KEJAKSAAN Agung melalui Jaska Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) saat ini menyelidiki dugaan korupsi terkait pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas di PT Aneka Tambang (Antam) Tbk tahun 2015-2021. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyebut setidaknya ada empat perbuatan melawan hukum oleh Antam.
Pertama, adanya dugaan ketidaksesuaian tarif yang dilakukan badan usaha milik negara (BUMN) itu dalam kegiatan pemurnian emas dengan nominal yang sudah ditentukan. Ini ditujukan kepada perusahaan kontrak karya (KK) dan perusahaan non kontrak karya (Non KK) antara 2015-2021.
"Yaitu berdasarkan penetapan tarif dan ongkos cetak PT Antam Tbk, sehingga dapat merugikan PT Antam Tbk," ujar Ketut melalui keterangan tertulis, Jumat (25/3).
Perbuatan melawan hukum kedua, lanjutnya, adalah penggunaan nilai premium (discount) yang tidak sesuai ketentuan. Ini dilakukan Antam dalam kegiatan penjualan ekspor maupun impor kepada beberapa perusahaan counterpart atau perusahaan yang memiliki perjanjian kerja sama trading.
Ketiga, jajaran JAM-Pidsus menduga Antam telah melakukan pembelian terhadap emas yang tidak memiliki sertifikat London Bullion Market Association (LBMA). Menurut Ketut, salah satu emas tersebut diperoleh Antam dari ICBC Bank Bullion dengan jenama Korea Zinc.
"Keempat, dugaan perusahaan KK dan Non KK tidak memenuhi pembayaran royalti sesuai dengan kewajibannya atas kegiatan produksi tambang emas," imbuh Ketut.
Atas beberapa temuan tersebut, diduga telah terjadi kerugian negara. Oleh karena itu, tim penyelidik JAM-Pidsus segera meningkatkan status penanganan perkara itu ke tingkat penyidikan. Ketut menyebut rencananya peningkatan ke status penyidikan dilakukan awal pekan depan.
Baca juga: Tersangka Pelanggaran HAM Berat Paniai Segera Diumumkan
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman meminta penjelasan JAM-Pidsus Febrie Ardiansyah mengenai kelanjutan kasus dugaan rasuah emas importasi emas. Itu disampaikannya dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI dengan Kejaksaan RI pada Rabu (23/3).
"Soal kasus importasi emas di Bea Cukai (Bandara) Soekarno-Hatta yang dulu pernah disampaikan di forum ini, Rp47 triliun kalau enggak salah nilainya," ujar Habiburokhman.
"Kita bisa hitung sendiri kalau nilainya Rp47 triliun, kerugian keuangan negaranya pasti tinggi sekali," sambungnya.
Kasus yang disinggung Habiburokhman itu pertama kali disampaikan oleh koleganya di Komisi III, Arteria Dahlan, dalam RDP pada Juni 2021. Saat itu, Arteria menyebut ada indikasi perbuatan manipulasi pajak, sehingga produk emas tidak dikenai bea impor emas.
Menurut Arteria, penyelewengan terjadi dengan modus mengubah data emas yang masuk dari Singapura di Bandara Soekarno-Hatta. Saat masuk ke Indonesia, label emas setengah jadi yang masuk dari Singapura diubah menjadi produk emas bongkahan. Hal ini memungkinkan lolosnya pengenaan pajak.
Terpisah, Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Supardi menjelaskan penyelidikan yang dilakukan pihaknya tidak lagi berfokus pada proses importasi emas dengan nilai Rp47,1 triliun.
"Sekarang arahnya bukan ke sana, arahnya ada beberapa importasi-importasi yang dilakukan secara melawan hukum, di antaranya, misalnya, pembelian emas dari perusahaan-perusahaan ilegal dalam negeri," kata Supardi, Rabu (23/3) malam. (OL-4)