05 February 2023, 05:10 WIB

Flintstones dari Kalimantan Utara


NIKE AMELIA | Weekend

ROHIL FIDIAWAN MOKMIN DAN ANGGINO GILANG VERLANDO
 ROHIL FIDIAWAN MOKMIN DAN ANGGINO GILANG VERLANDO
  

KICK Andy yang tayang malam ini merupakan bagian dari Eagle Awards Documentary Competition (EADC) yang sudah 17 tahun digelar Eagle Institute Indonesia yang merupakan bagian dari Metro TV. Eagle Awards merupakan ajang fi lm dokumenter karya anak-anak muda Indonesia.

EADC 2022 bekerja sama dengan gerakan Siberkreasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk mendorong program literasi
digital yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Ajang ini berhasil mengum pulkan 152 proposal fi lm dokumenter dari 34 provinsi. Mereka diseleksi dalam tiga tahap yang berujung pada 5 besar proposal fi lm dokumenter yang malam penganugerahannya telah berlangsung Desember lalu. Proses seleksi 5 besar EADC 2002 Indonesia Bersinar Makin Cakap Digital ini melibatkan beberapa tokoh, yakni Andy F Noya, Tonny Trimarsanto, Sofi a Setyorini, Muthia Ganie PhD, dan Yosi Mokalu.

Dari 5 fi lm yang mendapat penghargaan, 3 dari fi lm tersebut akan ditampilkan di episode yang malam ini pukul 21.05 WIB. Film pertama
berjudul Flintstones yang merupakan garapan dari Rohil Fidiawan Mokmin (Rohil) dan Anggino Gilang Verlando (Gino).

Film ini mengangkat keadaan masyarakat suku Punan Batu di Kalimantan Utara. Pemilihan tema itu berangkat dari pengalaman Rohil yang merupakan putra asli Bulungan, Kalimantan Utara, saat menjalani tugas sebagai wartawan sembari berkuliah di Malang, Jawa Timur.

Kala itu ia mendapat tugas peliputan tentang masyarakat suku terdalam, salah satunya Punan Batu. “Ada populasi suku terpencil yang perlu kita beri tahu kondisinya di dalam hutan seperti apa sekarang. Sulitnya mereka karena Punan Batu punya tradisi dan di riwayat memburu dan meramu di hutan” ujar Rohil, saat hadir di studio Metro TV bersama Gino.

Dalam peliputan itu ia menyaksikan mirisnya kehidupan suku Punan Batu yang sudah mulai terancam karena dikelilingi sawit-sawit. “Sedangkan mereka untuk bertahan hidup masih berburu dan meramu, mengandalkan makanan yang ada di dalam hutan. Ketika hutannya sudah kecil mereka bingung mencari makan di mana. Gak mungkin mereka memakan batu,” lanjutnya tentang suku yang memiliki nenek moyang merupakan
bangsa pra-astronesia delapan ribu tahun yang lalu.

“Suku Punan Batu sebenarnya pra-Astronesia jadi lebih tua dari pada manusia purba,” tambah Gino. Berdasakan kondisikondisi itu mereka pun sepakat membuat fi lm dokumenter tentang suku Punan Batu.

Suku Punan Batu tidak memiliki kepala suku seperti suku-suku pedalaman lain yang ada di Kalimantan. Mereka pun tidak menyebutkan memiliki ketua adat, hanya ada tokoh yang dituakan.

Dulu masyarakat Punan Batu masih memakai pakaian dari kulit kayu. Namun, generasi Sandi dan seterusnya sudah tidak lagi memakai pakaian dari kulit kayu. Pakaian datang kota untuk mereka kenakan.

Hutan tempat tinggal masyarakat suku Punan Batu berada di Km 32 jalan poros provinsi antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Selain itu juga hanya berjarak 500-an KM dari ibu kota negara (IKN) baru nantinya.

Namun, warga Punan Batu termasuk Sandi yang sering datang ke kota, tetap memilih untuk tinggal di dalam hutan saja. Mereka lebih nyaman untuk tinggal di hutan ketimbang di dalam kota.

Film dokumenter Flintstones yang berdurasi 24 menit ini mengangkat sosok Sandi Saputra yang mengerti teknologi melalui ponsel. Ia menjadi jembatan untuk masyarakat Punan Batu mengenal dan mendapatkan informasi.

Mulanya Sandi tidak berminat dengan permintaan Rohil lantaran telah ada beberapa media dan infl uencer yang datang ke Punan Batu, tetapi tidak membawa dampak positif bagi warga. Namun, ia lalu berubah pikiran karena ingin mengungkapkan kegelisahan warga Punan Batu. Ia juga ingin mempertanyakan pelayanan dari pemerintah, seperti dinas pendidikan, dinas keagamaan tidak ada untuk mereka.

Ponsel

Warga Punan Batu mulai mengenal hadirnya ponsel sebagai teknologi pertama yang mereka kenal pada tahun 2015. Beberapa ponsel dihadiahkan salah satu pendamping warga Punan Batu, yang mereka sebut dengan Datuk Karim, ke sejumlah warga. Sekarang anak-anak muda Punan Batu rata-rata telah memiliki ponsel meskipun sebenarnya hanya di pondokan Sandi yang terdapat listrik dari genset dan tenaga surya.

Melalui dokumenter Flintstones, Rohil dan Gino juga ingin menyampaikan keberadaan masyarakat suku Punan Batu yang ingin berjuang dan mau belajar meski tidak ada pendidikan di dalam hutan. Dalam salah satu cuplikan fi lm terlihat perjuangan Sandi bersama dengan anaknya ke kota dan melihat sekolah. Rohil dan Gini berharap melalui fi lm dokumenter ini dapat berdampak bagi masa depan masyarakat Punan Batu. (M-1)

BERITA TERKAIT