DI sela waktu berlangsungnya pertemuan Konvensi Internasional Basel, Rotterdam, dan Stockholm, terkait bahan kimia dan limbah pada 6-17 Juni 2022 yang mengambil tema “Global Agreements for a Healthy Planet: Sound Management of Chemicals and Waste”,
Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati menjadi salah satu pembicara bersama-sama dengan perwakilan Bea dan Cukai Thailand dan Interpol Italia pada side event “Combatting Illicit Waste Flows from the EU to South-East Asia: Contributions to Sound Managements of Waste and to the Implementation to the Basel Convention.”
Pada side event yang diselenggarakan oleh UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) dan berlangsung pada Selasa (14/6), Indonesia menyampaikan pengalamannya dalam menyelesaikan permasalahan impor ilegal limbah non-B3 yang ternyata terkontaminasi dengan limbah B3 dan tercampur dengan sampah.
Baca juga: Gobel Sayangkan Masih Terjadi Impor Baju Bekas
Dalam paparan berjudul "Experience Sharing from Indonesia: Illegal Trafficking of Waste, causes and remedies", Rosa mengatakan, perdagangan limbah antar negara menjadi salah satu perhatian utama pada agenda Basel Convention.
Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Basel melalui Keppres 61 Tahun 1993 dan meratifikasi Ban Amendment dengan Pepres 47 Tahun 2005 yang melarang perpindahan limbah khususnya limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang.
"Indonesia telah memiliki peraturan yang jelas dan ketat dalam perdagangan limbah non B3 (lintas batas limbah) termasuk kebijakan dalam pelaksanaannya," kata Rosa.
Selain ketentuan tidak boleh terkontaminasi limbah dan sampah, persyaratannya lainnya bahwa limbah non B3 yang dapat diimpor harus berupa bahan baku produksi dan hanya dapat diimpor oleh importir produsen.
Para importir harus memiliki fasilitas proses produksi menjadi produk akhir dan harus berasal dari eksportir yang sudah mendapatkan registrasi dari perwakilan pemri di negara asal limbah.
Rosa menyampaikan bahwa Interpol Italia menyampaikan bahwa diperlukan keterlibatan kepolisian dalam penanganan perdagangan limbah ilegal dalam lingkup kerjasama internasional mengingat isu perdagagan limbah ilegal termasuk 4 besar kejahatan bisnis global.
Terkait peranan Bea dan Cukai disampaikan Bea Cukai Thailand bahwa ada perbedaaan jalur dalam menerima limbah (red line dan green line).
Jika kontainer yang datang masuk ke jalur merah maka perlu dilakukan x-rays untuk melihat isinya dan hal ini juga sudah diterapkan Bea dan Cukai di Indonesia.
“Memperhatikan hal ini, Sekretariat Konvensi BRS merasa perlu untuk dibangun kerja sama internasional dalam penanganan illegal traffic untuk limbah terutama dalam hal pertukaran informasi dari negara maju dan negara berkembang (ASEAN),” ujarnya.
Peran KLHK dalam penangan impor limbah
Rosa menjelaskan peran KLHK dalam penanganan impor limbah ilegal bersama dengan Bea dan Cukai adalah melakukan pemeriksaan terhadap container yang terindikasi mengandung limbah ilegal dan merekomendasikan hasil pemeriksaan apakah bersih dan dapat diterima atau bilamana hasilnya kotor dan terkontamisa limbah B3 dan sampah maka harus direekspor.
Dalam pelaksaaan reekspor, Dirjen PSLB3 sebagai focal point Konvensi Basel telah melakukan notifikasi ke negara asal limbah untuk mengabil kembali limbahnya.
Pada kasus terkahir tahun 2019, dari 1121 kontainer yang diperiksa, maka 423 kontainer dikategorikan ilegal dan telah berhasil dilakukan reekspor 309 kontainer ke negara asalnya.
Saat ini impor limbah non B3 telah ditangani bersama dengan Satgas Khusus Pemeriksaan Importasi imbah Non B3.
Satgas Khusus ini beranggotakan perwakilan dari kementerian terkait yaitu Menko Maritim dan Investasi, Sekretariat Kabinet, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kepolisian.
Diharapkan dengan pengalaman yang dimiliki Indonesia, persyaratan yang lebih ketat dan adanya satgas lintas kementerian makan importasi limbah non-B3 dapat terawasi sehingga dapat menunjang sirkular ekonomi dan bukan menambah beban lingkungan. (RO/OL-09)