SEJUMLAH pejabat di Papua diduga ikut menerima aliran dana suap Gubernur nonaktif Lukas Enembe. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mengesampingkan pencarian bukti itu sementara waktu.
"Kami fokus dulu melengkapi perbuatan tersangka RL (Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka) dan LE (Lukas Enembe) ini lebih dulu," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis (2/2).
Ali menjelaskan KPK tidak bisa membuang waktu karena penahanan Lukas dan Rijatono ada batasnya. Sehingga, pemberkasan keduanya dikebut untuk dibawa ke persidangan. "Kami dibatasi waktu penahanan," ucap Ali.
Meski begitu, keterlibatan pejabat lain dalam kasus ini bukan berarti dilupakan. Karena, KPK bisa membuka kasus baru saat persidangan berjalan.
"Pengembangn perkara nanti dapat pula dilakukan pada tingkat penuntutan maupun persidangan oleh jaksa KPK," tutur Ali.
Baca juga: Dongkrak Indeks Korupsi, Kejagung Gencarkan Pengusutan Kasus
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus ini bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019 sampai dengan 2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas Enembe diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (P-5)