PROGRAM pendampingan seni rupa Aksi Selaras Sinergi (Aksilarasi) kembali digelar di Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nuaa Tenggara Timur (NTT).
Pameran instalasi seni bertema Jama Bebea ini digelar dengan menampilkan 22 perupa asal Manggarai.
Pameran yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) dan Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) ini digelar di zona 3 Waterfront Labuan Bajo pada 12 - 26 Maret 2022 dan terbuka untuk kunjungan publik.
Berangkat dari cerita dan budaya lokal serta pengalaman pribadi sebagai individu yang lahir dan tumbuh di Labuan Bajo, peserta program akan didampingi dalam penciptaan dan pengembangan karya yang meliputi pengembangan konsep atau cerita, pemilihan dan penggunaan bahan/material, produksi karya, produksi pameran, hingga komersialisasi karya.
Baca juga: Nelayan Labuan Bajo Terima Bantuan Tunai
Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF), Shana Fatina hadir membuka kegiatan pameran dan menyampaikan dukungan terhadap kreativitas dan pesan terhadap tanggung jawab pada kaidah-kaidah keberlanjutan lingkungan.
"Gunakan kesempatan kreativitas ini untuk berkarya. Sesuai konsep kita ke depan, dunia ini bergerak ke ranah lingkungan 'sustainability', sehingga selalu masukkan aspek itu ke dalam karya-karya teman-teman semua, karena kadang-kadang lebih mudah mengajarkan orang-orang lewat karya seni dibanding melalui pendidikan formal biasa," ungkap Shana dalam keterangan pers, Jumat (18/3).
"Teman-teman seni rupa disini punya peran yang sangat besar untuk memasyarakatkan tentang bagaimana sadar wisata, sadar lingkungan, dan misi-misi lingkungan lainnya yang akan jauh lebih mudah jika disampaikan lewat karya seni," jelasnya
Dalam kesempatan tersebut, Shana juga berharap agar kreativitas seni rupa ini dapat menjadi budaya baru bagi masyarakat Labuan Bajo. Budaya berkreasi dan berkolaborasi antar seluruh pelaku kreatif seni rupa diharapkan dapat menciptakan karya-karya luar biasa yang bisa makin mengangkat banyak aspek histori kehidupan masyarakat.
Koordinator Musik, Seni Pertunjukan, dan Seni Rupa, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sudaryana, mengungkapkan apresiasinya khususnya kepada para peserta yang antusias mengusung konsep Jama Bebea.
Menurutnya, kolaborasi bersama melalui konsep kearifan lokal seperti Jama Bebea ini akan menjadi salah satu jalan merawat budaya lokal setempat.
"Saya sangat mengapresiasi semangat dari teman-teman yang ada di Labuan Bajo ini, bagaimana mereka membuat Jama Bebea ini,"" ungkap Sudaryana.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Pius Baut menyampaikan apreasiasinya atas penyelenggaraan kegiatan Aksilarasi Seni Rupa yang mengangkat tema dan budaya kearifan lokal setempat, sehingga masyarakat dapat memaksimalkan berbagai potensi yang ada untuk mendukung pariwisata Labuan Bajo.
Ekos, salah seorang peserta Aksilarasi Seni Rupa mengungkapkan harapannya dengan adanya pameran karya Jama Babea bisa memicu semangat para perupa dan seniman Labuan Bajo untuk mengaktualisasikan karya-karya mereka untuk mewarnai kota Labuan Bajo.
Sementara itu, istilah 'Jama Bebea' berasal dari bahasa Bajo yang berarti kerja bersama atau gotong royong, mencerminkan proses kerja bersama yang dilakukan para perupa dalam pembuatan instalasi ini.
Jama Bebea hadir sebagai refleksi terhadap perkembangan kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat pesisir dan pegunungan, di saat budaya gotong royong mulai tenggelam seiring masuknya pengaruh dari luar.
Dalam kebudayaan di Indonesia Timur, khususnya di Manggarai Raya, praktik gotong royong dapat dilihat dalam berbagai ritual adat seperti ‘ritual penti’ dan pembukaan lahan baru di wilayah pegunungan. Sedangkan di wilayah pesisir, praktik gotong royong dikerjakan dalam proses pembuatan perahu nelayan dan jala ikan.
Instalasi Jama Bebea terbuat dari jala ikan yang didukung oleh susunan nyiru (alat untuk menapis beras), dengan ditopang oleh rangka yang terbuat dari rangkaian bambu utuh.
Instalasi ini juga menghadirkan patung “pohon” yang terbuat dari kayu-kayu dari Pantai Atlantis di Jalan Gorontalo, dan irus yang telah dilukis oleh perupa. (RO/OL-09)