16 November 2022, 23:29 WIB

Digugat KKI, Badan POM: Ada Ketidakpahaman Terhadap Sistem Pengawasan


M. Iqbal Al Machmudi | Humaniora

Antara
 Antara
Kepala Badan POM Penny K. Lukito mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR.

KEPALA Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K. Lukito menilai gugatan yang diajukan oleh Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) terkait kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) dan cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), merupakan kesalahpahaman terkait pelemahan pengawasan Badan POM.

"Sudah kami bicarakan nanti tentunya dari Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) akan membantu mendampingi Badan POM dalam hal ini. Pada intinya ada ketidakpahaman dikaitkan dengan sistem pengawasan," jelas Penny, Rabu (16/11).

Dia menegaskan bahwa pihaknya sudah melakukan tugas dengan standar ketentuan. Namun, ada masalah kelalaian di industri farmasi, yang berakhir pada suatu kondisi menyedihkan.

Baca juga: Polri Kantongi Tersangka Kasus Gagal Ginjal Akut

"Ini adalah aspek kesehatan, nyawa dari manusia, jadi ini suatu kejahatan. Tentunya ini menjadi tugas dari Kejaksaan Agung," imbuhnya.

Sebelumnya KKI menggugat Badan POM ke PTUN Jakarta dengan nomor register perkara 400/G/TF/2022/PTUN.JKT tanggal 11 November 2022. Dalam gugatan tersebut, KKI juga mempersoalkan pengumuman daftar obat yang selalu berubah-ubah, sehingga membingungkan masyarakat.

"Tidak menguji sirop obat secara menyeluruh. Pada 19 Oktober 2022, Badan POM sempat mengumumkan 5 obat memiliki kandungan cemaran EG dan DEG. Namun pada 21 Oktober 2022, malah Badan POM merevisi 2 obat yang dinyatakan tidak tercemar," tutur Ketua KKI David Tobing.

Baca juga: Jumlah Kematian Akibat Gagal Ginjal Akut Mencapai 199 Anak

Pada 22 Oktober 2022, Badan POM mengumumkan 133 obat dinyatakan tidak tercemar. Kemudian, pada 27 Oktober 2022 menambah 65 obat, sehingga 198 obat diumunkan Badan POM tidak tercemar EG dan DEG. 

Namun, pada 6 November 2022 justru malah dari 198 sirop obat, 14 sirop obat dinyatakan tercemar EG dan DEG. "Konsumen Indonesia dan Masyarakat Indonesia seperti dipermainkan. Tindakan tersebut jelas membahayakan, karena Badan POM tidak melakukan kewajiban mengawasi peredaran sirop obat," cetusnya.

Lalu, tindakan Badan POM dalam mengawasi sirop obat ini secara tergesa-gesa dan melimpahkan kewajiban hukumnya untuk melakukan pengujian sirop obat kepada industri farmasi, merupakan tindakan yang melanggar asas profesionalitas.(OL-11)
 

BERITA TERKAIT