis yang sudah ada serta menemukan cara-cara baru untuk melakukan hal-hal yang lebih berkelanjutan untuk lingkungan,” terang Teresa.
Sementara itu, President Director PT Martina Berto Bryan David Emil Tilaar mengapresiasi para anak muda yang memilih terjun pada bidang social entrepreneurship.
Menurutnya, hal itu merupakan sesuatu yang luar biasa karena selain berbisnis mereka turut menjaga lingkungan.
"Itu artinya bisnis zaman sekarang justru bisa mencari peluang untuk memberikan dampak positif pada masyarakat, lingkungan, dan membantu untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial," pungkas Brian. (RO/OL-09)