PENEMBAKAN yang menewaskan delapan pekerja Palaparing Timur Telematika (PTT) oleh pasukan bersenjata di Distrik Beoga, Kapubaten Puncak, Papua, merugikan semua pihak.
Diketahui, para pekerja itu diserang Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka saat memperbaiki fasilitas menara base transceiver station (BTS) untuk jaringan telekomunikasi 4G.
Peneliti Pusat Penelitian Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRN) Cahyo Pamungkas menyebut, baik aparat keamanan Indonesia, yakni kepolisian dan militer, serta OPM dirugikan atas penembakan pekerja BTS. Pasalnya, semua pihak membutuhkan fasilitas komunikasi tersebut. TNI, misalnya, perlu berkomunikasi dengan pasukan yang berada di daerah pegunungan.
"OPM juga sama toh, membutuhkan internet untuk mengomunikasikan, memberitahukan pada dunia apa yang terjadi di Papua," kata Cahyo saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (5/3).
"Kedua-duanya saya kira rugi dengan adanya merusak BTS," sambungnya.
Baca juga: BNPT Sebut 5 Indikator Ciri-Ciri Penceramah Radikal
Kendati demikian, Cahyo menekankan, yang paling dirugikan dari peristiwa yang terjadi pada Rabu (2/3) lalu adalah pihak masyarakat sipil. Kenyataannya, merekalah yang menjadi korban. Oleh karena itu, Cahyo menekankan pentingnya perlindungan kepada masyarakat sipil.
Cahyo berpendapat, meskipun pemerintah menarasikan pendakatan kesejahteraan di Papua, pendekatan keamanan terus dilakukan. Perubahan nama operasi oleh pihak kepolisian dari Nemangkawi menjadi Damai Cartenz juga dinilai tidak banyak mengubah substansi. Sayangnya, pendekatan keamanan itu pada akhirnya tidak bisa menjamin keselamatan para pekerja PTT.
"Ada pendekatan keamanan, tapi kok masih kecolongan, itu juga kontradiksi dengan yang ada selama ini. Mengapa polisi dan TNI tidak ngawal? Berarti ada sesuatu yang harus diinvestigasi," tandasnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal mengakui, pihak kepolisian maupun TNI tidak berada di lokasi saat peristiwa terjadi. Sampai saat ini, pihaknya masih melakukan proses evakuasi kepada pekerja PTT yang menjadi korban. Evakuasi dilakukan oleh personel Operasi Damai Cartenz 2022.
Terpisah, Kepala Operasi Damai Cartenz 2022 Kombes Muhamad Firman menyebut sudah ada satu pekerja PTT yang berhasil diselamatkan. Evakuasi dilakukan selama kurang dari dua jam. Pekerja bernama Nelson Sarira adalah korban selamat dalam peritiwa tersebut.
"Korban selamat telah berhasil dievakuasi. Selanjutnya diarahkan ke Mapolres Milika guna mendapat perawatas medis lebih lanjut," kata Firman melalui keterangan tertulis. (OL-4)