PEMERINTAH Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menargetkan setiap tahun bisa menurunkan angka prevalensi kasus stunting rata-rata sebesar 3%. Sehingga, pada 2024 angka prevalensi kasus stunting bisa berada pada kisaran 24% atau bahkan 20%.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Cianjur, Heri Suparjo, menuturkan semangat ketahanan keluarga merupakan satu di antara faktor yang diharapkan bisa mempercepat penurunan angka prevalensi kasus stunting. Lingkungan keluarga harus bisa mencetak anak yang kompetitif atau berdaya saing.
"Penanganan stunting ditargetkan bisa tuntas pada 2024. Minimalnya kita (Kabupaten Cianjur) bisa berada pada angka 20% karena angkanya cukup tinggi, 33,7%. Tapi mudah-mudahan bisa berada di bawah itu (20%). Kalau dirata-ratakan, per tahun targetnya bisa menurunkan angka stunting sekitar 3%," terang Heri ditemui sesuai peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) sekaligus Hari Anak Nasional (HAN) di Pancaniti, Komplek Pendopo Cianjur, Senin (15/8).
Heri menuturkan target penurunan angka prevalensi kasus stunting sebesar 20% cukup rasional. Apalagi, katanya, berdasarkan standard WHO, angka prevalensi kasus stunting sebesar 20% di Indonesia yang merupakan negara berkembang dianggap masih cukup wajar. "Ini juga dilihat dari indikator angka kemiskinan dan lainnya," beber Heri.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia yang dilakukan Kementerian Kesehatan, angka kasus stunting di Kabupaten Cianjur masih tinggi, di angka 33,7%. Sementara berdasarkan bulan penimbangan balita, sebenarnya angka prevalensi kasus stunting di Kabupaten Cianjur berada di angka 4,4%. "Riilnya berdasarkan bulan penimbangan balita ada di angka 4,4%," tegas Heri.
Namun, sebut Heri, terlepas dari data berbagai versi, masih banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan menangani permasalahan stunting. Terutama upaya pencegahan agar tidak terjadi penambahan kasus baru stunting.
"Sekarang yang sedang dikejar itu zero stunting. Tapi artinya bukan tidak ada kasus stunting, hanya perlu dicegah agar tidak ada penambahan kasus baru," ujarnya.
Karena itu, kata Heri, upaya pencegahan perlu dilakukan dengan cara penanganan mulai dari pranikah serta berbagai sosialisasi kepada kalangan remaja. Heri menegaskan, penanganan kasus stunting tidak bertumpu di salahm satu perangkat daerah.
"Penanganannya tidak hanya dilakukan Dinkes (Dinas Kesehatan) atau DPPKBP3A, tapi harus dilakukan semua OPD (perangkat daerah). Nanti di setiap OPD ada kebijakan-kebijakan penanganan stunting sesuai tupoksi-nya," pungkas Heri. (OL-15)