PEMERINTAH melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) secara resmi telah memulai pembangunan infrastruktur Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sejak Agustus 2022. Berbagai pekerjaan konstruksi, seperti penyelesaian Bendungan Sepaku-Semoi, pembangunan hunian para pekerja, penyiapan lahan, serta infrastruktur jalan dan jaringan pendukung terus dikerjakan siang dan malam.
Periode 2023-2024 akan menjadi tahun tersibuk pembangunan awal infrastruktur dasar kota IKN. Untuk mendukung percepatan pembangunan dan persiapan pemindahan ibu kota ke Nusantara, ada tiga kata kunci yang perlu dilakukan Badan Otorita IKN (BO-IKN), yakni integrasi, kolaborasi, dan naturalisasi (IKN).
Pertama, integrasi meliputi penyatuan seluruh data terkait dengan IKN (bank data semua tentang IKN). Mulai tahap perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pemeliharaan, hingga pengelolaan ke depan. BO-IKN perlu segera mengumpulkan data-data terkait dengan IKN yang selama ini tersebar di berbagai kementerian/lembaga (K/L)negara.
Semisal, Kementerian PPN/Bappenas (penjabaran rencana induk/RI, rencana revisi UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara), Kementerian PUPR (infrastruktur ke-PUPR-an), Kementerian ATR/BPN (penjabaran rencana tata ruang kawasan strategis nasional/RTR-KSN, rencana detail tata ruang/RDTR 9 wilayah perkotaan/WP), Kementerian LHK (rencana pelepasan hak pengelolaan hutan, dukungan analisis dampak lingkungan dan kajian lingkungan hidup strategis, penjabaran konsep kota rimba cerdas/smart forest city), dan Kementerian Perhubungan (pembangunan transportasi berkelanjutan). Kelak, seluruh informasi resmi perihal IKN hanya akan dikeluarkan pihak BO-IKN.
Kedua, kolaborasi yang didukung dengan komunikasi, koordinasi, dan konsolidasi yang solid antar-K/L terkait akan mempercepat proses pembangunan IKN. Pembangunan infrastruktur dasar kota IKN yang tengah dikebut harus diiringi dengan pengendalian pembangunan di Kawasan IKN. BO-IKN perlu segera mengatur mekanisme perizinan pembangunan di IKN, dan pembentukan pelaku penyelenggara bangunan gedung (Sekretariat Tim Profesi Ahli, Tim Profesi Teknis, dan Tim Penilik yang diwajibkan ASN) yang membutuhkan dukungan dari Kementerian PUPR.
Produk RDTR 8 WP, di luar RDTR WP Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP), yang merupakan hasil kolaborasi dengan Kementerian ATR/BPN, perlu ditindaklanjuti, disempurnakan, serta disesuaikan dengan kebutuhan percepatan pembangunan IKN dalam mendatangkan investor dalam dan luar negeri. Rencana tata bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Panduan Rancang Kota (PRK) di setiap WP harus dibuat dengan standar kelas dunia, serta diperkuat peraturan kepala otorita (Perka OIKN).
Ketiga, naturalisasi sebagai upaya mengembalikan ulang bentuk alami kawasan IKN yang mengusung konsep smart, green, dan sustainable city. Rencana induk IKN telah menetapkan 75% lahan IKN diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022 tentang Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Kementerian Pertanian bertugas menjabarkan pengembangan alokasi lahan kebun pertanian sebesar 10% (RI IKN) atau 16% (RTR-KSN IKN), dengan melakukan studi kajian terhadap daya dukung lingkungan dan daya tampung tanah untuk ketahanan pangan IKN.
Sementara itu, Kementerian LHK berkewajiban merancang pembangunan kembali infrastruktur hijau kota rimba cerdas (smart forest city), dengan alokasi lahan reforestasi sebesar 65% (RI IKN) atau 67% (RTR-KSN IKN). Kerja besar membangun paru-paru kelas dunia untuk dunia, sebagai perwujudan Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net Sink 2030, skema perdagangan karbon, serta sumber plasma nutfah untuk industri biofarmasi.
Keempat, untuk melaksanakan ketiga aspek kunci itu diperlukan kata kunci transformasi. Presiden Joko Widodo berulang kali mengingatkan bahwa pemindahan IKN ke Nusantara bukan sekadar pindah kantor, melainkan pindah (bertransformasi) berbudaya melestarikan alam, berbangsa, dan bernegara, bermukim, bermobilisasi, serta bekerja.
Hal itu dapat dengan cepat terbaca dalam RDTR, RTBL, dan PRK 9 WP IKN. Ada kesenjangan antara konsep yang ingin diterapkan dan implikasinya. Hal itu disebabkan penyampaian isu kritikal yang tidak sampai ke pimpinan K/L dan kalangan politis (pengambil kebijakan/regulasi), tetapi hanya berhenti di tingkat teknis.
Semisal dalam RDTR di 9 WP sebaran kawasan hunian dan perkantoran akan menggambarkan transformasi bermukim, bermobilisasi, dan bekerja. Peruntukan kawasan hunian (vertikal), perkantoran, dan komersial yang berdekatan kompak, jalan raya yang tidak terlalu lebar, memungkinkan orang berjalan kaki 10 menit atau naik transportasi publik membuat warga akan meninggalkan kendaraan pribadi.
Namun, jika ada K/L yang meminta lahan yang luas, gedung dan ruang kerja besar, serta area parkir luas, karena lahan di IKN (baca: hutan) masih luas dan berkehendak memindahkan kantor K/L dengan segala perangkatnya (bedol kantor) dari Jakarta ke Nusantara, berarti K/L itu telah gagal paham dalam bertransformasi.