11 July 2022, 20:22 WIB

Aturan BBM Subsidi Direvisi, BPH Migas: Agar Tepat Sasaran


Despian Nurhidayat | Ekonomi

Antara
 Antara
Petugas melayani pengisian BBM di SPBU Pertamina wilayah Jakarta.

PEMERINTAH tengah menggodok revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), yang mengatur pembatasan penerima BBM bersubsidi dan penugasan.

Sehingga, penyaluran BBM jenis Solar subsidi dan Pertalite lebih tepat sasaran. "Revisi memuat aturan teknis terbaru terkait ketentuan masyarakat yang berhak menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite," ungkap Kepala BPH Migas Erika Retnowati, Senin (11/7).

"Di mana pada beleid saat ini, Pertalite belum ada aturannya. Sehingga, dengan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014, penyalurannya akan lebih tepat sasaran," imbuhnya.

Baca juga: Pertamina Kembali Naikkan Harga BBM dan Elpiji Nonsubsidi

Lebih lanjut, Erika menjelaskan bahwa aturan saat ini untuk solar subsidi berdasarkan volume untuk transportasi darat, serta kendaraan pribadi plat hitam 60 liter per hari.

Kemudian, angkutan umum orang atau barang roda 4 sebanyak 80 liter per hari. Sedangkan, angkutan umum roda 6 sebanyak 200 liter per hari. Adapun yang dikecualikan untuk kendaraan pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam.

"Setelah revisi perpres keluar, BPH Migas akan menerbitkan regulasi pengendalian pembelian BBM subsidi jenis Solar dan Pertalite, yang akan mengatur secara teknis di lapangan," pungkas Erika.

Baca juga: Ini Alasan BHS Tolak Pembatasan BBM Subsidi via My-Pertamina

"Untuk masyarakat ekonomi kelas atas yang menggunakan mobil mewah, dipastikan tidak akan menerima BBM bersubsidi. Mobil mewah milik orang mampu pasti tidak layak mendapatkan subsidi," sambungnya.

Selain merevisi aturan, BPH Migas juga meningkatkan pengawasan atas penyaluran BBM subsidi. Di antaranya, memperkuat peran pemerintah daerah dan penegak hukum, melakukan sosialisasi dengan penyalur yang belum memahami ketentuan.

Lalu, menekankan sanksi yang tegas, termasuk mendorong penggunaan IT dalam pengawasan. "Kita memang memerlukan teknologi informasi untuk mengatur BBM subsidi agar lebih tepat sasaran dan mencegah penyelewengan distribusi di lapangan," tutup Erika.(OL-11)

BERITA TERKAIT