05 February 2023, 05:20 WIB

Findriani Mahmud dan Rivon Paino: Ketangguhan Perempuan Nelayan


Nas/M-1) | Weekend

tengah: Sandi Saputra, Rivon Paino, Fakhry Muhammad Rosa bawah: Rohil Fidiawan Mokmin, Indriani Usman, Findriani Mahmud /MI/ADAM DWI
 tengah: Sandi Saputra, Rivon Paino, Fakhry Muhammad Rosa bawah: Rohil Fidiawan Mokmin, Indriani Usman, Findriani Mahmud /MI/ADAM DWI
  

FILM dokumenter selanjutnya yang masuk lima besar Eagle Awards Documentary Competition (EADC) 2022 ialah Halimah dan Perahu Bekas. Film karya Findriani Mahmud (Vina) dan Rivon Paino (Rivon) sebagai sutradara mengangkat cerita tentang sosok Halimah dan seorang anak muda bernama Indi.

Di mata kedua sutradara muda ini, Halimah ialah perempuan kuat yang menggambarkan perempuan suku Bajo yang akrab dengan laut. Ia adalah seorang janda berumur 46 tahun.

Profesinya sebagai nelayan gurita ia tekuni untuk menghidupi anak dan kedua orangtuanya. Untuk melaut, Halimah menumpang di perahu nelayan karena ia tidak memiliki perahu.

“Dia (Halimah) numpang (perahu nelayan yang lain), dia tanggung bensin. Bahan bakarnya sama Bu Halimah, itu bisa sampai 2 liter,” kata Rivon, saat hadir di Kick Andy episode Ekspresi di Dunia Maya yang tayang Minggu (5/2).

Sebelum memproduksi film dokumenter ini, kedua sutradara sudah tergabung dalam lembaga non profi t lokal di Gorontalo yang bernama JAPESDA (Jaringan Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam) yang melakukan pendampingan pada nelayan-nelayan gurita di Desa Torosiaje, kabupaten Pohuwato, Gorontalo.

Findriani dan Rivon melihat nelayan yang mendapat banyak tangkapan, tetapi tidak melihat kesejahteraan pada kehidupan mereka. Salah satu sebabnya ialah kebiasaan nelayan untuk menghabiskan uang hasil tangkapan pada hari itu juga.

Kelompok untuk mengedukasi para nelayan kemudian dibentuk dan diberi nama Kelompok Sipakulong. Saat ini ada 50 nelayan yang sudah bergabung dalam kelompok pemberdayaan nelayan gurita. Nelayan diajari untuk dan memberi nilai tambah pada produk dengan membuat bakso gurita.

Halimah juga bergabung ke kelompok itu dan ia mampu membeli perahu setelah setahun mengikuti anjuran menabung. Untuk dapat menyelesaikan fi lm berdurasi 20 menit ini Findriani, Rivon, dan tim melakukan syuting selama 10 hari dengan kondisi cuaca tidak menentu. Mereka juga harus bersabar membujuk agar Halimah yang kerap enggan berkomunikasi, mau berbagi cerita.

Selain Halimah, karakter lainnya dalam fi lm ini ialah Indriani Usman. Ia merupakan sosok anak muda yang besar dari keluarga sederhana. Ayahnya telah meninggal dunia saat ia masih duduk di bangku SD. Untuk membantu sang ibu, Indiriani dan dua adiknya dengan bekerja sebagai nelayan teripang.

Untuk mencukupi kebutuhan seharihari tak jarang ibunda Indiriani harus menginap di pulau dan baru kembali subuh. Setelah melaut, teripang harus dikeringkan dan baru bisa dijual.

Meski di kampungnya tidak banyak perempuan yang bersekolah hingga perguruan tinggi, Indiriani berkemauan keras untuk menimba ilmu. Keberaniannya untuk pergi ke Gorontalo lebih dulu, membuktikan bahwa ia mampu melanjutkan pendidikan, menjadi salah satu jalannya untuk mendapatkan kepercayaan sang ibu.

Saat ini Indi bekerja di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Adik keduanya sudah tamat SMA dan bekerja serabutan sambil mengumpulkan biaya kuliah, sedangkan adik bungsunya masih duduk di bangku SMA. (Nas/M-1)

BERITA TERKAIT