GELOMBANG pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan rintisan atau startup ditengarai akibat seretnya dana dari investor. Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah.
Selama dua tahun terakhir, kondisi ekonomi global terdampak oleh pandemi covid-19 dan juga perang Rusia-Ukraina. Likuiditas global pun mulai terbatas, yang mendorong investor melakukan peninjauan ulang terhadap investasi.
Konsekuensinya, jumlah pegawai juga mengalami penyesuaian, begitu juga dengan PHK yang sulit terelakkan. "Usaha di sektor ekonomi digital, khususnya di berbagai startup hingga unicorn, mengalami penyesuaian bisnis," ungkapnya kepada wartawan, Jumat (18/11).
Baca juga: GoTo PHK 1.300 Karyawan atau 12 Persen dari Total Karyawannya
Diketahui, perusahaan digital berbasis teknologi ternama, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo), mengumumkan langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.300 karyawan.
Menurut Piter, program bakar uang atau promo yang dilakukan perusahaan startup atau e-commerce harus dikurangi, atau bahkan dihentikan. "Program sebaiknya diarahkan kepada yang benar-benar bisa memberikan keuntungan," imbuhnya.
Sementara itu, untuk sektor usaha lain, seperti alas kaki, yang juga dikabarkan melakukan PHK massal terhadap karyawan, dirnya menilai hal tersebeut disebabkan oleh penjualan yang merosot.
Baca juga: Soal Usulan Kenaikkan UMP 13%, Apindo DKI: Harus Ada Kajian
Berdasarkan pernyataan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), sejumlah pabrik sepatu di Indonesia telah melakukan PHK terhadap 25.700 karyawan.
Produsen sepatu terkemuka, seperti Nike, Reebok dan Adidas, yang merupakan importir produk sepatu terbesar di Indonesia, menurunkan 50% pesanannya karena mengalami kesulitan penjualan.
"Alas kaki yang utamanya berorientasi ekspor, mengalami penurunan permintaan karena gejolak global. Sehingga, harus menyesuaikan produksi dan juga jumlah pegawai," pungkas Piter.(OL-11)