27 January 2023, 12:30 WIB

Situasi Global jadi Tantangan Perusahaan Rintisan


Mediaindonesia.com | Ekonomi

MI/HO
 MI/HO
Mantan Menkominfo Rudiantara saat webinar Meneropong Masa Depan Startup 2023

DI tengah tekanan situasi global, industri start up (rintisan) di Tanah Air diperkirakan kian menghadapi tantangan tak ringan pada 2023. Startup yang terkoneksi dengan platform e-commerce relatif lebih bisa bertahan.

Pendapat tersebut disampaikan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dalam webinar yang digelar Institute of Social Economic Digital (ISED) bertema Meneropong Masa Depan Startup 2023 di Jakarta, kemarin.

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi ini adalah Founder dan Dewan Pakar ISED Ryan Kiryanto serta Ignatius Untung, Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis UNJ  serta Dewan Pakar ISED Dianta Sebayang dan Associate Dean Unika Atma Jaya dan Dewan Pakar ISED Rosdiana Sijabat.

Menurut Rudiantara, transaksi e-commerce di Indonesia diprediksi masih akan tumbuh. Pada 2023 ini, nilai transaksi (total processing value) diperkirakan mencapai Rp600 triliun dari sebelumnya Rp500 triliun pada 2022. Situasi ekonomi global saat ini memang sangat mempengaruhi terhadap keberlangsungan start up.

Hal ini dikarenakan aliran dana investasi beralih ke sektor yang pasti saja seperti perbankan. Kondisi ini memengaruhi bagi startup di level letter stage. Bahkan tak sedikit ada start up yang melakukan efisiensi SDM akibat dampak perekonomian global.

Perusahaan rintisan di Indonesia jumlahnya banyak, namun tidak diketahui keberadannya terkecuali yang terkoneksi dengan platform e-commerce sekitar 20 juta.

Dari banyaknya startup di Indonesia, ia memprediksi hanya 5% saja yang bisa bertahan dalam 10 tahun dan tidak lebih dari 10% yang bertahan dalam lima tahun.

Adapun Ryan Kiryanto menuturkan, pertumbuhan start up Indonesia beberapa tahun lalu berkembang pesat. Ketika pandemi dua tahun lalu, terjadi perubahan perilaku individu dari yang bersifat manual menuju digital. Hal ini yang dimanfaatkan generasi muda untuk mengembangkan start up.

Namun belakangan ini bisnis start up di Indonesia agak meredup karena kondisi ekonomi dunia sedang tidak sehat. “Beberapa negara maju seperti Amerika, Inggris, Jerman dan tentunya Rusia mengalami resesi. Kondisi ini memengaruhi investor yang tadinya mau cheap in, sekarang mereka sementara berhenti dulu. Kondisi ini menganggu aliran kas di sebagian start up Indonesia,” tandasnya.

Dianta Sebayang menambahkan, Indonesia termasuk salah satu negara yang menghasilkan banyak start up. Dari data yang dipaparkan Dianta, Indonesia adalah negara nomor lima penghasil start up. Yang menarik di Indonesia adalah banyaknya start up karya anak bangsa. Namun sayangnya mereka menjadi supporting  dari industri yang lain jadi dan masih berdiri di kaki sendiri.

“Tahun ini masih banyak pertumbuhan karyawan di perusahaan start up. Tapi yang naik memang di sektor keuangan,” katanya.

Sementara, Rosdiana Sijabat menjelaskan, antara UMKM dan ekonomi digital memiliki kaitan erat. UMKM diharapkan dapat memanfaatkan digitalisasi untuk perkembangan usaha. Disebutkan, UMKM memiliki kontribusi besar terhadap ekonomi digital Indonesia.

Sedang Ignatius Untung menuturkan, pada dasarnya start up tidak seutuhnya dimonopoli oleh perusahaan teknologi. Dia menilai bahwa sebenarnya start up adalah rintisan. Sebuah perusahaan rintisan teknologi ketika permodalannya disuntik nature company digital memiliki cara beda dengan perusahaan pada umumnya yang dari kecil dicari dulu sampai unit ekonominya bagus dan laba baru membesarkan bisnis.  (OL-8)

BERITA TERKAIT