SALAH satu keluarga korban meninggal dunia akibat tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022, kembali mengajukan proses autopsi untuk mencari penyebab kematian korban.
Kuasa hukum Devi Athok, Imam Hidayat, kepada Antara dari Kota Malang, Jawa Timur, Jumat (28/10), mengatakan bahwa saat ini pihak keluarga korban sudah menyatakan bersedia kembali untuk dilakukan proses autopsi kepada kedua anaknya.
"Keluarga sudah bersedia kembali untuk pelaksanaan autopsi," kata Imam.
Imam menjelaskan, pernyataan persetujuan untuk autopsi tersebut telah disampaikan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban LPSK) yang nantinya akan diteruskan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Menurutnya, surat dari pihak keluarga yang menyatakan bersedia untuk pelaksanaan autopsi tersebut sudah disampaikan kepada LPSK pada 24 Oktober 2022. Selain melalui LPSK, pengiriman surat dilakukan secara daring kepada pihak terkait.
"Ada beberapa yang kami sampaikan secara daring," ujarnya.
Devi Athok merupakan ayah dari dua korban tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan. Dua putrinya berinisial N dan N menjadi korban dalam tragedi yang menewaskan 135 orang tersebut. Sebelumnya, pihak keluarga sudah sempat menyetujui proses autopsi tersebut.
Baca juga: Wali Kota Malang Janji Kawal Terus Tuntutan Aremania demi Keadilan
Namun, pada 17 Oktober 2022, Kepolisian Daerah Jawa Timur menyatakan bahwa langkah untuk melakukan tindakan autopsi kepada dua korban tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, batal dilakukan.
Saat itu, pembatalan tersebut karena pihak keluarga tidak memberikan izin untuk pelaksanaan autopsi. Pihak kepolisian juga menyatakan bahwa pembatalan autopsi tersebut bukan disebabkan adanya intimidasi terhadap keluarga korban.
Seperti diberitakan, pada Sabtu (1/10) terjadi kericuhan usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya dengan skor akhir
2-3 di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Kekalahan itu menyebabkan sejumlah suporter turun dan masuk ke dalam area lapangan.
Kerusuhan tersebut semakin membesar di mana sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya. Petugas keamanan gabungan dari kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter tersebut dan pada akhirnya menggunakan gas air mata.
Akibat kejadian itu, sebanyak 135 orang dilaporkan meninggal dunia akibat patah tulang, trauma di kepala, leher, dan asfiksia atau kadar oksigen dalam tubuh berkurang. Selain itu, dilaporkan ada ratusan orang yang mengalami luka ringan dan luka berat. (Ant/OL-16)