BUPATI nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin disebut murka bila jatah komitmen fee atau setoran dari nilai pekerjaan suatu proyek kurang. Dia mematok setoran 16,5 persen dari anggaran yang didapatkan perusahaan pemenang proyek.
Hal itu tertuang dalam surat dakwaan Direktur CV Nizhami Muara Perangin Angin. Muara didakwa menyuap Terbit terkait paket pekerjaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Langkat.
"Terbit Rencana Perangin Angin akan marah dan perusahaan tersebut tidak akan mendapatkan paket pekerjaan lagi," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zaenal Abidin saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (6/4).
Menurut jaksa, perusahaan yang bakal menggarap proyek sudah ditentukan lewat kongkalikong yang melibatkan Terbit. Termasuk perusahaan milik Muara.
Perusahaan-perusahaan itu disebut sebagai Group Kuala. Mereka mendapat jatah menggarap paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat.
Perusahaan tersebut terdiri dari orang-orang kepercayaan Terbit. Yakni, kakak kandung terbit Iskandar Perangin Angin serta kontraktor Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.
"Semua Perusahaan Group Kuala
mendapatkan point tinggi dan memberikan harga penawaran yang terbaik dibandingkan perusahaan-perusahaan lain di luar Perusahaan Group Kuala," ujar jaksa.
Muara Perangin Angin didakwa menyuap Terbit Rencana Perangin Angin sebesar Rp572 juta. Uang itu diberikan untuk memuluskan perusahaan Muara memenangkan paket pekerjaan di Dinas PUPR serta Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat Tahun 2021.
Paket pekerjaan juga diberikan kepada perusahaan lain yang dikendalikan Muara. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama sejumlah pihak yakni, Iskandar Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.
Muara didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (OL-8)