24 March 2022, 17:04 WIB

21 Orang Gugat UU IKN ke MK, Sejumlah Pasal Dinilai Bebani APBN


Yakub Pryatama Wijayaatmaja | Politik dan Hukum

MI/MOHAMAD IRFAN
 MI/MOHAMAD IRFAN
 Maket ibu kota baru di Gedung Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), Jakarta.

SIDANG perkara gugatan uji formil dan materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara mulai disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (24/3). Inti gugatan para pemohon meminta agar UU tersebut dibatalkan.

Kuasa Hukum 21 pemohon yang diwakili oleh Syaiful Bahri, ibnu Sina, menilai para pemohon merasa dirugikan dengan lahirnya Pasal 1 Ayat 2, Pasal 1 Ayat 8, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 4 Uu No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

“Ini bertentangan dengan Pasal 18, 18A dan 18B UUD 1945,” ungkap Ibnu Sina saat sidang pengujian formil dan materiil UU No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (24/3).

Kemudian, Ibnu juga menyangsikan isi Pasal 24 UU No 3 Tahun 2022 terkait pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara berdasarkan pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan.

“Dengan demikian lahirnya UU IKN turut membebani anggaran pendapatan belanja negara, dan adanya pajak khusus, jelas akan merugikan pemohon,” paparnya.

Maka, penggugat meminta Mahkamah untuk memeriksa permohonan pengujian formil dan materil UU no 3 2022 tentang IKN.

Baca juga: NasDem: Pernikahan Ketua MK-Adik Jokowi Nonpolitis, Insyaallah Bahagia

Point pertama ialah mengabulkan permohonan pemohon, kemudian menyatakan UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak punya hukum mengikat.

“Kami juga meminta Mahkamah untuk memerintahkan pembuatan keputusan ini dalam berita negara RI sebagaimana mestinya,” ucapnya.

Mendengar paparan para penggugat, Hakim Konstitusi, Suwanto, meminta para pemohon agar memisahkan permohonan formil dan materil.

“ Sebagaimana sodara pahami, kalau permohonan itu disatukan, kita tidak bisa memeriksa pengajuan materil, sebelum memberi putusan formil,” tutur Suwanto.

“Itu akan menjadi satu persoalan. Karena permohonan ini masih digabung antara formil dan materil. Mungkin perlu memikirkan kalau ingin dilakukan pemeriksaan secara paralel ya harus dipisah (permohonan),” tambahnya.

Jika permohonan pemohon dipisah, maka nantinya pengujian materil maupun formil akan berjalan beriringan.

Sementara Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengamati agar pemohon harus memisah permohonan lantaran jika formil dikabulkan, maka tidak perlu mempermasalahkan uji materil lagi.

“Itu prinsipnya. Sehingga kalau mau diajukan paralel, kita belum bisa menjangkau pemeriksaan materil. Karena kita harus berpedoman pada aturan yg sudah ada,” terangnya.

Manahan pun meminta para pemohon untuk menjelaskan lebih detil terkait alasan pengujian formil atau petitum.

“Harus difokuskan oleh para pemohon, agar proses pembentukan dalam UU No 3 IKN ini apakah mempunyai cacat formil yang harus diperlihatkan dalam permohonan ini,” tutur Manahan.

Maka, para pemohon diberi kesempatan oleh para hakim Mahkamah untuk melakukan perbaikan permohonan selama 14 hari ke depan.

“Semua itu dikembalikan lagi ke pemohon, apakah diperbaiki atau tidak. kewenangan sepenuhnya ada dalam pemohon,” pungkasnya. (OL-4)

BERITA TERKAIT