KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Presidensi Republik Ceko bekerja sama dengan Komisi Eropa untuk mendorong pemberian perlindungan bagi satwa liar dari ancaman kepunahan.
"Kolaborasi dalam rangka mengonservasi wildlife (kehidupan liar), sebenarnya bukan hanya di kedua negara tapi juga di seluruh dunia," kata Staf Ahli Menteri LHK Bidang Industri dan Perdagangan Internasional, Novia Widyaningtyas dalam International Conference on Wildlife Conservation di Jakarta, Selasa (13/9).
Dikatakan, tindak lanjut dari kerja sama kedua negara, akan dibahas dalam International Conference on Wildlife Conservation yang digelar pada 13-15 September 2022. Melalui konferensi itu, Indonesia bersama Republik Ceko membahas tiga area lingkungan yakni terkait situasi biodiversitas atau keanekaragaman hayati kedua negara, perubahan iklim, serta pengelolaan sampah.
Adanya kerja sama yang dibangun dilandaskan oleh perkiraan bahwa aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh manusia telah menjadi ancaman bagi kehidupan liar. Laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2019 menyatakan hampir satu juta spesies di seluruh dunia beresiko mengalami kepunahan sehingga diperlukan iktikad baik yang dapat menghentikan atau membalikkan hilangnya keanekaragaman hayati.
Indonesia dan Republik Ceko akan bertukar praktik baik dalam melakukan perlindungan, pengawetan, pemanfaatan berkelanjutan, yang telah disesuaikan dengan prinsip world conservation strategy terhadap spesies liar beserta habitatnya. Pertukaran praktik baik kedua negara akan diterapkan melalui upaya dan inisiatif terpadu baru yang dimulai dari perencanaan, kebijakan, hingga aksi nyata yang mendorong keterlibatan semua pemangku kepentingan.
Menurut Novia, sebagai bentuk keseriusan Pemerintah Indonesia melalui KLHK, perwakilan Republik Ceko akan dibawa mengunjungi Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta Utara untuk terlibat langsung pelestarian ekosistem dengan menanam tanaman bakau. Bersama-sama, kedua pihak juga akan mempelajari cara memulihkan populasi spesies yang terancam punah, melalui dukungan teknologi yang mendukung konservasi satwa liar.
"Kita akan melihat gambaran, bagaimana kedua negara menunjukkan penerapan praktis yang terbaik. Upaya-upayanya, inisiatif, konservasi terpadu seperti apa, kemudian juga melihat aksi-aksi dari nilai di tingkat nasional sampai ke tingkat lokal," ujar dia.
Sedangkan Wakil Menteri Lingkungan Hidup Republik Ceko Eva Volfova menekankan semua orang hidup di permukaan Bumi yang sama dan sedang menghadapi dampak buruk krisis iklim dan keanekaragaman hayati. Ia menyatakan perbedaan tiap negara tidak menjadi halangan bagi manusia untuk menyelamatkan seluruh satwa liar dari kepunahan.
Ia memberikan apresiasi bagi Indonesia sebagai negara yang kaya akan alam sehingga dapat menambah wawasan Republik Ceko untuk meneliti lebih jauh kehidupan satwa liar hingga langkah-langkah konservasi. "Kesempatan yang sangat besar untuk berbagi pengalaman dan mendengarkan apa yang terjadi di sini, melalui konservasi satwa liar ini, saya sangat berterima kasih," kata Eva.
Sementara itu, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menyatakan secara regional dan global, telah melakukan upaya besar untuk menjawab tantangan dalam melestarikan satwa liar. Dengan meningkatnya risiko kepunahan spesies secara global dan dalam konteks konservasi satwa liar, menurut Alue Dohong perlu diambil langkah-langkah untuk membalikkan status terancam suatu spesies dan memperbaiki habitat untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya species (reverse the red).
Ia menjelaskan sedikitnya terdapat 5 implementasi semangat Reverse the Red yang telah dilakukan Indonesia dalam konservasi spesies. Pertama, selama pandemi COVID 19, Indonesia telah melepasliarkan 335.047 individu satwa liar ke habitat aslinya sebagai upaya untuk meningkatkan populasi dan variasi genetik di alam.
Kedua, melakukan penangkaran ex-situ jalak bali (Leucopsar rothschildi) dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat dan stakeholder terkait, serta melakukan pelepasliaran (reintroduksi) secara massif ke alam. Hal ini membuat sehingga populasi jalak bali di alam meningkat dari 15 pada 2000 menjadi 452 pada 2022 di Taman Nasional Bali Barat.
Ketiga, keberhasilan penangkaran badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) secara in situ di Suaka Badak Sumatera (SRS) Taman Nasional Way Kambas yang didirikan pada 1998, dan telah menghasilkan 3 ekor anak badak. Keempat melakukan teknologi inseminasi buatan pada populasi satwa liar dengan bantuan manusia untuk menghindari depresi genetik dari populasi yang terfragmentasi/populasi kecil seperti Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran dan Badak Sumatera di Taman Nasional Way Kambas.
Kelima, pemantauan satwa liar menggunakan teknologi GPS Collar terhadap satwa gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) dalam upaya mencegah adanya konflik dengan manusia, harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang dilepasliarkan ke alam bebas dan pemasangan radio telemetri pada Orangutan (Pongo pygmaeus dan Pongo abelii) untuk monitoring pasca pelepasliaran di alam.
"Kami berharap kegiatan yang kami laksanakan ini menjadi wujud tanggung jawab kami dalam menjaga kelestarian hutan, konservasi dan bermanfaat bagi masyarakat. Bersama-sama, kita dapat memainkan kontribusi yang lebih berdampak untuk memastikan keberlanjutan spesies dan konservasi ekosistem. Dan kita harus siap memberikan dukungan penuh untuk memajukan tujuan ini," jelas Alue Dohong. (Ant/OL-15)