Ilustrasi: Yopi Cahyoho
Pelajaran Menggambar
menanjaki dan menuruni pebukitan
sepasang kakinya berjinjing dari bebatuan
biji kopi yang dikumpulkan dalam keranjang
berguncang-guncang disentak punggung
karena hujan suka seenaknya mengejan
anak semata wayangnya hinggap di jendela
neneknya sudah lama mati dicekik dingin
burung kakatua melayang dalam kandang
lalu berhenti ketika menemui setunggal arang
kemudian menggambar di meja makan:
ayam, segelas susu, dan cemilan
lalu di sebelahnya ia menambahkan:
dua gunung yang ditanami kopi
tanpa matahari yang bersembunyi
ini hari minggu dan ia terus menunggu
bagaimana bentuk sekolah dan taman bermainnya?
sebab ia ingin sekali menggambarnya.
2022
Ziarah Makam Ibu
seorang anak perempuan
duduk sendiri di tepi makam
ia lupa hari hampir saja padam
tiada ditakuti, kecuali ayah dan hama;
keduanya telah menggerogoti dada
dan mengoyak-ngoyak isi perut ibunya.
ayah bergegas pergi ke kota
hendak membuka kedai kopi
sebelum melangkah ke luar beranda
anak perempuan itu ingat betul pesan ibunya:
"Jangan sampai setelah kedaimu ramai,
kamu lupa arah jalan pulang ke sini."
di atas kubur ibu yang sepi;
anak perempuan itu menaburi
dedaunan melati dan bunga kopi
tetiba saja dari dalam liang ibunya
hama yang seram mencuat keluar
itu mata memerah, perlahan-lahan,
memenuhi tubuhnya tanpa tersisa
ia mengejang; hilang dan terbang.
sunyi begitu lama sekali
anak perempuan terbangun
oleh denting gelas yang nyaring
tidak pernah ia menyangka
jika ada yang lebih bising
daripada suara jangkrik.
ia melihat tubuh sendiri
tiada dinggapi hama lagi,
namun di hadapannya ada
sesuatu yang lebih ditakuti,
selembar kaca begitu lebar.
anak perempuan itu
menengok ke arah ayah
yang sedang menyedu kopi;
menggunakan mesin berukuran kecil,
beda mesin yang biasa dilihat dan dipakai.
cangkir-cangkir tersaji sudah
seorang perempuan lain menyusunnya
satu per satu secara rapih di atas baki putih
si anak perempuan spontan memanggil nama;
"Ibu, ibu, ibu!"
ibu yang lain,
berparas anggun dan ramping
berbeda daripada sosok yang
pernah dikenal dan disayang.
2022
Di hadapan secangkir kopi, ada cerita, cinta, dan air mata.
Pengembala Sufi yang Dicintai Kompeni
khalid, si pengembala sufi,
bingung melihat kambingnya menari-nari
setelah makan biji mirip buah beri
langsung melempar ke tungku api,
menyebar wangi dari batavia ke amsterdam.
jangan pernah minum kopi sebelum makan nasi
mertua van hoorn akan mengirim biji kopi sekali lagi
para pahlawan tanam paksa, tersedu dalam liangnya
buah khuldi dan biji kopi;
memakan kedua ini,
adam dan hawa turun ke bumi.
pribumi dicincang kompeni
nabi musa membelah laut merah
adakah biji kopi tercecer di bawah?
orang gayo ingin memungutnya dan mengubah arabika menjadi tongkat di tanah sendiri
dahulu suku etiopia selalu berkata:
beri kami biji kopi
maka akan kami campur lemak hewani
yang menjadi sumber kekuatan ini.
untung pribumi tidak mendengar
mereka tidur, berselimut daun ranting gugur
sedangkan air liurnya, dibawa anjing liar berlayar
sesaat melepas sauh, tepat di dada pasar
di kedai kopi, barista berhenti bercerita
setelah aku memukul bibir salah satu pelanggannya
yang menghabiskan kopi dalam satu tarikan dada
kepalan tanganku berdarah dibuatnya
membuatku bertanya-tanya;
apakah matanya tidak berkaca pada uap segelas kaca
atau tidak bisa merasakan panas
terhadap rasa yang menyiksa di lidah.
2022
Lelaki Bertopi Jerami
lelaki bertopi jerami
bertanya kepada pemilik kebun kopi;
tuan, berapa harga satu kilo biji?
cukup untuk lima potong roti
di bulan mei yang panas
bunga kopi mulai bergegas
melepas pakaian dan berjalan-jalan
di hadapan lelaki bertopi jerami
memancing agar bangkitnya kelamin
tuan, tuan!
dengan basah tangan
kami memohon ampun
ternyata daun-daun tidak membuat anak kami tertawa
istri di rumah menolak untuk tidur bersama
ia berkata:
hidup begini, mengapa kamu masih mau bertopi jerami?
bukankah lebih baik menyusun bata?
agar anak kita bisa tertawa
dan aku akan mengajakmu tidur bersama
tuan, tentu saja aku menjawabnya:
kamu lihat di seluruh kedai kopi
bagaimana anak-anak tuan duduk bersama
di hadapan secangkir kopi, ada cerita, cinta, dan air mata.
apa kamu tahu tangan siapakah
yang pertama memanah minumannya?
kedua tangan ini! tuanku bangkit dari kursi empuknya
dihembuskan asap cerutu ke wajah
dan aku mengembalikan asap itu ke wajahnya
wajah tuanku memerah
dikeluarkannya sepucuk pistol dari dalam lemari jati
serta peluru-peluru yang semerbak wangi
tuanku meneteskan air mata
susah payah mengeluarkan kata-kata:
“ini adalah pistol peninggalan belanda,
sepertinya sejarah akan terulang kembali.
tidak seorang pun kenyang dengan lima potong roti.”
kurasakan ada bunga yang bermekar di dahi
lebih wangi daripada kopi.
2022
Pembantaian
musim-musim berlalu
saat hujan sedang tersedu
wajahnya acapkali begitu pucat
masih saja terlintas dan teringat
pembantaian yang maha berdarah;
luruh air mata dan tubuh yang jatuh
ia menyesal, tak mampu mencegah
lewat suara-suara yang maha gemuruh,
tak pernah jera membasuhi setiap tubuh.
hujan mencoba cara yang paling terlarang
menjulur-julurkan bara namun tanah berlubang
terus saja melompat rendah dari rumah ke rumah
merampas harta benda memperkosa tubuh-tubuh
maka berkerut mulut, tak sengaja melumat
ada yang melolong dari seluruh binatang
setelah sekian lama jua bersama-sama
bersorak memorakporandakan jiwa
tiada lagi harum kopi
yang membumbung tinggi
setelah bergegas pulang ingin
sekali menjemur tubuh di kasur
tetapi tubuh-tubuh yang terkapar
lupa dibuatkan nisan di liang kubur
hujan merasa yakin,
masih ada yang tersisa
ia meminta kepada matahari
untuk membantu, mencari tubuh
di balik tumpukan dedaunan kering;
sesosok pohon kopi terluka
bilur menancap di mana-mana
namun tak buat nyawanya tiada
pohon kopi yang bernasib malang;
tak beribu, berayah, dan bersaudara
apakah masih sanggup berbuah?
2022
Baca juga: Sajak-sajak Fahira Rayhani
Baca juga: Sajak-sajak Muhammad Ade Putra
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Ramadhan Eka Syaputra, suka menulis puisi dan prosa, lahir di Tanah Grogot, Paser, Kalimantan Timur, 27 Desember 1998. Sajak-sajak di sini merupakan karya yang terangkum dalam 50 peserta pilihan kurator pada Lomba Cipta Puisi dalam rangka Festival Pesona Kopi Agroforestry 2022. Lomba ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bekerjasama dengan Media Indonesia. Karyanya berjudul Menyambut Yang Terbaring terpilih sebagai salah satu pemenang pada Lomba Cipta Puisi bertema Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia, digelar Dermaga Seni Buleleng, Bali (2021). Kini, sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas Muhammdiyah Malang, Jawa Timur. (SK-1)