PENGAMAT kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai perhelatan G-20 yang berjalan aman dari hoaks dan narasi radikalisme, menjadi gambaran tentang kondisi masyarakat dengan sikap lebih terbuka terhadap informasi dan cerdas menggunakan kemampuan teknologi informasi.
"Jadi, radikalisme pun juga menurun karena masyarakat saat ini lebih bisa menerima yang mana rasionalitasnya lebih tinggi (informasi), tidak
kemudian pada tataran yang sikap-sikap yang intoleran, sikap-sikap yang memusuhi terhadap yang lainnya. Masyarakat kita jadi lebih terbuka
wawasannya," kata Trubus seperti dikutip Antara di Jakarta, Jumat (18/11).
Trubus mengatakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang bersamaan dengan peringatan Hari Toleransi Dunia pada 16 November 2022 lalu juga memiliki korelasi positif. Hal itu didasari oleh kehadiran para kepala negara yang tidak menunjukkan sikap saling memusuhi di tengah panasnya situasi geopolitik.
"Kalau kita lihat kemarin, sikap toleransinya sudah sangat tinggi dan terbangun, dan masing- masing negara juga memberikan tidak hanya sikap,
tetapi juga komitmen-komitmen yang di mana kemudian dapat membangun tatanan dunia yang lebih baik ke depannya," ucap Ketua Yayasan Kesatuan Masyarakat Madani Indonesia (KMMI) itu.
Ia juga mengamati bahwa gambaran toleransi yang ditunjukkan oleh para pemimpin dunia sesuai dengan nilai toleransi dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia, yang mana perbedaan bukan suatu hambatan, tetapi mampu menjadi batu loncatan untuk membangun toleransi ke tingkat lebih tinggi.
Baca juga: Perlu Harmoniasasi Regulasi untuk Dukung Filantropi di Indonesia
"Toleransi ini dimaknai lebih luas lagi ketika ada dua negara yang berperang, ya kita saling memberikan solusi dan support. Jadi, ini makna toleransinya lebih diperluas lebih jauh dari yang berkembang di publik. Tetapi saya melihat, mendekati konsep yang ditekankan di dalam Pancasila itu," kata Kepala Pusat Kajian Kebijakan Publik Universitas Trisakti tersebut.
Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya masyarakat untuk terus mempertahankan kondisi sosial saat ini, sehingga tidak hanya dalam momen KTT G-20, tetapi juga mampu secara berkelanjutan.
"Tentunya, kita harus membangun sinergisme kolaboratif antara pemerintah dan publik atau masyarakat, yang bagaimana kemudian sosialisasi, edukasi, dan komunikasi publik yang baik akan melahirkan suatu kesamaan dalam mengambil sikap, karena situasi ke depan itu penuh
ketidakpastian," katanya.
Koordinator Gugus Tugas Pemuka Agama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu juga menilai target perubahan itu memerlukan
kekompakan, integrasi, sinergisme, dan penyatuan langkah untuk menyongsong berbagai perubahan. Hal itu perlu terus ditekankan kepada semua pihak, khususnya anak muda.
"Penting juga untuk membangun kesadaran di tingkat anak muda. Saya minta kepada Pemerintah, dalam hal ini BNPT, dan lembaga-lembaga
terkait lainnya, untuk memberikan edukasi kepada anak-anak ini atau mahasiswa, untuk bisa memberikan pemahaman tentang baik dari sisi
kebangsaan, nasionalisme, toleransi terhadap berbagai perbedaan itu," ujar Trubus. (Ant/OL-16)