02 December 2021, 09:15 WIB

Galeri Investasi Berdayakan Desa Inklusi Titi Wangi


Cri Qanon Ria Dewi | Nusantara

MI/CRI QANON RIA DEWI
 MI/CRI QANON RIA DEWI
BUM-Des Titi Wangi di Kecamatan Candi Puro, Lampung Selatan, memasarkan sejumlah produk kebutuhan masyarakat desa

DESA Titi Wangi yang berada di Kecamatan Candi Puro, Kabupaten Lampung Selatan, sejak November 2019, telah ditetapkan menjadi Desa Inklusi. Wilayah itu menjadi desa inklusi kedua di Provinsi Lampung.

Hal itulah yang membuat desa tersebut dilengkapi Galeri Investasi. Letaknya tepat di depan Kantor Desa Titi Wangi, bersebelahan dengan kantor Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des) yang memasarkan sejumlah barang.

Kantor Galeri Investasi Desa dan Bum-Des Desa Titi Wangi dijaga satu petugas. Siang itu, terlihat aktivitas masyarakat desa bertransaksi maupun mencari informasi produk-produk yang ditawarkan.

Galeri Investasi Desa merupakan sarana untuk memberi layanan kepada masyarakat desa guna mengenalkan pada produk pasar modal dan jasa keuangan sebagai salah satu pilihan dalam berinvestasi. Selain itu Galeri Investasi juga memberi layanan akses ke perbankan Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor).

Kepada wartawan, Executive Trainer Bursa Efek Indonesia (BEI) Lampung, Fahmi Al-Kahfi menjelaskan sejak diresmikan Titi Wangi sebagai Desa Inklusi hingga kini ada 15 warga desa yang menanamkan dana di pasar saham dengan total  nilai sekitar Rp235 juta.

Semua itu hasil dari sekitar 10 kegiatan. Sedikitnya kegiatan karena terkendala pandemi covid-19.

“Desa Titi Wangi adalah Desa Nabung Saham atau Desa Inklusi kedua di Provinsi Lampung. Alhamdulillah sampai hari ini sudah 15 masyarakat menjadi investor. Memang tidak mudah mengajak masyarakat berinvestasi, apalagi masih terjadi pandemi,” katanya kepada rombongan wartawan yang diinisiasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung, pada Selasa (30/11).

Pada kesempatan yang sama, Kepala Desa Titi Wangi, Sumari mengungkapkan, ditetapkannya desa yang dipimpinnya sebagai Desa Inklusi, membuat masyarakat yang sebelumnya menabung di bank keliling beralih ke perbankan yang dijamin OJK.

Sebelum ada Galeri Investasi, jelasnya, seringkali para penabung di bank keliling menghadapi masalah simpanan mereka hilang karena lembaga tempat penyimpanan uang itu gulung tikar. “Dengan adanya Galeri Investasi tabungan masyarakat aman karena ada jaminan dari OJK,” ujar Sumari.

Ia menambahkan adanya Galeri Investasi berdampak positif karena mengurangi bank keliling yang sebelumnya menjamur.

Manfaat Galeri Investasi, diakui oleh salah satu investor, Safwan Amrudin. Safwan mengaku dirinya menanamkan dananya di pasar saham sejak dua tahun lalu atau setelah mendapat informasi dari petugas Galeri Investasi.

“Setelah itu kita dimasukkan ke group WA (whattsap) Bank Indonesia, ada OJK. Di grup ini kita ada saran-saran, saham yang bagus yang bisa kita beli. Dengan demikian ketika beli saham kita tahu saham yang mau naik apa, jangka panjangnya bagaimana,” ujarnya.

Ia mengaku memiliki saham perusahaan penambangan nikel karena ada program pembuatan batere untuk mobil listrik di Indonesia yang berbahan baku nikel.

Selain itu, Safwan juga membeli saham perusahaan semen dengan alasan akan ada pembangun skala besar terkait ibu kota baru di Kalimantan. Ia juga memiliki saham perusahaan farmasi karena obat-obatan dalam masa pandemi covid-19 sangat banyak digunakan.

“Sebelumnya saya sama sekali tidak tahu. Ketika ada galeri baru dapat pengetahuan tentang nabung saham, dan saya memilih saham untuk jangka panjang,” ujar Sekretaris Desa Titi Wangi itu.

Safwan pun memilih menanamkan uangnya di pasar saham karena kemungkinan nilai sahamnya terus meningkat dan mudah jika ingin dicairkan. “Kalau butuh sewaktu-waktu kita jual bisa segera dicairkan," tukasnya.

Deputi Direktur Pengawasan Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung, Aprianus John Risnad kepada Media Indonesia

menjelaskan adanya Galeri Investasi diharapkan membuat masyarakat desa mendapat pengetahuan atau literasi keuangan yang aman bagi uang yang mereka tanamkan di pasar saham.

“Kenapa literasi jadi penting karena mereka ini kalau ada dana, mereka bingung untuk menginvestasikannya. Dengan adanya informasi di Galeri Investasi, warga bisa mengetahui produk-produk di industri keuangan yang aman,” kata Aprianus.

UMKM unggulan


 

 

 

 

 

 

 

 Perajin kloset, Nurchozin, pertama dari kiri, kepada wartawan mengaku produk kloset kelompoknya selamat pandemi terpuruk karena banyak pesanan dibatalkan.

Pada kesempatan tersebut rombongan wartawan mengunjungi dua UMKM unggulan di Desa Titi Wangi, yakni usaha keripik pisang dan kloset.

Yuli, yang sudah 10 tahun menjadi perajin keripik pisang mengaku saat ini ia mampu memproduksi sekitar 300 kg keripik pisang original (tanpa perasa) yang hasilnya dikirim ke penampung di Kota Bandar Lampung.

Di Bandar Lampung, produk Yuli akan diolah lagi untuk diberi perasa dan dikemas.

Sebelum pandemi covid-19, Yuli yang menjalankan usahanya dengan modal pribadi mampu memproduksi keripik pisang hingga 500 kilogram per hari. “Jumlah ini sudah sangat berkurang,” ujarnya.

Sementara pada kunjungan ke kelompok perajin kloset, salah satu perajin, Nurchozin, 53,  mengaku usahanya selama pandemi agak terpuruk. Sebelum pandemi, pihaknya melayani pesanan kloset tidak hanya untuk Provinsi Lampung, tetapi hingga ke Sumatra Selatan dan Bangka Belitung dengan jumlah pengiriman 200 hingga 500 unit.

Sementara sejak pandemi covid-19, pesanan klosetnya sangat anjlok, hanya satu dua. ”Karena covid banyak yang ditunda,” katanya.

Nurchozim mengaku usaha kloset yang dijalankan menggunakan dana bersama dengan teman-temannya.

Bisa berkembang

 

 

 Deputy Direktur Pengawasan Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung, Aprianus John Risnad, tengah, menyerahkan plakat kepada Kepala Desa Titi Wangi (Kecamatan Candi Puro, Lampung Selatan), Sumari, pada kunjungan rombongan media atas inisiasi OJK, pada Selasa (30/11).

Terkait hal itu, Aprianus John Risnad berpendapat seharusnya UMKM unggulan desa bisa mengembangkan usaha mereka menjadi lebih besar lagi.

Salah satunya, memecahkan masalah mengembangkan pasar produk mereka melalui BUM-Des. “Seperti yang kita ketahui di masa pandemi mereka kesulitan menjual. Dengan penjualan melalui BUMDes yang memiliki jaringan yang cukup baik kesulitan pemasaran mereka teratasi,” ujarnya.

Selain itu, ia menilai peran BUM-Des yang saat ini belum begitu besar. "Seharusnya diperluas dengan ikut memasarkan semua produk UMKM desa, sehingga BUM-Des menjadi pusat untuk produk UMKM maupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka.”

Bahkan, lanjut Aprianus, peran BUM-Des bisa lebih besar lagi melalui kerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Transmigras serta Program Kartu Petani Berjaya (KPB) untuk memenuhi kebutuhan petani, seperti pupuk, bibit, dan lainnya.

“Sehingga semua kebutuhan bisa diambil dari BUM-Des center. Itu sebenarnya desain besarnya. Hanya memang tidak bisa cepat karena perlu keaktivan masyarakat,” ujarnya.

Ia pun menilai UMKM bisa lebih mengembangkan usaha mereka menggunakan layanan perbankan dengan meningkatkan permodalan.

“Perlu ada peningkatan. Dari yang kita lihat dari dua tempat (UMKM), yakni produksi keripik dan pembuatan kloset. Keripik, dia main di skala itu terus. Untuk berkembang tidak bisa karena modal terbatas. Sementara kloset juga hanya sifatnya gotong royong. Untuk meningkatkan lebih besar dia harus dibantu pemodalan. Semua bisa dibantu dari industri keuangan,” kata Aprianus.

Dengan terhubungnya dengan industri keuangan, katanya, UMKM akan mendapat pelatihan pecatatan keuangan dan pengelolaan usaha. “Dengan adanya pelatihan, UMKM menjadi lebih cerdas dalam melakukan investasi maupun mengelola bisnisnya.” (N-2)

BERITA TERKAIT