BADAN Pusat Statistik (BPS) mengingatkan bahwa sumber pertumbuhan ekonomi tahun 2022 ditopang oleh tingginya harga komoditas. Namun tahun 2023, harga komoditas sudah mulai melandai, sehingga dikhawatirkan kondisi ekonomi akan lebih suram. Selain itu juga geopolitik perekonomian Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan strategi pemerintah untuk mengatasi kondisi ini dan agar pertumbuhan ekonomi 2023 bisa terjaga.
Menurutnya, dari kondisi cuaca, pada musim dingin ini, ternyata cuacanya tidak ekstrem. Artinya kekhawatiran kenaikan harga energi tidak akan setinggi yang diperkirakan. Sehingga harga energi relatif lebih stabil. Kedua, terkait dengan beberapa harga komoditas yang diperkirakan akan melandai, dia katakan posisinya masih relatif tinggi.
"Kami memonitor harga copper and gold terpantau sudah naik sekitar USD 1.900 per troy ons. Sehingga kami melihat, sampai dengan 6 bulan ke depan, harga komoditas relatif belum normal seperti sebelum pandemi covid-19," kata Airlangga, dalam konferensi pers, Senin (6/2).
Baca juga: Bertemu Airlangga, Menteri Ekspor Inggris Siap Investasi di Indonesia
Kemudian dari supply-demand juga terpantau masih "shortage" atau permintaan masih tinggi, terutama juga termasuk dengan harga gas tidak ada pengganti energi yang bisa plug-in secara cepat. Beberapa komoditas juga masih terpengaruh persoalan geopolitik yang belum selesai. Pasokan biji-bijian dan pasokan pupuk dari Rusia, belum akan masuk ke pasar global.
"Dengan situasi seperti ini Indonesia masih optimistis bahwa harga komoditas pasti akan membantu, walaupun tidak setinggi di periode 2022," kata Airlangga.
Selanjutnya, mobilitas relatif meningkat sehingga konsumen di dalam negeri sudah kembali mengkonsumsi dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lebih dari 51%. Dengan kembalinya konsumsi domestik, tentu akan membuat daya tahan dari ekonomi Indonesia. (OL-17)