WAKIL Presiden Ma’ruf Amin meyakini nilai-nilai Pancasila bisa menjembatani berbagai disparitas politik, kebangsaan, dan ekonomi pada masa pandemi covid-19. Pancasila bisa mengajarkan nilai-nilai gotong royong di tengah masyarakat.
“(Karena itu) Kita harus bisa menjelaskan dari sisi implementasinya misalnya dalam pergaulan, bagaimana bergotong royong, dan juga bagaimana berekonomi secara Pancasila,” katanya usai menerima audiensi Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi beserta jajarannya di Kediaman Resmi Wapres, Rabu (6/4).
Secara khusus Ma’ruf menyebutkan bahwa pemahaman nilai-nilai Pancasila juga penting disosialisasikan kepada kalangan pengusaha.
“Apabila komitmen kebangsaan (pengusaha) itu tidak ada, yang ada hanya bagaimana untung besar, tidak peduli bagaimana rakyat itu menderita, wawasan kebangsaannya tidak ada, keadilan sosialnya tidak ada, solidaritas sosialnya tidak ada, ini saya kira masalah besar,” paparnya.
Ma’ruf juga mengaitkan pentingnya penanaman nilai Pancasila dengan upaya membangun SDM unggul, yakni SDM yang tidak hanya terampil dan inovatif tetapi juga memiliki pemahaman kebangsaan yang tinggi.
“Kalau kita tidak mulai (mengajarkan) sejak usia dini, (khususnya) tentang penanaman Pancasila ini, saya kira akan banyak orang yang tidak peduli apakah tindakannya sesuai dengan Pancasila atau tidak,” ujarnya.
Hal tersebut, tambahnya, akan sangat berbahaya misalnya apabila menimpa justru kepada orang-orang hebat seperti para lulusan pendidikan luar negeri yang notabene membawa banyak ilmu dari mancanegara.
“Mereka orang-orang pandai, tetapi kalau tidak memiliki wawasan kebangsaan, tidak memiliki pemahaman tentang Pancasila, itu akan menjadi masalah yang repot sekali,” tuturnya.
Baca juga : NasDem Minta Menteri dan Elite Fokus Bekerja
Menurut Ma’ruf, sebenarnya secara politik konsepsi Pancasila sebagai dasar negara telah selesai. Namun dalam implementasi nilai-nilainya masih membutuhkan berbagai upaya agar dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik dalam kehidupan perorangan maupun secara berkelompok atau berorganisasi.
“Sampai saat ini masih ada pihak yang mempertentangkan misalnya antara Pancasila dan Islam, kalau ber-Pancasila tidak ber-Islam, kalau ber-Islam tidak ber-Pancasila, mungkin itu perlu diberi penjelasan-penjelasan yang tepat, sehingga tidak ada lagi orang yang mempertentangkan antara Pancasila dan agama,” tuturnya.
Oleh karena itu, Ma’ruf meminta BPIP agar memiliki strategi yang tepat agar nilai-nilai Pancasila mudah dipahami dan dimengerti oleh berbagai kalangan.
“Memang harus ada strategi yang tepat, harus membangun komunikasi yang tepat, agar mudah dipahami dan dilaksanakan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala BPIP Yudian Wahyudi melaporkan bahwa mulai tahun ajaran baru pada Juli 2022, Pancasila akan kembali diajarkan sebagai pelajaran tersendiri. Menurutnya, hal ini sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 4/2022 tentang Standar Nasional Pendidikan.
“Kalau dulu Pancasila bagian dari pelajaran kewarganegaraan, sekarang kewarganegaraan bagian dari Pancasila,” ungkapnya.
Terkait hal tersebut, kata Yudian, BPIP telah menyusun 15 buku pelajaran Pancasila dari tingkat PAUD hingga perguruan tinggi.
“Buku ini sudah kita ujicobakan dan sudah kita mintakan pendapat dari Komisi II (DPR RI), Menko Polhukam, juga dari Menteri Agama, tokoh-tokoh masyarakat, sehingga pada prinsipnya buku ini tidak ada masalah,” tuturnya. (OL-7)