19 May 2022, 07:15 WIB

Spirit Kolaborasi dan Kerelawanan


*/Hym/X-6 | Humaniora

Dok. UGM
 Dok. UGM
Novi Kurnia (kedua dari kanan) menjadi narasumber dalam acara Literasi Digital Netizen Fair (GNLD) yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo.

PROGRAM Studi Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) memfasilitasi kelahiran Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi) pada 2017. Menekankan kolaborasi dan sukarelawan sebagai spirit aktivisme digitalnya, ia dibentuk untuk menjalankan riset kolaboratif mengenai gerakan literasi digital di Indonesia.

Anggota Japelidi terus meningkat, dari hanya 26 orang akademikus pada 2017 menjadi 204 orang pada September 2021. Latar belakangnya juga semakin bervariasi, seperti staf pemerintah, karyawan swasta, ibu rumah tangga, dan mahasiswa.

Salah satu kerja nyata teranyar Japelidi ialah berkontribusi dalam penulisan empat modul untuk empat pilar literasi digital bekerja sama dengan Kemenkominfo dan Siberkreasi pada 2021. Keempat modul itu digunakan sebagai referensi utama Program Makin Cakap Digital 2021 yang diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia.

Riset pemetaan gerakan literasi digital Indonesia pada 2017 yang saya pimpin menjadi program pertama Japelidi. Riset yang dilakukan 56 peneliti dari 26 perguruan tinggi itu memetakan pelaku, program, kelompok target, dan mitra. Hasil riset yang saya tulis bersama Santi Indra Astuti (dosen Universitas Islam Bandung) diterbitkan sebagai artikel ilmiah di Jurnal Informasi UNY dan esai populer di The Conversation.

Sebagai komunitas pegiat literasi digital yang tidak berbadan hukum dan tidak mempunyai iuran anggota, Japelidi melakukan beragam program berdasarkan semangat kolaborasi dan kesukarelawanan. Program-program kolaboratif tersebut dilakukan baik antaranggota Japelidi maupun dengan pemangku kepentingan lainnya.

Pada 2018 melalui rangkaian workshop di UGM, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, saya memimpin rangkaian diskusi untuk penyusunan 10 kompetensi literasi digital Japelidi.

Ke-10 kompetensi itu digunakan sebagai landasan konseptual menulis buku panduan, melakukan riset, maupun kampanye melawan hoaks terkait dengan covid-19 yang didokumentasikan dalam bentuk buku. Hingga saat ini sudah ada 15 buku panduan literasi digital yang diterbitkan Japelidi bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dan Siberkreasi. Japelidi juga menerbitkan monograf riset Pemetaan Kompetensi Literasi Digital Masyarakat Indonesia 2019 yang instrumen risetnya sudah mendapatkan hak cipta.

Semakin banyak program riset, publikasi, pengabdian masyarakat, dan penguatan pembelajaran literasi digital, semakin banyak pula tantangan yang harus dihadapi.

Saya berharap hasil penelitian yang sudah dilakukan di UGM, Japelidi, ataupun dengan pemangku kepentingan lain terkait dengan upaya penguatan literasi digital bisa dimanfaatkan untuk berbagai program. Selama ini, program penguatan literasi digital termasuk riset yang kami lakukan bisa dikatakan sesuai dengan tujuannya meskipun tidak ada ukuran efektif secara kuantitatif.

 

 

BERITA TERKAIT