OTORITAS tenis Inggris, Rabu (7/12), mengaku kecewa karena diganjar denda sebesar US$1 juta oleh ATP karena melaran petenis Rusia dan Belarus tampil di negara mereka.
Selepas invasi Rusia ke Ukraina, Asosiasi Tenis Inggris (LTA) ditekan oleh pemerintah Inggris untuk melarang petenis Rusia dan Belarus bertanding di negara itu.
Para petenis Rusia dan Belarus kemudian dilarang tampil di lima turnamen yang digelar oleh LTA termasuk Queen's Cup di London.
Baca juga: Djokovic akan Lakukan Persiapan Australia Terbuka di Adelaide International
All England Club, yang menggelar Wimbledon, juga melarang petenis Rusia dan Belarus tampil di turnamen Grand Slam tertua di dunia itu.
Akibatnya, ATP dan WTA memutuskan tidak memberikan ranking point untuk Wimbledon sebagai protes atas pelarangan itu.
Sebelumnya, WTA telah menjatuhkan denda kepada tenis Inggris dengan total US$1 juta yang dibagi menjadi US$750 ribu unruk LTA dan US$250 ribu untuk All England Club.
Selain itu, ATP mengancam akan mendepak LTA dari Tur ATP jika melanjutkan kebijakan mereka.
LTA, menanggapi denda itu, Rabu (7/12), menuding ATP tidak bersimpati dengan perang di Ukraina.
"ATP, dalam keputusan mereka, sama sekali tidak mengakui kondisi yang diciptakan oleh invasi Rusia ke Ukraina serta tanggapan dari komunitas olahraga internasional dan pemerintah Inggris pada invasi itu," ungkap LTA.
"ATP hanya memandang apa yang kami lakukan sebagai pelanggaran aturan sembari minim empati terhadap apa yang terjadi di Ukraina," lanjut organisasi itu.
Sementara itu, ATP menegaskan mereka tidak berencana mengubah sikap mereka terhadap penyelenggaraan turnamen tenis di Inggris.
"Kami bertahan pada posisi kami bahwa keputusan sepihak yang diambil oleh anggota ATP bisa mengancam kemampuan kami menggelar turnamen," tegas ATP.
Sebelumnya, ATP mendapatkan dukungan dari Presiden Komite Olimpiade Internasional Thomas Bach, yang mengkritik pemerintah Inggris karena mempolitisasi hadirnya petenis Rusia dan Belarus.
"Negara tidak boleh memutuskan secara politis siapa saja yang bisa bertanding," kata Bach.
"Kualifikasi olahraga harus hanya berdasarkan prestasi bukan politis," lanjutnya.
Bach kemudian menuding pemerintah Inggris melanggar Piagam Olimpiade.
"Mengambil keputusan berdasarkan politik untuk kejuaraan olahraga jelas-kelas melanggar Piala Olimpiade dan tidak sejalan dengan misi olahraga internasional," pungkasnya. (AFP/OL-1)