PEMANFAATAN teknologi digital diharapkan bisa membuat industri pariwista menjadi lebih gesit dan tangguh di masa mendatang. Pakar branding tourism dari Universitas Ciputra Surabaya Agoes Tinus Lis Indrianto,S.S.M.Tourism, Ph.D. mengatakan, terdapat lima fase pariwisata.
Fase tersebut adalah cari informasi, melakukan booking, berangkat, tiba di lokasi, dan pulang. "Lima fase itu harus diingat dan fase-fase itu memiliki bisnis yang melayani lima fase ini, dan teknologi sudah mendisrupsi ke semua fase tersebut," kata Agoes dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR RI di Jakarta, Selasa (6/2).
Ia menambahkan, masa pandemi covid-19 turut berpengaruh pada keberadaan pariwata kreatif. "Jenis-jenis pariwisata kreatif mulai muncul di masa pandemi," jelas dia.
Baca juga: KemenPPPA Pastikan Hak Anak yang Menjadi Korban Pelecehan Seksual Terpenuhi
Dengan adanya era digital ada bisnis pariwisata berbasis digital, sejumlah online travel agent yang sudah lama ada dan beroperasi. Akan tetapi di Indonesia sendiri, ini baru booming beberapa tahun lalu.
"Digitalisasi dalam industri pariwisata merupakan penggunaan teknologi digital dalam pengelolaan, pengembangan bisnis baik barang atau jasa secara online termasuk di dalamnya pengumpulan dan interpretasi dari big data yang dapat membantu mengubah strategi yang ada," terangnya.
Teknologi digital diharapkan bisa membuat industri jadi lebih gesit dan tangguh di masa mendatang.
"Ada peluang dalam industri pariwisata seperti mendorong perkembangan kreativitas dan inovasi dalam bidang pariwisata, membuka peluang dalam bisnis model baru, kemudian memfasilitasi peningkatan layanan yang bisa disesuaikan untuk peningkatan kualitas pengalaman wisatawan, meningkatkan kepuasan wisatawan, kontribusi dalam pengembangan destinasi wisata baru, membuka peran baru dalam produsen dan konsumen dalam pariwisata, dan memperluas target market jangkauan dari lokal ke global," terang dia.
Namun di sisi lain ada tantangan yang harus dihadapi dalam digitalisasi dalam pariwisata.
"Tantangannya membutuhkan infrastruktur digital, membutuhkan biaya untuk untuk meningkatkan kemampuan perilaku pariwisata, membangun ekosistem digital yang aman dan hadir bagi semua pemangku kepentingan, dan menjamin penggunaan big data wisatawan, memastikan legalitas pelaku usaha yang langsung atau tidak langsung bergerak di industri pariwisata, serta menindak tegas pelanggaran atau kejahatan dalam bisnis digital," pungkasnya. (H-3)