10 June 2022, 08:00 WIB

Sajak-sajak Ramadhan Syaputra


Sajak Kofe | Sajak Kofe

Ilustrasi Yopi Cahyono
 Ilustrasi Yopi Cahyono
   

Ilustrasi: Yopi Cahyoho

Pelajaran Menggambar 

menanjaki dan menuruni pebukitan  
sepasang kakinya berjinjing dari bebatuan 
biji kopi yang dikumpulkan dalam keranjang
berguncang-guncang disentak punggung
karena hujan suka seenaknya mengejan
anak semata wayangnya hinggap di jendela
neneknya sudah lama mati dicekik dingin
burung kakatua melayang dalam kandang
lalu berhenti ketika menemui setunggal arang
kemudian menggambar di meja makan:
ayam, segelas susu, dan cemilan
lalu di sebelahnya ia menambahkan:
dua gunung yang ditanami kopi
tanpa matahari yang bersembunyi
ini hari minggu dan ia terus menunggu
bagaimana bentuk sekolah dan taman bermainnya? 
sebab ia ingin sekali menggambarnya. 

2022 

 

Ziarah Makam Ibu 

seorang anak perempuan 
duduk sendiri di tepi makam 
ia lupa hari hampir saja padam 
tiada ditakuti, kecuali ayah dan hama; 
keduanya telah menggerogoti dada 
dan mengoyak-ngoyak isi perut ibunya. 

ayah bergegas pergi ke kota 
hendak membuka kedai kopi 
sebelum melangkah ke luar beranda 
anak perempuan itu ingat betul pesan ibunya: 
"Jangan sampai setelah kedaimu ramai, 
kamu lupa arah jalan pulang ke sini." 

di atas kubur ibu yang sepi; 
anak perempuan itu menaburi 
dedaunan melati dan bunga kopi 
tetiba saja dari dalam liang ibunya 
hama yang seram mencuat keluar 
itu mata memerah, perlahan-lahan, 
memenuhi tubuhnya tanpa tersisa 
ia mengejang; hilang dan terbang. 

sunyi begitu lama sekali 
anak perempuan terbangun 
oleh denting gelas yang nyaring 
tidak pernah ia menyangka 
jika ada yang lebih bising
daripada suara jangkrik. 

ia melihat tubuh sendiri 
tiada dinggapi hama lagi, 
namun di hadapannya ada 
sesuatu yang lebih ditakuti, 
selembar kaca begitu lebar. 

anak perempuan itu 
menengok ke arah ayah 
yang sedang menyedu kopi; 
menggunakan mesin berukuran kecil, 
beda mesin yang biasa dilihat dan dipakai. 

cangkir-cangkir tersaji sudah 
seorang perempuan lain menyusunnya 
satu per satu secara rapih di atas baki putih 
si anak perempuan spontan memanggil nama; 
"Ibu, ibu, ibu!" 

ibu yang lain, 
berparas anggun dan ramping 
berbeda daripada sosok yang 
pernah dikenal dan disayang. 

2022 

 

Di hadapan secangkir kopi, ada cerita, cinta, dan air mata. 

 

Pengembala Sufi yang Dicintai Kompeni 

khalid, si pengembala sufi, 
bingung melihat kambingnya menari-nari
setelah makan biji mirip buah beri
langsung melempar ke tungku api, 
menyebar wangi dari batavia ke amsterdam. 
jangan pernah minum kopi sebelum makan nasi
mertua van hoorn akan mengirim biji kopi sekali lagi
para pahlawan tanam paksa, tersedu dalam liangnya
buah khuldi dan biji kopi;
memakan kedua ini,
adam dan hawa turun ke bumi. 
pribumi dicincang kompeni
nabi musa membelah laut merah 
adakah biji kopi tercecer di bawah?
orang gayo ingin memungutnya dan mengubah arabika menjadi tongkat di tanah sendiri

dahulu suku etiopia selalu berkata:
beri kami biji kopi
maka akan kami campur lemak hewani
yang menjadi sumber kekuatan ini.
untung pribumi tidak mendengar
mereka tidur, berselimut daun ranting gugur
sedangkan air liurnya, dibawa anjing liar berlayar
sesaat melepas sauh, tepat di dada pasar
di kedai kopi, barista berhenti bercerita
setelah aku memukul bibir salah satu pelanggannya
yang menghabiskan kopi dalam satu tarikan dada
kepalan tanganku berdarah dibuatnya
membuatku bertanya-tanya;
apakah matanya tidak berkaca pada uap segelas kaca 
atau tidak bisa merasakan panas
terhadap rasa yang menyiksa di lidah. 

2022 


Lelaki Bertopi Jerami 

lelaki bertopi jerami
bertanya kepada pemilik kebun kopi;
tuan, berapa harga satu kilo biji?
cukup untuk lima potong roti
di bulan mei yang panas
bunga kopi mulai bergegas
melepas pakaian dan berjalan-jalan
di hadapan lelaki bertopi jerami 
memancing agar bangkitnya kelamin
tuan, tuan!
dengan basah tangan
kami memohon ampun
ternyata daun-daun tidak membuat anak kami tertawa
istri di rumah menolak untuk tidur bersama
ia berkata:
hidup begini, mengapa kamu masih mau bertopi jerami?
bukankah lebih baik menyusun bata?
agar anak kita bisa tertawa
dan aku akan mengajakmu tidur bersama
tuan, tentu saja aku menjawabnya: 
kamu lihat di seluruh kedai kopi 
bagaimana anak-anak tuan duduk bersama 
di hadapan secangkir kopi, ada cerita, cinta, dan air mata. 

apa kamu tahu tangan siapakah  
yang pertama memanah minumannya?
kedua tangan ini! tuanku bangkit dari kursi empuknya
dihembuskan asap cerutu ke wajah
dan aku mengembalikan asap itu ke wajahnya
wajah tuanku memerah
dikeluarkannya sepucuk pistol dari dalam lemari jati
serta peluru-peluru yang semerbak wangi
tuanku meneteskan air mata
susah payah mengeluarkan kata-kata:
“ini adalah pistol peninggalan belanda,
sepertinya sejarah akan terulang kembali.
tidak seorang pun kenyang dengan lima potong roti.”
kurasakan ada bunga yang bermekar di dahi
lebih wangi daripada kopi. 

2022 


Pembantaian 

musim-musim berlalu 
saat hujan sedang tersedu 
wajahnya acapkali begitu pucat  
masih saja terlintas dan teringat
pembantaian yang maha berdarah; 
luruh air mata dan tubuh yang jatuh 

ia menyesal, tak mampu mencegah 
lewat suara-suara yang maha gemuruh, 
tak pernah jera membasuhi setiap tubuh. 

hujan mencoba cara yang paling terlarang 
menjulur-julurkan bara namun tanah berlubang 
terus saja melompat rendah dari rumah ke rumah 
merampas harta benda memperkosa tubuh-tubuh 

maka berkerut mulut, tak sengaja melumat 
ada yang melolong dari seluruh binatang 
setelah sekian lama jua bersama-sama 
bersorak memorakporandakan jiwa 

tiada lagi harum kopi 
yang membumbung tinggi 
setelah bergegas pulang ingin 
sekali menjemur tubuh di kasur 
tetapi tubuh-tubuh yang terkapar 
lupa dibuatkan nisan di liang kubur 

hujan merasa yakin, 
masih ada yang tersisa 
ia meminta kepada matahari 
untuk membantu, mencari tubuh 
di balik tumpukan dedaunan kering; 

sesosok pohon kopi terluka 
bilur menancap di mana-mana 
namun tak buat nyawanya tiada 
pohon kopi yang bernasib malang; 
tak beribu, berayah, dan bersaudara
apakah masih sanggup berbuah? 

2022 

 

Baca juga: Sajak-sajak Fahira Rayhani
Baca juga: Sajak-sajak Muhammad Ade Putra
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
 

 

 

 


Ramadhan Eka Syaputra, suka menulis puisi dan prosa, lahir di Tanah Grogot, Paser, Kalimantan Timur, 27 Desember 1998. Sajak-sajak di sini merupakan karya yang terangkum dalam 50 peserta pilihan kurator pada Lomba Cipta Puisi dalam rangka Festival Pesona Kopi Agroforestry 2022. Lomba ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI bekerjasama dengan Media Indonesia. Karyanya berjudul Menyambut Yang Terbaring terpilih sebagai salah satu pemenang pada Lomba Cipta Puisi bertema Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia, digelar Dermaga Seni Buleleng, Bali (2021). Kini, sedang menempuh pendidikan S1 di Universitas Muhammdiyah Malang, Jawa Timur. (SK-1) 
 

BERITA TERKAIT